Markas Polsek Palmerah, Peninggalan Belanda Abad 18

Rabu, 17 Januari 2018 - 09:01 WIB
Markas Polsek Palmerah,...
Markas Polsek Palmerah, Peninggalan Belanda Abad 18
A A A
JAKARTA - Kompol Armunanto resmi menyerahkan tongkat kepemimpinan sebagai Kapolsek Palmerah kepada Kompol Aryono malam tadi. Di akhir masa tugasnya, Armunanto meminta agar pimpinan baru dan seluruh anggota Polsek Palmerah untuk merawat gedung polsek lantaran masuk sebagai salah satu cagar budaya.

“Rawat gedung ini, bagaimanapun juga ini merupakan salah satu cagar budaya sisa peninggalan abad 18,” ujar Armunanto disela sela acara serah terima jabatan pada Selasa, 16 Januari 2018 malam tadi.

Bagi Armunanto, menempati gedung tua cukup unik. Selain harus merawatnya, gedung ini memberikan nilai magis karena kondisinya.
“Lantai dua itu seperti menara pengawas, bisa terlihat jelas ke Pasar Palmerah,” kata pria yang kini menjabat Kasat Indact Direktorat Polisi Air Polda Metro Jaya.

Sementara penggantinya Kompol Aryono menilai masih kokohnya bangunan ini tak lepas dari peran warga sekitar. Keberadaan warga yang masih memanfaatkan gedung ini untuk beraktivitas membuat gedung ini tetap hidup dan kokoh.

Karena itu, Aryono berjanji akan menjaga gedung ini tetap terawat, dan takkan mengubah aktivitas warga yang kerap kali mempergunakan untuk berbagai acara. “Ini juga bagian dari tugas polisi, yakni melayani masyrakat,” ujarnya.

Pantauan SINDOnews kondisi gedung utama Polsek Palmerah sangat memprihatinkan, tiang tiang bangunan sudah terkelupas, begitupun dengan kusen-kusen jendela yang rusak. Meski kondisinya miris, namun gedung itu masih dipergunakan dan menjadi kantor polisi untuk Unit Binmas dan Unit Intelkam Polsek.

Merujuk dari National Geograpic Indonesia, gedung itu dahulunya merupakan vila Andries Hartsinck, seorang petinggi VOC di Batavia. Bangunan tersebut dibangun pada tahun 1790. Harstsinck yang kemudian menjadi Residen membangun vilanya di pinggiran Batavia (kini kawasan Kota Tua), tepatnya samping Kali Grogol.

Vila milik Hartsinck berarsitektur Nederlandsche-Indische, bertakhtakan empat pilar dengan lekukan besi tempa yang menyangga atap terasnya. Tampak depannya menghadap arah matahari terbit.

Vila ini didesain memiliki beberapa karakteristik untuk menyesuaikan dengan iklim tropis. Hunian ini dibangun dalam dua lantai, lantai dasarnya bergaleri, bergaya atap tradisi Jawa, memiliki atap ganda yang meluas ke semua sisi.

Sementara pada lantai dasar, menggunakan ubin dekoratif, dengan tertutup kayu jati. Jendelanya yang besar memberikan kesejukan. Udara dan cahaya mengisi seluruh ruangan.

Bangunan semacam ini kemudian terlihat mirip Rumah Pondok Gedeh (dibongkar pada awal 1990-an), Rumah Tjengkareng (dibongkar pada 1980), dan Rumah Tjililitan Besar.

Gedung ini dilindungi oleh Undang-Undang Monumen STRL 1931 No. 238. Dan berada dalam pengawasan Pemerintah DKI Jakarta, Dinas Museum dan Sejarah.
(whb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7813 seconds (0.1#10.140)