Museum Bahari Terbakar, Pengawasan Cagar Budaya Minim

Selasa, 16 Januari 2018 - 22:23 WIB
Museum Bahari Terbakar,...
Museum Bahari Terbakar, Pengawasan Cagar Budaya Minim
A A A
JAKARTA - Tidak adanya penindakan serta lemahnya pengawasan terhadap cagar budaya membuat puluhan gedung tua di Jakarta terancam roboh. Jakarta bakal kehilang benda bersejarah.

Sekalipun beberapa bangunan telah terbangun kembali. Namun perawatan masih minim, beberapa gedung tidak dilengkapi alat keselamatan dan pencegahan kebakaran. Kondisi ini terjadi hampir sejumlah gedung cagar budaya.

Kebakaran yang terjadi di Museum Bahari (westzijdsche pakhuizen) Selasa (16/1/2018) menunjukan potret buruk pengawasan cagar budaya. Dalam waktu kurang dua jam, gedung A dan C Museum Bahari itu luluh lantak di makan api.

Berdasarkan pantauan, lokasi terbakar parah terjadi di lantai atas gedung itu. Genteng-genteng runtuh dan kayu terbakar hingga membuat alas pada lantai dua tak tersisa.

Saksi mata kejadian, petugas jenset, Rahmat alias Cecep (72), yang ditemui terpisah mengatakan, menjelang kebakaran, dirinya ada di ruang jenset. Kala itu dirinya melihat asap menjelang pukul 09.00 WIB. (Baca Juga: Kebakaran Hebat, Ini Koleksi yang Ada di Museum Bahari
Dalam kepanikan, Cecep mencari sumber asap. Lampu-lampu neon terlihat memercikan api di gudang lantai satu. Api itu kemudian jatuh ditumpukan plastik, spanduk, dan kayu-kayu.

Cecep kemudian mengambil alat pemadam api ringan (Apar) sembari meminta bantuan temannya, Dedi, petugas kebersihan. Saat sumber api disemprot Apar, api justru bertambah besar.

Ketika api membesar, bahan pemadam pada Apar, habis. Api kemudian menyambar ke ruang penyimpanan kapal dan miniatur kapal, diorama, ruang lukisan dan patung yang bersebalahan dengan gudang.

Setelah 15 menit api di gedung C, api kemudian menyambar gedung A berada di samping. Cecep meminta anak-anak yang sedang mengunjungi museum keluar. "Sekitar 40 anak saya minta ke luar," ujar Cecep.

Kepala Museum Bahari, Husnison Nizar alias Sony menjelaskan, gedung C lantai satu terdiri dari Ruang Perahu Asli, Ruang Perahu Tradisional, dan Gudang. Sedangkan lantai dua terdiri dari Ruang Miniatur Perahu Tradisional, Ruang Navigasi, Ruang Maket Pulau Onrust, serta Ruang Pameran Perang Laut Jawa.

Sementara pada Gedung A lantai satu terdiri dari Ruang Perahu Tradisional, dan Ruang Matra TNI AL, sedang lantai dua terdiri dari Ruang Diorama Legenda Internasional, Nasional, serta Ruang Lukisan Pahlawan Bahari.

Kala museum terbakar, sedikitnya ada 700 koleksi sejarah yang ada, di antaranya perahu miniatur 30-40, alat alat navigasi 30-an. "Setelah kejadian ini, saya belum tahu berapa yang selamat," ucap Sony. (Baca Juga: Museum Bahari Diamuk si Jago Merah, 20 Mobil Damkar Dikerahkan
Sony menduga kebakaran terjadi karena konsleting bila merujuk dari keterangan Cecep yang melihat percikan api. Padahal membenahi itu, Pemprov DKI sudah menganggarkan dana untuk mengganti seluruh instalasi listrik museum sekitar Rp800 juta.

Sementara untuk gedung, kata Sony, tahun lalu, museum baru direnovasi dengan biaya Rp7 miliar, dan selesai pada November 2017. "Rencananya memang setelah renovasi bangunan, instalasi listrik baru dibangun," ucap Sony.

Ditemui di lokasi, Kepala Dinas Pariwisata DKI, Tinia Budiarti mengatakan, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, telah memerintahkan, agar Museum Bahari direhab secepatnya sesuai persyaratan teknis perundangan.

"Saya jawab sanggup, sebab, dokumentasi gedung ini lengkap. Replika barang barang yang terbakar bisa cepat kami buat. Setelah hasil penyelidikan di lapangan oleh polisi selesai, kami akan melakukan pembersihan dan persiapan rehab," tutur Tinia.

Dia memperkirakan, Jumat 19 Januari 2018, museum sudah bisa dibersihkan, dan hari berikutnya, Sabtu, museum sudah bisa kembali dibuka untuk umum.

"Nanti kepala museum yang akan menentukan bagian museum mana yang belum bisa dikunjungi," ucap Tinia. (Baca Juga: Museum Bahari, Gudang Rempah VOC dan Jejak Maritim Nusantara
Arkeolog sekaligus pemerhati Kota Tua Jakarta, Candrian Attahiyat, dan Arsitek Cagar Budaya, Tiu Atmoko, yang juga ditemui di lokasi mengingatkan Pemprov DKI harus belajar dari kasus ini. Perawatan, fasilitas pelindung dan penyelamatan gedung, harus dilengkapi sesuai standar.

"Saya tidak tahu apakah kasus ini musibah atau kelalaian. Yang jelas, tak satupun pelaku kasus perusakan, pembakaran, dan pemusnahan bangunan cagar budaya di Indonesia, dipidanakan. Padahal undang-undangnya sudah ada, lengkap dengan ketentuan pidananya," tutur Candrian.

Padahal merujuk pasal 64 ayat 1 Undang Undang nomor 11 tahun 2010 tentang cagar budaya menjelaskan bahwa pelaku perusak cagar budaya dan yang mengabaikannya akan dipidana paling lama tujuh tahun penjara dan denda paling banyak Rp10 miliar.

Usai kejadian, Tiu akan ikut memeriksa kondisi museum setelah terjadi kebakaran, ia memperkirakan lebih 60% gedung rusak. (Baca Juga: Kemenko Maritim Sesalkan Koleksi Museum Bahari Rusak Terbakar
"Deretan bangunan belakang lantai dua hancur 2/3 bagian, sedang deretan bangunan depan, lantai duanya hancur 1/4 bagian," ujarnya.

Ia berpendapat, semestinya kejadian ini tidak terjadi, bila museum dilengkapi deteksi dini.

Hal sama diungkapkan, Candrian, ia menyindir koleksi museum harus ditingkatkan kualitasnya sehingga seimbang antara biaya perawatan dan fasilitas gedung dengan koleksi museum.

Pada bagian lain Candrian mengingatkan, sebagai bangsa bahari, sudah seharusnya Indonesia memiliki museum bahari yang lengkap. "Jangan puas hanya memiliki koleksi replika saja," sindirnya.

Candrian kemudian merujuk buku sejarah Batavia karangan Heuken SJ. Dalam buku itu tertulis kompleks gudang di tepi barat atau westzijdsche pakhuizen. Gudang itu dahulunya berisi cengkeh, pala, teh, kopi, katun, sutera, tembaga dan timah.

Di depan museum tampak tembok memanjang yang tak lain adalah tembok kota Batavia, Zeeburg dan Culemborg. "Dari 15 kubu tembok kota, tinggal dua itu saja yang masih tersisa," ujar Heuken yang dikutip Candrian. (Baca Juga: Gubernur Anies Tinjau Lokasi Kebakaran Museum Bahari
Kompleks gudang ini didirikan tahun 1652. Setelah itu diubah dan ditambah sampai 1771. Pada beberapa pintu museum tertera angka 1718, 1719, dan 1771. "Angka tahun ini menunjuk pada angka perbaikan, perluasan, atau tambahan gudang," tutup Chandrian.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1979 seconds (0.1#10.140)