Polri: Pemilik Senpi Tidak Bisa Seenaknya Todongkan Senjata ke Warga
A
A
A
JAKARTA - Aparat keamanan maupun masyarakat sipil yang mengantongi izin kepemilikan senjata api (senpi) diminta tidak bisa seenaknya menggunakan senjatanya. Pemilik senjata harus memiliki pertimbangan yang cukup ketat dalam menggunakan senjatanya. Misalnya, digunakan jika di bawah ancaman yang membahayakan nyawa.
Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Setyo Wasisto mengatakan, Polri tidak sembarangan mengeluarkan izin kepemilikan senjata api untuk masyarakat sipil, khususnya dengan tujuan membela diri. Polri akan terlebih dahulu menimbang urgensi orang tersebut untuk memiliki senjata api.
"Misalnya, dia direktur keuangan suatu perusahaan yang dia memang memerlukan karena ancaman, dia memerlukan senjata," kata Setyo, Selasa (12/12/2017).
Pengacara juga termasuk profesi yang dipertimbangkan dalam mengeluarkan izin kepemilikan senjata api karena tuntutan pekerjaan yang berisiko mendapat intervensi. Ada juga senjata api yang diperuntukkan sebagai hobi menembak. Ia menyebutkan ada juga beberapa anggota Komisi III DPR tergabung dalam klub menembak. "Ada klub namanya, Komisi III Tactical Shooting Club," ungkapnya.
Seperti diketahui, aksi kejahatan jalanan atau premanisme menimpa karyawan KORAN SINDO, Tendri Andromeda, di Jalan Saharjo, Tebet, Jakarta Selatan, Senin (11/12/2017) kemarin. Selain dianiaya, Tendri juga diancam dengan senjata api oleh pria yang diketahui oleh berbadan tegap.
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian sebelumnya mengatakan, masyarakat tidak bisa seenaknya menggunakan senjata api tanpa izin. Kalau pun menggunakan, Polri tidak sembarangan memberikan izin. Senjata tersebut hanya bisa digunakan bagi masyarakat sipil yang berpotensi mendapat ancaman karena pekerjaannya.
"Kebijakan saya, batasi, jangan sampai banyak anggota masyarakat seenaknya tanpa kriteria yang jelas memiliki izin senjata," ujar Tito.
Menurut Tito, Polri memiliki sejumlah kriteria yang menjadi patokan dalam mengeluarkan izin memegang senjata. Ketentuan yang memperbolehkan masyarakat sipil memiliki senjata untuk kepentingan membela diri diatur dalam Surat Keputusan Kapolri nomor 82/II/2004.
Dalam surat tersebut disebutkan lima kategori perorangan atau pejabat yang diperbolehkan memiliki senjata api yakni pejabat pemerintah, pejabat swasta, pejabat TNI/Polri, purnawirawan TNI/Polri.
Adapun syarat kepemilikan senjata api yakni, memiliki kemampuan atau keterampilan menembak minimal klas III yang dibuktikan dengan sertifikat yang dikeluarkan oleh institusi pelatihan menembak yang sudah mendapat izin dari Polri. Kemudian, memiliki keterampilan dalam merawat, menyimpan, dan mengamankannya sehingga terhindar dari penyalahgunaan, serta memenuhi persyaratan berupa kondisi psikologis dan syarat medis.
"Yang mereka betul-betul terancam, banyak potensi ancaman karena pekerjaannya, itu yang diutamakan. Karena polisi tidak bisa jaga mereka 24 jam," kata Tito.
Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Setyo Wasisto mengatakan, Polri tidak sembarangan mengeluarkan izin kepemilikan senjata api untuk masyarakat sipil, khususnya dengan tujuan membela diri. Polri akan terlebih dahulu menimbang urgensi orang tersebut untuk memiliki senjata api.
"Misalnya, dia direktur keuangan suatu perusahaan yang dia memang memerlukan karena ancaman, dia memerlukan senjata," kata Setyo, Selasa (12/12/2017).
Pengacara juga termasuk profesi yang dipertimbangkan dalam mengeluarkan izin kepemilikan senjata api karena tuntutan pekerjaan yang berisiko mendapat intervensi. Ada juga senjata api yang diperuntukkan sebagai hobi menembak. Ia menyebutkan ada juga beberapa anggota Komisi III DPR tergabung dalam klub menembak. "Ada klub namanya, Komisi III Tactical Shooting Club," ungkapnya.
Seperti diketahui, aksi kejahatan jalanan atau premanisme menimpa karyawan KORAN SINDO, Tendri Andromeda, di Jalan Saharjo, Tebet, Jakarta Selatan, Senin (11/12/2017) kemarin. Selain dianiaya, Tendri juga diancam dengan senjata api oleh pria yang diketahui oleh berbadan tegap.
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian sebelumnya mengatakan, masyarakat tidak bisa seenaknya menggunakan senjata api tanpa izin. Kalau pun menggunakan, Polri tidak sembarangan memberikan izin. Senjata tersebut hanya bisa digunakan bagi masyarakat sipil yang berpotensi mendapat ancaman karena pekerjaannya.
"Kebijakan saya, batasi, jangan sampai banyak anggota masyarakat seenaknya tanpa kriteria yang jelas memiliki izin senjata," ujar Tito.
Menurut Tito, Polri memiliki sejumlah kriteria yang menjadi patokan dalam mengeluarkan izin memegang senjata. Ketentuan yang memperbolehkan masyarakat sipil memiliki senjata untuk kepentingan membela diri diatur dalam Surat Keputusan Kapolri nomor 82/II/2004.
Dalam surat tersebut disebutkan lima kategori perorangan atau pejabat yang diperbolehkan memiliki senjata api yakni pejabat pemerintah, pejabat swasta, pejabat TNI/Polri, purnawirawan TNI/Polri.
Adapun syarat kepemilikan senjata api yakni, memiliki kemampuan atau keterampilan menembak minimal klas III yang dibuktikan dengan sertifikat yang dikeluarkan oleh institusi pelatihan menembak yang sudah mendapat izin dari Polri. Kemudian, memiliki keterampilan dalam merawat, menyimpan, dan mengamankannya sehingga terhindar dari penyalahgunaan, serta memenuhi persyaratan berupa kondisi psikologis dan syarat medis.
"Yang mereka betul-betul terancam, banyak potensi ancaman karena pekerjaannya, itu yang diutamakan. Karena polisi tidak bisa jaga mereka 24 jam," kata Tito.
(thm)