Putus Kontrak Mata Biru, Dishub DKI: Kami Ingin Lebih Baik

Minggu, 10 Desember 2017 - 16:48 WIB
Putus Kontrak Mata Biru, Dishub DKI: Kami Ingin Lebih Baik
Putus Kontrak Mata Biru, Dishub DKI: Kami Ingin Lebih Baik
A A A
JAKARTA - Wakil Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Sigit Widjiatmoko mengatakan, TPE yang menjadi percontohan sejak 2015 di tiga lokasi yakni Jalan Sabang Jakarta Pusat, Falatehan Jakarta Selatan dan Jalan Kelapa Gading, Jakarta Utara dikerjasamakan kepada pihak ketiga yaitu PT Mata Biru kini telah diputus kontrak sejak 4 Desember 2017.

Kontrak tersebut telah diputus lantaran hasil evaluasi banyak pertanyaan dari internal auditor terkait dengan besaran bagi hasil pendapatan, kegiatan pengelolaan, utamanya dari sisi pelayanan kepada jasa parkirnya yang tidak memenuhi Key performance Indicators (KPI), baik sisi biaya maupun pendapatanya.

"Kami ingin mendapatkan hal yang lebih baik lagi. Untuk memastikan itu kita akan melaksanakan open tender. Ditargetkan di awal Januari sudah ada lebih lanjut Parkir mesin di tiga lokasi tersebut," kata Sigit di Jakarta.

Sigit menjelaskan, parkir mesin saat ini terdiri dari dua pengadaan. Untuk tiga lokasi percontohan di Sabang, Kelapa Gading, dan Falatehan dikelola oleh PT Mata Biru dengan skema kerja sama bagi hasil. Dimana, Pemprov DKI hanya mendapatkan 30% dari hasil retribusi mesin parkir. Sementara, 70%. Pengeluaran terbesar akan dialokasikan untuk investasi alat, operasional, dan gaji juru parkir.

Pihaknya sudah memberikan surat teguran kepada PT Mata Biru termasuk dikarenakan belum dapat mengoptimalkan juru parkir.

"Nah selain tiga TPE itu, pengadaan mesin juga dilakukan oleh Badan Layanan Umum (BLU) Parkir. Ada 201 mesin parkir yang diadakan BLU dan terpasang disejumlah tempat parkir on street, seperti di Hayam Wuruk, Juanda dan sebagainya," ungkapnya.

Berdasarkan evaluasi dari pemasangan 201 mesin yang diadakan oleh BLUD, lanjut Sigit, pihaknya hanya melihat mesin parkir berfungsi sebagai penekan angka kebocoran retribusi. Termasuk tiga TPE yang dikelola PT Mata Biru itu.

Bagi Dinas Perhubungan, lanjut Sigit, Parkir On Street atau parkir tepi jalan adalah bagian dari Transport Demand Management (TDM) atau manajemen pengendalian lalu lintas. Penggunaan mesin parkir di parkir on street atau TPE tidak hanya sekedar menekan kebocoran tapi lebih kepada manajemen ke depan, dimana kebijakan tarif parkir akan dibuat berdasarkan zonasi.

Idealnya semakin ke tengah kota, tarif parkir on street semakin mahal dalam rangka mengoptimalkan penggunaan ruang jalan dan juga mendorong moda sharing ke transportasi umum.

Selain itu, Fungsi TPE sebagai pengendali harus berjalan berbarengan dengan Elektroni Road Pricin (ERP), operasional Mass Rapid Transit (MRT), Liht Rail Transit (LRT) dan Bus Rapid Transit (BRT) yang saling terintegrasi ditargetkan pada 2019.

Namun, lanjut Sigit, pemasangan harus dilakukan diseluruh parkir on street yang diperkirakan butuh sekitar 700 mesin. Menurutnya, apabila mengunakan skema pengadaan BLUD parkir yang dilakukan saat ini dari anggaran pendapatan, 700 mesin parkir yang dibutuhkan memakan waktu 5-6 tahun.

"Makanya kami tetap membutuhkan pihak ketiga. Kerja samanya nanti sistem investasi. Dengan kerja sama diperkirakan hanya butuh waktu satu tahun memasang 700 mesin parkir. Jadi pihak ketika membangun, BLUD melalui pendapatnya akan mencicil pembayarannya. Sama seperti ERP yang kini dalam tahap lelang," tutup.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.1653 seconds (0.1#10.140)