Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bekasi 2017 Turun Rp27 Miliar
A
A
A
BEKASI - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bekasi menyoroti adanya penurunan pendapatan asli daerah (PAD) sebesar Rp27,6 miliar. Penurunan itu disebabkan dari retribusi Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
”Kedua retribusi itu gagal memenuhi target di tahun ini,” ujar Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bekasi Jejen Sayuti pada Jumat, 27 Oktober 2017 kemarin. Menurutnya, penurunan itu diketahui dari hasil pembahasan antara Badan Anggaran dan Tim Anggaran Pemerintah Kabupaten Bekasi.
Tahun ini, lanjut Jejen, retribusi IMB ditargetkan mencapai Rp167 miliar. Namun, hingga akhir November ini baru terealisasi Rp142 miliar. Sehingga, retribusi yang dikelola Dinas Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu ini menurun sebanyak Rp25 miliar.
Sedangkan, retribusi IMTA ditargetkan Rp37 miliar dan baru terealisasi Rp34 miliar. Sehingga terdapat penurunan pendapatan sebesar Rp 2.5 miliar. Khusus untuk IMTA, selain penurunan, DPRD menyoroti penggunaan PAD dari retribusi IMTA yang dinilai tidak sesuai aturan.
Retribusi IMTA diatur dalam Perda No 3/2013 tentang Retribusi Perpanjangan IMTA. Pasal 9 ayat 1 regulasi tersebut menyatakan bahwa penggunaan retribusi dimanfaatkan untuk pengembangan keahlian dan keterampilan tenaga kerja dan peningkatan sumber daya manusia lainnya.
Anggota Badan Anggaran DPRD Kabupaten Bekasi Nyumarno menambahkan, retribusi IMTA sebenarnya mengalami kenaikan setiap tahun. Pada 2014 retribusi IMTA mencapai Rp29 miliar kemudian meningkat Rp34 miliar di tahun 2015.
Lalu kembali meningkat pada 2016 menjadi Rp35 miliar. Hanya, peningkatan tersebut justru tidak sepenuhnya digunakan untuk perningkatakan mutu tenaga kerja. ”Perda tersebut mengamanatkan bahwa retribusi IMTA hanya untuk ketenagakerjaan. Tapi Disnaker tidak bisa menyerap retribusi,” katanya.
Kepala DPMPTSP Kabupaten Bekasi Carwinda mengaku kesulitan untuk merealisasikan hal itu dikarenakan pembayaran IMB yang dilakukan oleh wajib retribusi IMB itu hanya dilakukan satu kali untuk satu bangunan sehingga susah untuk diprediksi perolehan serta potensi riilnya.
”Kalau retribusi IMB kan susah diprediksi karena orang sekali membangun ya sekali bayar, tidak seperti pajak yang setiap tahun ada. Kita tidak bisa juga memaksa orang lain untuk membangun,” katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bekasi Effendi Yahya mengatakan, IMTA bukan kewenangan penuh pemerintah daerah, melainkan juga pusat. Untuk itu, retribusi IMTA sulit memenuhi target.”Jadi itu bukan retribusi daerah saja,” katanya.
”Kedua retribusi itu gagal memenuhi target di tahun ini,” ujar Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bekasi Jejen Sayuti pada Jumat, 27 Oktober 2017 kemarin. Menurutnya, penurunan itu diketahui dari hasil pembahasan antara Badan Anggaran dan Tim Anggaran Pemerintah Kabupaten Bekasi.
Tahun ini, lanjut Jejen, retribusi IMB ditargetkan mencapai Rp167 miliar. Namun, hingga akhir November ini baru terealisasi Rp142 miliar. Sehingga, retribusi yang dikelola Dinas Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu ini menurun sebanyak Rp25 miliar.
Sedangkan, retribusi IMTA ditargetkan Rp37 miliar dan baru terealisasi Rp34 miliar. Sehingga terdapat penurunan pendapatan sebesar Rp 2.5 miliar. Khusus untuk IMTA, selain penurunan, DPRD menyoroti penggunaan PAD dari retribusi IMTA yang dinilai tidak sesuai aturan.
Retribusi IMTA diatur dalam Perda No 3/2013 tentang Retribusi Perpanjangan IMTA. Pasal 9 ayat 1 regulasi tersebut menyatakan bahwa penggunaan retribusi dimanfaatkan untuk pengembangan keahlian dan keterampilan tenaga kerja dan peningkatan sumber daya manusia lainnya.
Anggota Badan Anggaran DPRD Kabupaten Bekasi Nyumarno menambahkan, retribusi IMTA sebenarnya mengalami kenaikan setiap tahun. Pada 2014 retribusi IMTA mencapai Rp29 miliar kemudian meningkat Rp34 miliar di tahun 2015.
Lalu kembali meningkat pada 2016 menjadi Rp35 miliar. Hanya, peningkatan tersebut justru tidak sepenuhnya digunakan untuk perningkatakan mutu tenaga kerja. ”Perda tersebut mengamanatkan bahwa retribusi IMTA hanya untuk ketenagakerjaan. Tapi Disnaker tidak bisa menyerap retribusi,” katanya.
Kepala DPMPTSP Kabupaten Bekasi Carwinda mengaku kesulitan untuk merealisasikan hal itu dikarenakan pembayaran IMB yang dilakukan oleh wajib retribusi IMB itu hanya dilakukan satu kali untuk satu bangunan sehingga susah untuk diprediksi perolehan serta potensi riilnya.
”Kalau retribusi IMB kan susah diprediksi karena orang sekali membangun ya sekali bayar, tidak seperti pajak yang setiap tahun ada. Kita tidak bisa juga memaksa orang lain untuk membangun,” katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bekasi Effendi Yahya mengatakan, IMTA bukan kewenangan penuh pemerintah daerah, melainkan juga pusat. Untuk itu, retribusi IMTA sulit memenuhi target.”Jadi itu bukan retribusi daerah saja,” katanya.
(whb)