DKI Nilai Uji KIR dan Pajak Taksi Online Sangat Penting
A
A
A
JAKARTA - Keputusan Mahkamah Agung (MA) yang menganulir 14 pasal dalam Permenhub 26/2017 terentang Transportasi online terus berpolemik. DKI pilih memaksa angkutan online segera mengurus KIR sebagai dasar izin operasional.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Andri Yansyah mengatakan, daripada kehabisan energi terkait polemik Keputusan MA yang menganulir 14 pasal dalam Permenhub No 26 Tahun 2017, pihaknya memilih untuk menyosialisasikan dan memaksa pebisnis angkutan online segera menguji kendaraan atau uji KIR sebagai dasar izin operasional dan termasuk dengan pajaknya.
"Uji KIR dan pajak kan tidak dicabut pasalnya. Nah itu wajib untuk penuhi izin operasional dari faktor keselamatan dan kenyamanan penumpang," kata Andri Yansyah saat dihubungi pada Jumat, 15 September 2017 kemarin.
Selain memaksa uji KIR dan pajak, sambil menunggu sikap Kemenhub menanggapi putusan, Dishub DKI juga tengah berupaya mempercepat peningkatan layanan umum, khususnya Bus Rapid Transit (BRT) dan non-BRT. Sebab, dengan peningkatan layanan umum bersubsidi, angkutan online tidak akan menjadi pilihan utama masyarakat dalam bermobilisasi.
Sementara itu, Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Fakultas Hukum Universitas Jember Bayu Dwi Anggono menegaskan, 14 Pasal dalam Permenhub 26 yang dicabut oleh MA, tidak bisa lagi dihidupkan oleh pemerintah meski dengan cara membuat peraturan baru. Apabila dibuat kembali, itu merupakan bentuk pembangkangan terhadap pengadilan dan mencederai prinsip negara hukum.
"Pemerintah yang selalu menjunjung tinggi hukum mestinya menaati keputusan MA yang telah menganulir 14 pasal tersebut sesuai dengan asas legalitas dan asas kepastian hukum," ungkapnya. Selain itu, Bayu juga meminta Menteri Perhubungan sebagai pejabat pemerintahan untuk menaati UU No 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang mengatur kewajiban pejabat pemerintah dalam menjalankan tugas kenegaraan. Salah satunya adalah asas kepastian hukum yang mengatur kepatuhan terhadap putusan pengadilan.
Terkait keberadaan moda transportasi online yang dianggap tidak memiliki payung hukum, Bayu menganggap pemikiran tersebut adalah keliru. Sebab, pengaturan untuk transportasi online tetap memiliki payung hukum lantaran MA tidak membatalkan seluruh Permenhub tersebut. Dia berharap agar semua pihak menghormati keputusan MA dan tidak menafsirkan secara serampangan sesuai kepentingannya masing-masing.
"Indonesia negara demokrasi yang berdasarkan hukum, saat penyusunan semua pihak sudah dilibatkan masukan dan pemikirannya. Jadi saat aturan itu diuji dan diputus oleh MA, perbedaan pendapat harus diakhiri, semua pihak harus menerimanya," kata pakar hukum tata negara tersebut.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Andri Yansyah mengatakan, daripada kehabisan energi terkait polemik Keputusan MA yang menganulir 14 pasal dalam Permenhub No 26 Tahun 2017, pihaknya memilih untuk menyosialisasikan dan memaksa pebisnis angkutan online segera menguji kendaraan atau uji KIR sebagai dasar izin operasional dan termasuk dengan pajaknya.
"Uji KIR dan pajak kan tidak dicabut pasalnya. Nah itu wajib untuk penuhi izin operasional dari faktor keselamatan dan kenyamanan penumpang," kata Andri Yansyah saat dihubungi pada Jumat, 15 September 2017 kemarin.
Selain memaksa uji KIR dan pajak, sambil menunggu sikap Kemenhub menanggapi putusan, Dishub DKI juga tengah berupaya mempercepat peningkatan layanan umum, khususnya Bus Rapid Transit (BRT) dan non-BRT. Sebab, dengan peningkatan layanan umum bersubsidi, angkutan online tidak akan menjadi pilihan utama masyarakat dalam bermobilisasi.
Sementara itu, Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Fakultas Hukum Universitas Jember Bayu Dwi Anggono menegaskan, 14 Pasal dalam Permenhub 26 yang dicabut oleh MA, tidak bisa lagi dihidupkan oleh pemerintah meski dengan cara membuat peraturan baru. Apabila dibuat kembali, itu merupakan bentuk pembangkangan terhadap pengadilan dan mencederai prinsip negara hukum.
"Pemerintah yang selalu menjunjung tinggi hukum mestinya menaati keputusan MA yang telah menganulir 14 pasal tersebut sesuai dengan asas legalitas dan asas kepastian hukum," ungkapnya. Selain itu, Bayu juga meminta Menteri Perhubungan sebagai pejabat pemerintahan untuk menaati UU No 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang mengatur kewajiban pejabat pemerintah dalam menjalankan tugas kenegaraan. Salah satunya adalah asas kepastian hukum yang mengatur kepatuhan terhadap putusan pengadilan.
Terkait keberadaan moda transportasi online yang dianggap tidak memiliki payung hukum, Bayu menganggap pemikiran tersebut adalah keliru. Sebab, pengaturan untuk transportasi online tetap memiliki payung hukum lantaran MA tidak membatalkan seluruh Permenhub tersebut. Dia berharap agar semua pihak menghormati keputusan MA dan tidak menafsirkan secara serampangan sesuai kepentingannya masing-masing.
"Indonesia negara demokrasi yang berdasarkan hukum, saat penyusunan semua pihak sudah dilibatkan masukan dan pemikirannya. Jadi saat aturan itu diuji dan diputus oleh MA, perbedaan pendapat harus diakhiri, semua pihak harus menerimanya," kata pakar hukum tata negara tersebut.
(whb)