KPAI Kritik Hasil Invetigasi Menkes Terhadap Kasus Debora
A
A
A
JAKARTA - Hasil investigasi yang diterbitkan Menteri Kesehatan (Menkes) RI Nila F Moeloek yang memerintahkan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta memberikan sanksi tertulis terhadap dugaan kelalaian Rumah Sakit Mitra Keluarga Kalideres yang menyebabkan kematian bayi Deborah, mendapatkan kritik dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Komisioner KPAI Sitti Hikmawatty mengaku prihatin dengan investigasi pasien Bayi TD, menurutnya adanya fakta pada poin G salinan hasil investigasi Menkes yang menyebutkan bahwa rumah sakit mengetahui pasien tidak transferable tetapi tetap meminta uang muka.
"Padahal dalam poin c disebutkan RS sudah melakukan klaim secara rutin pasien gawat darurat ke BPJS (27 kali) dan sudah 24 kali terbayarkan dan tiga klaim dalam proses, adalah fakta yang tak terbantahkan," ujarnya melalui rilis yang diterima wartawan, Jumat (15/9/2017).
Lainnya, dalam point D, lanjut Siti, hasil investigasi itu menyebutkan jika rumah sakit tidak sejalan dengan peraturan perundang-undangan. "Sayangnya kelalaian (rumah sakit) ini hanya dihargai dengan saksi administrasi, seolah nilai sesosok anak Indonesia tak lebih hanya setara dengan lembaran-lembaran kertas administrasi," katanya. (Baca: Menkes Akan Sanksi Bagi RS Mitra Keluarga Terkait Kematian Bayi Debora )
Dengan merujuk pasal 395 KUHP, KPAI mendorong penerapan ketentuan pidana bagi rumah sakit. "Dalam pasal 359 tersebut R Soesilo (1996) menafsirkan bahwa kematian dalam Pasal 359 KUHP tersebut akibat kurang hati-hati atau lalainya terdakwa," terangnya.
Karenanya apa yang diterbitkan Menkes atas dugaan kelalian RS Mitra Keluarga Kalideres sangat melukai anak Indonesia. "Anak Indonesia sangat berduka dan terlukai jika masih ada keberpihakan hukum yang masih tumpul ke bawah," kata Sitti.
Komisioner KPAI Sitti Hikmawatty mengaku prihatin dengan investigasi pasien Bayi TD, menurutnya adanya fakta pada poin G salinan hasil investigasi Menkes yang menyebutkan bahwa rumah sakit mengetahui pasien tidak transferable tetapi tetap meminta uang muka.
"Padahal dalam poin c disebutkan RS sudah melakukan klaim secara rutin pasien gawat darurat ke BPJS (27 kali) dan sudah 24 kali terbayarkan dan tiga klaim dalam proses, adalah fakta yang tak terbantahkan," ujarnya melalui rilis yang diterima wartawan, Jumat (15/9/2017).
Lainnya, dalam point D, lanjut Siti, hasil investigasi itu menyebutkan jika rumah sakit tidak sejalan dengan peraturan perundang-undangan. "Sayangnya kelalaian (rumah sakit) ini hanya dihargai dengan saksi administrasi, seolah nilai sesosok anak Indonesia tak lebih hanya setara dengan lembaran-lembaran kertas administrasi," katanya. (Baca: Menkes Akan Sanksi Bagi RS Mitra Keluarga Terkait Kematian Bayi Debora )
Dengan merujuk pasal 395 KUHP, KPAI mendorong penerapan ketentuan pidana bagi rumah sakit. "Dalam pasal 359 tersebut R Soesilo (1996) menafsirkan bahwa kematian dalam Pasal 359 KUHP tersebut akibat kurang hati-hati atau lalainya terdakwa," terangnya.
Karenanya apa yang diterbitkan Menkes atas dugaan kelalian RS Mitra Keluarga Kalideres sangat melukai anak Indonesia. "Anak Indonesia sangat berduka dan terlukai jika masih ada keberpihakan hukum yang masih tumpul ke bawah," kata Sitti.
(ysw)