Isu Akan Digusur, Warga Kompleks Akabri Resah
A
A
A
JAKARTA - Warga Kompleks Akabri di Jalan Dr Sahardjo, Menteng Pulo, Jakarta Selatan, resah rumah yang mereka tempati sejak puluhan tahun dikabarkan harus dikosongkan. Keresahan sebanyak 60 Kepala Keluarga (KK) ini muncul setelah pihak Mako Akademi TNI mengklaim memiliki hak pakai atas lahan seluas 16.170 meter persegi yang berlokasi di kawasan strategis ini.
Ketua Bidang Media Kerukunan Keluarga Besar Penghuni Kompleks Akabri (KKBPA) Viviet S. Putri mengatakan, sejak 30 Juni 2017 lalu, pihak Mako Akademi TNI mengundang beberapa warga untuk membicarakan rencana pengosongan rumah dengan alasan penempatan anggota aktif. Meski tidak ada kekerasan, warga menolak mentah-mentah berbagai upaya yang dilakukan tersebut karena kepemilikan lahan dan bangunan selama lebih dari 50 tahun ini berada di daerah tanpa status kepemilikan.
"Perumahan Akabri ini dibangun pada tahun 1963, dengan dana pembiayaan non-APBN dengan inisiatif dan pada masa jabatan Laksamana Pertama TNI Rahmat Soemengkar selaku Danjen TNI pertama. Adapun warga penghuni berlatar belakang kesatuan dari matra yang berbeda TNI AD, AL, AU dan POLRI," ujar Viviet dalam keterangan kepada SINDOnews, Jumat (18/8/2017).
Menurut Viviet, kepemilikan lahan dan bangunan di Kompleks Akabri ini, selama bertahun-tahun memang masih berstatus abu-abu, karena baik pihak Mako Akademi TNI maupun pihak warga yang telah menghuni selama lebih dari 50 tahun, sama-sama belum memiliki sertifikat kepemilikan. Dan kabarnya lahan ini awalnya memang merupakan tanah tak bertuan yang sebelumnya telah ditinggalkan pemiliknya dan saat itu masih berupa kandang pemeliharaan babi.
Seluruh biaya pemeliharaan, pembangunan, perbaikan, pembangunan fasum dan fasos merupakan hasil dari swadaya oleh warga penghuni.
Belakangan ini, pihak TNI terlihat terus melakukan provokasi ke warga dengan berbagai aksi yang diawali dengan memasang plang bertuliskan "Rumah Dinas Akademi TNI" disusul dengan diterbitkannya sertifikat hak pakai pada Januari 2017 lalu.
Ini menyebabkan penolakan keras pada warga penghuni yang merasa selama ini tidak pernah ada mediasi dan kesepakatan antara pihak Mako Akademi TNI dengan pihak penghuni, baik dalam pendataan maupun dalam pengukuran dan pendataan guna melakukan sertifikasi sepihak di BPN.
Kuasa hukum KKBPA telah mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 1 Agustus 2017. Ada tiga yang menjadi tuntutannya, pertama mempertanyakan dan mengugat keabsahan sertifikat hak pakai Mako Akademi TNI terhadap lahan dan bangunan Kompleks Akabri.
Kedua, menuntut pencabutan sertifikat hak pakai tersebut dan mengembalikan hak kepada warga penghuni sebagai pemilik sah. Ketiga, mengajukan keberatan dan menuntut keadilan dalam rencana pengalihan lahan terkait.
"Kami melihat adanya indikasi pihak developer telah menggunakan pendekatan ke institusi Mako Akademi TNI karena menilik dari area lahan yang ada sekarang letaknya jauh dari area kerja Mako Akademi TNI," kata Viviet.
Ketua Bidang Media Kerukunan Keluarga Besar Penghuni Kompleks Akabri (KKBPA) Viviet S. Putri mengatakan, sejak 30 Juni 2017 lalu, pihak Mako Akademi TNI mengundang beberapa warga untuk membicarakan rencana pengosongan rumah dengan alasan penempatan anggota aktif. Meski tidak ada kekerasan, warga menolak mentah-mentah berbagai upaya yang dilakukan tersebut karena kepemilikan lahan dan bangunan selama lebih dari 50 tahun ini berada di daerah tanpa status kepemilikan.
"Perumahan Akabri ini dibangun pada tahun 1963, dengan dana pembiayaan non-APBN dengan inisiatif dan pada masa jabatan Laksamana Pertama TNI Rahmat Soemengkar selaku Danjen TNI pertama. Adapun warga penghuni berlatar belakang kesatuan dari matra yang berbeda TNI AD, AL, AU dan POLRI," ujar Viviet dalam keterangan kepada SINDOnews, Jumat (18/8/2017).
Menurut Viviet, kepemilikan lahan dan bangunan di Kompleks Akabri ini, selama bertahun-tahun memang masih berstatus abu-abu, karena baik pihak Mako Akademi TNI maupun pihak warga yang telah menghuni selama lebih dari 50 tahun, sama-sama belum memiliki sertifikat kepemilikan. Dan kabarnya lahan ini awalnya memang merupakan tanah tak bertuan yang sebelumnya telah ditinggalkan pemiliknya dan saat itu masih berupa kandang pemeliharaan babi.
Seluruh biaya pemeliharaan, pembangunan, perbaikan, pembangunan fasum dan fasos merupakan hasil dari swadaya oleh warga penghuni.
Belakangan ini, pihak TNI terlihat terus melakukan provokasi ke warga dengan berbagai aksi yang diawali dengan memasang plang bertuliskan "Rumah Dinas Akademi TNI" disusul dengan diterbitkannya sertifikat hak pakai pada Januari 2017 lalu.
Ini menyebabkan penolakan keras pada warga penghuni yang merasa selama ini tidak pernah ada mediasi dan kesepakatan antara pihak Mako Akademi TNI dengan pihak penghuni, baik dalam pendataan maupun dalam pengukuran dan pendataan guna melakukan sertifikasi sepihak di BPN.
Kuasa hukum KKBPA telah mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 1 Agustus 2017. Ada tiga yang menjadi tuntutannya, pertama mempertanyakan dan mengugat keabsahan sertifikat hak pakai Mako Akademi TNI terhadap lahan dan bangunan Kompleks Akabri.
Kedua, menuntut pencabutan sertifikat hak pakai tersebut dan mengembalikan hak kepada warga penghuni sebagai pemilik sah. Ketiga, mengajukan keberatan dan menuntut keadilan dalam rencana pengalihan lahan terkait.
"Kami melihat adanya indikasi pihak developer telah menggunakan pendekatan ke institusi Mako Akademi TNI karena menilik dari area lahan yang ada sekarang letaknya jauh dari area kerja Mako Akademi TNI," kata Viviet.
(whb)