Kejar Pendapatan dari Kendaraan Penunggak Pajak, Pengamat: Tak Efektif
A
A
A
JAKARTA - Pengandangan terhadap kendaraan roda 4 ataupun roda 2 yang belum membayar pajak selama 3 tahun atau lebih untuk mengoptimalkan pendapatan daerah. Namun, hal itu dinilai tidak akan efektif.
Pengamat Transportasi Universitas Tarumanegara, Leksmono Suryo Putranto mengatakan, penindakan bagi penunggak pajak memang harus dilakukan. Tetapi harus terukur dan terarah. Menurutnya, apabila dilakukan sembarang, kebijakan tersebut tidak akan efektif.
"Apa yang membuat pemilik kendaraan bayar? Apa karena dikandangkan? Apa ada lahan luas sebagai tempat kendaraan hasil razia? Bagaimana mendeteksi kendaraan penunggak pajak? Nomor polisi asli saja bisa dibuat palsu dengan blanko asli dan yang tertandatangan tidak sesuai," kata Leksmono saat dihubungi, Kamis 10 Agustus 2017.
Leksmono menjelaskan, untuk mencapai target kebijakan, perencanaan harus terukur dan terarah. Misalnya, dalam kebijakan pajak berupa Tax Amnesty yang tujuanya untuk memberikan ampunan bagi penggelap pajak, hasilnya cukup membuat orang berbuat jujur meski masih ada pengemplang pajak.
Menurut Leksmono, masih adanya pengemplang pajak itu akibat sasaranya terlalu luas, tidak ada target yang diprioritaskan. Untuk itu, dia menyarankan, agar lebih baik kebijakan pengandangan kendaraan pribadi penunggak pajak dikhususkan bagi kendaran-kendaraan pribadi yang terbilang mewah.
"Kalau memang ingin menerapkan wajib pajak kendaraan, fokus target pajak tinggi kendaraan mewah, lakukan pendekatan dengan Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) mencari kendaraan mewah, itu jadi target penegakan hukum, jangan sembarang hasilnya tidak efektif," katanya.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) melalui Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI Jakarta bakal mengejar penunggak pajak kendaraan selama 3 tahun ke atas. Tidak hanya itu, penunggak pajak juga dikenakan denda Rp500.000 per hari bila kendaraannya tak diambil.
"Agustus ini masuk penindakan. Selain kami kandangkan, kami akan menerapkan denda Rp500.000 per hari kalau wajib pajak tidak juga melunasi untuk menebus kendaraannya," kata Kepala BPRD DKI Jakarta, Edi Sumantri di Jakarta, kemarin.
Pengamat Transportasi Universitas Tarumanegara, Leksmono Suryo Putranto mengatakan, penindakan bagi penunggak pajak memang harus dilakukan. Tetapi harus terukur dan terarah. Menurutnya, apabila dilakukan sembarang, kebijakan tersebut tidak akan efektif.
"Apa yang membuat pemilik kendaraan bayar? Apa karena dikandangkan? Apa ada lahan luas sebagai tempat kendaraan hasil razia? Bagaimana mendeteksi kendaraan penunggak pajak? Nomor polisi asli saja bisa dibuat palsu dengan blanko asli dan yang tertandatangan tidak sesuai," kata Leksmono saat dihubungi, Kamis 10 Agustus 2017.
Leksmono menjelaskan, untuk mencapai target kebijakan, perencanaan harus terukur dan terarah. Misalnya, dalam kebijakan pajak berupa Tax Amnesty yang tujuanya untuk memberikan ampunan bagi penggelap pajak, hasilnya cukup membuat orang berbuat jujur meski masih ada pengemplang pajak.
Menurut Leksmono, masih adanya pengemplang pajak itu akibat sasaranya terlalu luas, tidak ada target yang diprioritaskan. Untuk itu, dia menyarankan, agar lebih baik kebijakan pengandangan kendaraan pribadi penunggak pajak dikhususkan bagi kendaran-kendaraan pribadi yang terbilang mewah.
"Kalau memang ingin menerapkan wajib pajak kendaraan, fokus target pajak tinggi kendaraan mewah, lakukan pendekatan dengan Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) mencari kendaraan mewah, itu jadi target penegakan hukum, jangan sembarang hasilnya tidak efektif," katanya.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) melalui Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI Jakarta bakal mengejar penunggak pajak kendaraan selama 3 tahun ke atas. Tidak hanya itu, penunggak pajak juga dikenakan denda Rp500.000 per hari bila kendaraannya tak diambil.
"Agustus ini masuk penindakan. Selain kami kandangkan, kami akan menerapkan denda Rp500.000 per hari kalau wajib pajak tidak juga melunasi untuk menebus kendaraannya," kata Kepala BPRD DKI Jakarta, Edi Sumantri di Jakarta, kemarin.
(mhd)