Larangan Motor Diperluas, Pengamat Minta Angkutan Umum Dibenahi Dulu
A
A
A
JAKARTA - Perluasan larangan sepeda motor dari Jalan Merdeka Barat hingga Bundaran Senayan, Jakarta Selatan, dimaksudkan agar pengguna angkutan umum meningkat. Namun keinginan tersebut dinilai sulit terwujud lantaran kondisi angkutan umum belum mendukung.
Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti Nirwono Joga menilai kebijakan memperluas larangan sepeda motor hingga Bundaran Senayan belum pantas diberlakukan. Dia meminta perluasan larangan sepeda motor dan pembatasan kendaraan melalui sistem ganjil genap di kawasan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan ditunda hingga awal 2018 setelah pembangunan infrastruktur underpass, flyover, serta konstruksi light rail transit (LRT), mass rapid transit (MRT) selesai.
Saat bersamaan Pemprov DKI menerapkan e-Parking secara luas, zonasi parkir, dan pembangunan park and ride yang lebih banyak di lokasi strategis termasuk percepatan penerapan electronic road pricing (ERP). “Masih banyak pekerjaan rumah yang belum selesai. Pengendara sepeda motor dipindahkan ke jalur alternatif. Jalur alternatif yang mana? Semuanya sudah macet akibat pembangunan infrastruktur," ujar Nirwono, Rabu (9/8/2017.
Nirwono menjelaskan, pada 2014 Pemprov DKI telah mewacanakan penerapan larangan sepeda motor di Jalan Merdeka Barat hingga Bundaran Senayan. Tapi realisasinya hanya diberlakukan dari Jalan Merdeka Barat hingga Bundaran HI. Hal ini lantaran belum adanya revitalisasi angkutan umum dan kurangnya fasilitas pendukung lain.
Hingga saat ini, kata Nirwono, revitalisasi angkutan umum belum berjalan, khususnya bus sedang dan bus kecil. Pembangunan trotoar dan jalur sepeda hingga penambahan 1.000 bus sedang yang dijanjikan pun tak kunjung terlihat.
Sementara itu, pengendara sepeda motor Andri Nurcahyadi (32) berharap agar pemerintah menyediakan angkutan umum yang memudahkannya mencapai tempat kerja di kawasan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, apabila benar-benar ingin menerapkan kebijakan larangan sepeda motor hingga Bundaran Senayan.
"Saya pernah coba dari rumah naik angkutan umum, mau ke halte busway Blok M saja harus dua kali naik angkutan, sekali naik Rp5.000. Belum macetnya, bisa tiga kali lipat dari naik motor," kata pria yang tinggal di Bintaro, Jakarta Selatan itu.
Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti Nirwono Joga menilai kebijakan memperluas larangan sepeda motor hingga Bundaran Senayan belum pantas diberlakukan. Dia meminta perluasan larangan sepeda motor dan pembatasan kendaraan melalui sistem ganjil genap di kawasan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan ditunda hingga awal 2018 setelah pembangunan infrastruktur underpass, flyover, serta konstruksi light rail transit (LRT), mass rapid transit (MRT) selesai.
Saat bersamaan Pemprov DKI menerapkan e-Parking secara luas, zonasi parkir, dan pembangunan park and ride yang lebih banyak di lokasi strategis termasuk percepatan penerapan electronic road pricing (ERP). “Masih banyak pekerjaan rumah yang belum selesai. Pengendara sepeda motor dipindahkan ke jalur alternatif. Jalur alternatif yang mana? Semuanya sudah macet akibat pembangunan infrastruktur," ujar Nirwono, Rabu (9/8/2017.
Nirwono menjelaskan, pada 2014 Pemprov DKI telah mewacanakan penerapan larangan sepeda motor di Jalan Merdeka Barat hingga Bundaran Senayan. Tapi realisasinya hanya diberlakukan dari Jalan Merdeka Barat hingga Bundaran HI. Hal ini lantaran belum adanya revitalisasi angkutan umum dan kurangnya fasilitas pendukung lain.
Hingga saat ini, kata Nirwono, revitalisasi angkutan umum belum berjalan, khususnya bus sedang dan bus kecil. Pembangunan trotoar dan jalur sepeda hingga penambahan 1.000 bus sedang yang dijanjikan pun tak kunjung terlihat.
Sementara itu, pengendara sepeda motor Andri Nurcahyadi (32) berharap agar pemerintah menyediakan angkutan umum yang memudahkannya mencapai tempat kerja di kawasan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, apabila benar-benar ingin menerapkan kebijakan larangan sepeda motor hingga Bundaran Senayan.
"Saya pernah coba dari rumah naik angkutan umum, mau ke halte busway Blok M saja harus dua kali naik angkutan, sekali naik Rp5.000. Belum macetnya, bisa tiga kali lipat dari naik motor," kata pria yang tinggal di Bintaro, Jakarta Selatan itu.
(thm)