Hari Anak Nasional, KPAI: Kasus Pelanggaran Anak Makin Kompleks
A
A
A
JAKARTA - Dalam rangka Hari Anak Nasional (HAN) 2017, Wakil Ketua KPAI Susanto mengapreasiasi adanya kemajuan dalam penyelenggaraan anak. Namun, dia mengatakan, permasalahan anak hingga saat ini masih kompleks.
"Meski ada kemajuan dalam penyelenggaraan perlindungan anak, kasus pelanggaran anak masih kompleks. Trend kasus pelanggaran anak mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun, tahun 2014 mencapai 5.066 kasus. Tahun 2015, 4.309 kasus dan tahun 2016 mencapai 4.620 kasus," urai Susanto kepada SINDOnews, Minggu (23/7/2017).
Susanto melanjutkan, anak menjadi korban dan pelaku kekerasan masih menjadi persoalan serius. Kasus bullying, anak menjadi korban terorisme dan anak korban cyber serta pornografi menjadi cacatan penting.
"Khusus pornografi merupakan kasus yang perlu mendapatkan perhatian khusus. Data tahun 2016, anak korban pornografi mencapai 587. Hal ini menduduki rangking ke 3 setelah kasus anak berhadapan dg hukum mencapai 1.314 kasus dan kasus anak dalam bidang keluarga 857 kasus," lanjutnya.
Melihat kompleksitas kasus anak, kata Susanto, pekerjaan rumah cukup besar bagi Indonesia adalah bagaimana memastikan proteksi negara agar anak tidak terpapar pornografi, radikalisme serta tidak terpapar kejahatan berbasis cyber.
Susanto menambahkan, intervensi pencegahan dan penanganan terhadap anak masih menjadi pekerjaan rumah. Banyak lembaga layanan berbasis masyarakat, namun mengalami kendala SDM, pembiayaan bahkan sarana dan prasarana layanan.
"Dampaknya, maraknya korban pelanggaran anak di berbagai titik daerah kurang mendapatkan layanan penyelesaian secara komprehensif. Maka, memastikan perlindungan anak berbasis masyarakat bisa berjalan dengan baik merupakan keharusaan, agar kasus kejahatan dan pelanggaran anak di masyarakat bisa ditekan dan pembudayaan ramah anak bisa ditumbuhkan," tururnya.
"Meski ada kemajuan dalam penyelenggaraan perlindungan anak, kasus pelanggaran anak masih kompleks. Trend kasus pelanggaran anak mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun, tahun 2014 mencapai 5.066 kasus. Tahun 2015, 4.309 kasus dan tahun 2016 mencapai 4.620 kasus," urai Susanto kepada SINDOnews, Minggu (23/7/2017).
Susanto melanjutkan, anak menjadi korban dan pelaku kekerasan masih menjadi persoalan serius. Kasus bullying, anak menjadi korban terorisme dan anak korban cyber serta pornografi menjadi cacatan penting.
"Khusus pornografi merupakan kasus yang perlu mendapatkan perhatian khusus. Data tahun 2016, anak korban pornografi mencapai 587. Hal ini menduduki rangking ke 3 setelah kasus anak berhadapan dg hukum mencapai 1.314 kasus dan kasus anak dalam bidang keluarga 857 kasus," lanjutnya.
Melihat kompleksitas kasus anak, kata Susanto, pekerjaan rumah cukup besar bagi Indonesia adalah bagaimana memastikan proteksi negara agar anak tidak terpapar pornografi, radikalisme serta tidak terpapar kejahatan berbasis cyber.
Susanto menambahkan, intervensi pencegahan dan penanganan terhadap anak masih menjadi pekerjaan rumah. Banyak lembaga layanan berbasis masyarakat, namun mengalami kendala SDM, pembiayaan bahkan sarana dan prasarana layanan.
"Dampaknya, maraknya korban pelanggaran anak di berbagai titik daerah kurang mendapatkan layanan penyelesaian secara komprehensif. Maka, memastikan perlindungan anak berbasis masyarakat bisa berjalan dengan baik merupakan keharusaan, agar kasus kejahatan dan pelanggaran anak di masyarakat bisa ditekan dan pembudayaan ramah anak bisa ditumbuhkan," tururnya.
(mhd)