Bullying Bisa Dicegah dengan Melatih Anak Menghadapi Masalah
A
A
A
JAKARTA - Psikolog konseling M Iqbal, mengatakan, aksi bullying dapat dicegah dengan cara melatih anak menyelesaikan masalahnya sejak dini. Jangan sampai saat anak punya masalah malah merasa tidak diperhatikan.
Iqbal melihat aksi bullying atau perundungan sudah menjadi budaya remaja dewasa ini. Tindakan seperti itu bisa terjadi karena akses anak untuk mendapatkan pertolongan psikologis terbatas, khususnya saat anak memiliki masalah.
"Di sekolah umumnya guru BK (Bimbingan Konseling) bukan guru yang bisa diajak konseling psikologis, tapi malah menjadi orang yang menghukum anak itu," ujarnya saat berbicara dalam diskusi Polemik SINDOTrijaya FM bertajuk Berpihak pada Anak di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (22/7/2017).
Menurut Dekan Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana itu, perkembangan pertama anak di usia awal umumnya meniru, sebagaimana bullying. Hal itu terjadi bukan hanya salah dari lembaga pendidikan tapi juga orang tuanya. "Itu tanggung jawab bersama. Bukan hanya mencegah anak menjadi korban tapi juga mencegah anak menjadi pelaku," tuturnya.
Maka itu, kata Iqbal, anak harus dilatih untuk bisa menghadapi masalah. Dengan demikian, saat anak dewasa dan menikah lalu menghadapi masalah, mereka tidak lari dari masalah tersebut. Perlu diingat, saat anak memiliki masalah dan hendak mengadu, guru atau orang tua jangan sampai malah memarahinya dan menganggap remeh sehingga diabaikan.
"Misalnya, anak dijahili anak lain lalu dia mengadu ke orang tuanya. Banyak kasus bukan pelukan (yang didapat) tapi malah dibilang cengeng. Akibatnya, ke depan dia berdiam diri saat ada masalah," jelasnya.
Dampaknya, anak merasa lebih nyaman bertemu dengan anak sebaya atau orang lain. Celakanya, pergaulan anak punya pengaruh buruk, seperti geng motor. “Tapi karena dia merasa bisa mencurahkan masalahnya, akhirnya dia pun ikut terjerumus," ucapnya.
Iqbal melihat aksi bullying atau perundungan sudah menjadi budaya remaja dewasa ini. Tindakan seperti itu bisa terjadi karena akses anak untuk mendapatkan pertolongan psikologis terbatas, khususnya saat anak memiliki masalah.
"Di sekolah umumnya guru BK (Bimbingan Konseling) bukan guru yang bisa diajak konseling psikologis, tapi malah menjadi orang yang menghukum anak itu," ujarnya saat berbicara dalam diskusi Polemik SINDOTrijaya FM bertajuk Berpihak pada Anak di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (22/7/2017).
Menurut Dekan Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana itu, perkembangan pertama anak di usia awal umumnya meniru, sebagaimana bullying. Hal itu terjadi bukan hanya salah dari lembaga pendidikan tapi juga orang tuanya. "Itu tanggung jawab bersama. Bukan hanya mencegah anak menjadi korban tapi juga mencegah anak menjadi pelaku," tuturnya.
Maka itu, kata Iqbal, anak harus dilatih untuk bisa menghadapi masalah. Dengan demikian, saat anak dewasa dan menikah lalu menghadapi masalah, mereka tidak lari dari masalah tersebut. Perlu diingat, saat anak memiliki masalah dan hendak mengadu, guru atau orang tua jangan sampai malah memarahinya dan menganggap remeh sehingga diabaikan.
"Misalnya, anak dijahili anak lain lalu dia mengadu ke orang tuanya. Banyak kasus bukan pelukan (yang didapat) tapi malah dibilang cengeng. Akibatnya, ke depan dia berdiam diri saat ada masalah," jelasnya.
Dampaknya, anak merasa lebih nyaman bertemu dengan anak sebaya atau orang lain. Celakanya, pergaulan anak punya pengaruh buruk, seperti geng motor. “Tapi karena dia merasa bisa mencurahkan masalahnya, akhirnya dia pun ikut terjerumus," ucapnya.
(thm)