DPRD Desak Pemprov DKI Evaluasi Aturan Koefisien Lantai Bangunan
A
A
A
JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kembali menyorot nilai koefisien lantai bangunan (KLB) yang berlaku di wilayah DKI Jakarta. Kompensasi bagi pengembang dengan penambahan tinggi bangunan dinilai tidak transparan, karena faktanya banyak gedung-gedung yang melebihi batas maksimal. Karena itu, DPRD mendesak Pemprov DKI mengevaluasi aturan KLB.
KLB merupakan angka persentase perbandingan antara jumlah seluruh luas lantai bangunan yang dapat dibangun dengan luas lahan yang tersedia. Artinya, nilai KLB akan menentukan berapa luas lantai keseluruhan bangunan yang diperbolehkan untuk dibangun. Bisa dikatakan KLB adalah batas aman maksimal jumlah lantai bangunan yang diperbolehkan untuk dibangun.
Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Iman Satria, menyebutkan, ketentuan KLB sudah ditetapkan dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1/2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi (RDTR-PZ). Namun perda ini dipatahkan oleh Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 175/2015 tentang Pengenaan Kompensasi terhadap Pelampauan Nilai Koefisien Lantai Bangunan, sebagaimana diubah menjadi Pergub Nomor 251/2015 dan Pergub Nomor 119/2016. Bahkan terdapat Pergub Nomor 210/2016 yang mengizinkan kenaikan KLB tanpa ada batasan yang cukup jelas.
Hal ini ditengarai sebagai penyebab pengembang nekat membangun gedung lebih tinggi dari batas ketentuan. "Ada temuan bangunan diduga melebihi batas ketentuan. Letaknya di Jalan Pantai Indah Utara 2, Penjaringan, Jakarta Utara," ujar Iman Satria, di Jakarta, Sabtu (8/7/2017).
Menurut Iman, sesuai aturan lokasi sepanjang jalan tersebut hanya diperbolehkan membangun maksimal tiga lantai. Namun kenyataan di lapangan terdapat dua bangunan menjulang tinggi hingga enam dan 13 lantai. Padahal bangunan lain hanya tiga lantai.
Oleh karena itu, ia mendesak Pemprov DKI bertindak tegas membongkar bangunan tersebut menjadi tiga lantai. "Saya rasa harus dibongkar dari sekarang sebelum bangunan itu jadi. Buat apa ditetapkan di perda kalau boleh dilanggar," ungkapnya.
Sekretaris Komisi D DPRD DKI, Panji Virgianto, mengaku sudah berkomunikasi dengan pimpinan Komisi D untuk membahas transparansi penerimaan KLB. Sebab, selama ini Dewan tidak pernah diajak komunikasi oleh pemprov. "Semua harus transparan, sebab (penerimaan KLB) tidak masuk ke APBD," tegas dia.
KLB merupakan angka persentase perbandingan antara jumlah seluruh luas lantai bangunan yang dapat dibangun dengan luas lahan yang tersedia. Artinya, nilai KLB akan menentukan berapa luas lantai keseluruhan bangunan yang diperbolehkan untuk dibangun. Bisa dikatakan KLB adalah batas aman maksimal jumlah lantai bangunan yang diperbolehkan untuk dibangun.
Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Iman Satria, menyebutkan, ketentuan KLB sudah ditetapkan dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1/2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi (RDTR-PZ). Namun perda ini dipatahkan oleh Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 175/2015 tentang Pengenaan Kompensasi terhadap Pelampauan Nilai Koefisien Lantai Bangunan, sebagaimana diubah menjadi Pergub Nomor 251/2015 dan Pergub Nomor 119/2016. Bahkan terdapat Pergub Nomor 210/2016 yang mengizinkan kenaikan KLB tanpa ada batasan yang cukup jelas.
Hal ini ditengarai sebagai penyebab pengembang nekat membangun gedung lebih tinggi dari batas ketentuan. "Ada temuan bangunan diduga melebihi batas ketentuan. Letaknya di Jalan Pantai Indah Utara 2, Penjaringan, Jakarta Utara," ujar Iman Satria, di Jakarta, Sabtu (8/7/2017).
Menurut Iman, sesuai aturan lokasi sepanjang jalan tersebut hanya diperbolehkan membangun maksimal tiga lantai. Namun kenyataan di lapangan terdapat dua bangunan menjulang tinggi hingga enam dan 13 lantai. Padahal bangunan lain hanya tiga lantai.
Oleh karena itu, ia mendesak Pemprov DKI bertindak tegas membongkar bangunan tersebut menjadi tiga lantai. "Saya rasa harus dibongkar dari sekarang sebelum bangunan itu jadi. Buat apa ditetapkan di perda kalau boleh dilanggar," ungkapnya.
Sekretaris Komisi D DPRD DKI, Panji Virgianto, mengaku sudah berkomunikasi dengan pimpinan Komisi D untuk membahas transparansi penerimaan KLB. Sebab, selama ini Dewan tidak pernah diajak komunikasi oleh pemprov. "Semua harus transparan, sebab (penerimaan KLB) tidak masuk ke APBD," tegas dia.
(thm)