Warga Jakarta Keluhkan Prosedur Penanganan DBD
A
A
A
JAKARTA - Penangan demam berdarah dengue (DBD) di DKI Jakarta dikeluhkan warga. Pasalnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta baru akan melakukan pengasapan atau fogging setelah ada korban.
Seorang warga Kompleks sandang, Palmerah, Jakarta Barat, Rifna (60), mengeluhkan hal tersebut. Dirinya telah meminta kepada petugas kelurahan untuk melakukan fogging di tempatnya, yang merupakan indekos. Sebab penghuni mengeluhkan banyaknya nyamuk di indekos tersebut.
"Sudah saya minta. Tapi kata petugas kelurahan, SOP (Standar Operasional Prosedur)-nya harus ada korban dahulu, sementara pakai petugas jumantik (Juru Pemantau Jentik)," ucap Rifna saat ditemui KORAN SINDO, Kamis (1/6/2017).
Rifna mengaku, untuk kebersihan dirinya cukup intens menjaga lingkungan rumahnya. Sejumlah barang bekas ia masukan dalam satu kardus kulkas besar tertutup, barang berupa botol plastik dan kaca itu ia taruh di sebuah gudang.
Sementara terhadap sampah, setiap paginya Rifna rutin membuangnya di bak penampungan depan rumah untuk diambil petugas lingkungan hidup untuk dibawa ke tempat pembuangan sampah (TPS).
"Kami juga melakukan pengurasan terhadap pengurasan air tiap tiga hari, semua bak, toren air, maupun penampungan lainnya di kuras," ucap ibu empat anak ini.
Hal sama diucapkan, Badri (43), seorang warga di Kedaung Kaliangke, Cengkareng, Jakarta Barat. Nyamuk semakin tak terkontrol, setiap malamnya nyamuk berseliweran di rumah dan dalam kamar. Upaya penyemprotan dengan obat nyamuk tak mampu membuat nyamuk pergi.
Badri mengaku, dirinya sempat mengeluhkan hal ini kepada kelurahan, untuk dilakukan fooging. Namun oleh petugas, penyemprotan tak dilakukan sebelum adanya korban. "Katanya harus suspect dulu. Dan dipastikan endemik," keluhnya.
Sebenarnya kata Badri, penyemprotan fooging sudah pernah dilakukan oleh pihak pemerintah pada dua tahun lalu. Kala itu, seorang warganya kritis terbaring lemah di ruang icu RSUD Cengkareng. Seminggu setelah kejadian itu, barulah kelurahan melakukan fooging usai didesak oleh warga sekitar.
Camat Palmerah, Zery Ronazy mengaku, melakukan fooging tidak bisa dilakukan sembarang. Sebab harus dianalisis, salah satunya melaporkan apa adanya warga yang kena DBD atau tidak.
"Kalau memang banyak nyamuk, itu tandanya sekeling atau gotnya kumuh, dan itu harus dibersihkan," cetus Zery.
Zery sendiri mengakui dirinya tak bisa berbuat banyak mengenai aturan baku itu. Sebab ketentuan itu sudah merupakan SOP yang dilakukan pemerintah provinsi terhadap pencegahan demam berdarah.
Meski demikian, Zery mengaku laporan dan analisis demam berdarah bisa di sampaikan kepada petugas jumantik. Petugas ini nantinya akan melakukan pengecekan dan pendataan terhadap lingkungan.
"Apakah perlu fooging atau hanya bergotong royong membersihkan wilayah," tutupnya.
Seorang warga Kompleks sandang, Palmerah, Jakarta Barat, Rifna (60), mengeluhkan hal tersebut. Dirinya telah meminta kepada petugas kelurahan untuk melakukan fogging di tempatnya, yang merupakan indekos. Sebab penghuni mengeluhkan banyaknya nyamuk di indekos tersebut.
"Sudah saya minta. Tapi kata petugas kelurahan, SOP (Standar Operasional Prosedur)-nya harus ada korban dahulu, sementara pakai petugas jumantik (Juru Pemantau Jentik)," ucap Rifna saat ditemui KORAN SINDO, Kamis (1/6/2017).
Rifna mengaku, untuk kebersihan dirinya cukup intens menjaga lingkungan rumahnya. Sejumlah barang bekas ia masukan dalam satu kardus kulkas besar tertutup, barang berupa botol plastik dan kaca itu ia taruh di sebuah gudang.
Sementara terhadap sampah, setiap paginya Rifna rutin membuangnya di bak penampungan depan rumah untuk diambil petugas lingkungan hidup untuk dibawa ke tempat pembuangan sampah (TPS).
"Kami juga melakukan pengurasan terhadap pengurasan air tiap tiga hari, semua bak, toren air, maupun penampungan lainnya di kuras," ucap ibu empat anak ini.
Hal sama diucapkan, Badri (43), seorang warga di Kedaung Kaliangke, Cengkareng, Jakarta Barat. Nyamuk semakin tak terkontrol, setiap malamnya nyamuk berseliweran di rumah dan dalam kamar. Upaya penyemprotan dengan obat nyamuk tak mampu membuat nyamuk pergi.
Badri mengaku, dirinya sempat mengeluhkan hal ini kepada kelurahan, untuk dilakukan fooging. Namun oleh petugas, penyemprotan tak dilakukan sebelum adanya korban. "Katanya harus suspect dulu. Dan dipastikan endemik," keluhnya.
Sebenarnya kata Badri, penyemprotan fooging sudah pernah dilakukan oleh pihak pemerintah pada dua tahun lalu. Kala itu, seorang warganya kritis terbaring lemah di ruang icu RSUD Cengkareng. Seminggu setelah kejadian itu, barulah kelurahan melakukan fooging usai didesak oleh warga sekitar.
Camat Palmerah, Zery Ronazy mengaku, melakukan fooging tidak bisa dilakukan sembarang. Sebab harus dianalisis, salah satunya melaporkan apa adanya warga yang kena DBD atau tidak.
"Kalau memang banyak nyamuk, itu tandanya sekeling atau gotnya kumuh, dan itu harus dibersihkan," cetus Zery.
Zery sendiri mengakui dirinya tak bisa berbuat banyak mengenai aturan baku itu. Sebab ketentuan itu sudah merupakan SOP yang dilakukan pemerintah provinsi terhadap pencegahan demam berdarah.
Meski demikian, Zery mengaku laporan dan analisis demam berdarah bisa di sampaikan kepada petugas jumantik. Petugas ini nantinya akan melakukan pengecekan dan pendataan terhadap lingkungan.
"Apakah perlu fooging atau hanya bergotong royong membersihkan wilayah," tutupnya.
(mhd)