IPW Sebut Teror di Kampung Melayu Serangan Terbesar Terhadap Polisi
A
A
A
JAKARTA - Teror bom di Kampung Melayu Jakarta Timur membuktikan aksi perang teroris terhadap Polri semakin nyata dan serangan tersebut terbesar yang pernah dialami Polri dalam sejarah terorisme di Indonesia. Maka itu, segenap anggota Polri diharapkan semakin meningkatkan kewaspadaan, terutama para polisi yang bertugas di lapangan.
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengatakan, IPW turut berduka atas serangan terhadap anggota Polri dan masyarakat itu. IPW mencatat pada Desember 2015 Mabes Polri pernah mengingatkan para Kapolda dan Kapolres agar meningkatkan kewaspadaan yang tinggi terhadap penjagaan markas komando maupun para personelnya atas serangan bom bunuh diri dari ransel maupun bom lempar.
"Setelah peringatan itu sempat terjadi beberapa kali serangan terhadap kantor polisi maupun anggota polisi di jalanan. Namun, korbannya tidak sebanyak dalam serangan teror bom di Kampung Melayu," ujarnya pada SINDOnews, Jumat (26/5/2017).
Menurutnya, serangan teror di Kampung Melayu merupakan serangan terbesar yang pernah dialami Polri dalam sejarah terorisme di Indonesia. Sebab, ada 3 polisi tewas dan 5 polisi luka serta 5 warga luka dalam serangan teror di Kampung Melayu.
Jika ada pihak-pihak tertentu yang menuding, kata dia, peristiwa Kampung Melayu itu sebagai sebuah rekayasa untuk pencitraan, tudingan itu terlalu naif. Dari fakta di lapangan, terlihat aksi itu sebuah serangan teror yang khusus ditujukan kepada anggota Polri.
"Momentum yang digunakan teroris itu rencana pawai obor menyambut Ramadan. Saat itu polisi berkumpul untuk menjaga keamanan dan kemudian diserang," katanya.
Dari kasus Kampung Melayu, bebernya, terlihat para teroris semakin agresif dan nekat melakukan perang terbuka terhadap Polri. Bagaimana pun hal ini perlu diantisipasi Polri agar anggotanya tidak kembali menjadi bulan bulanan teroris.
Neta menerangkan, jaringan dan otak serangan itu harus segera diungkap dan ditangkap. Sepertinya para pelaku bom bunuh diri itu juga korban karena bisa jadi bom itu diremot oleh aktor intelektual pelaku teroris. Selain itu bukan mustahil bom Kampung Melayu merupakan bagian kecil dari serangan aksi teror global.
Pasalnya, papar Neta, sebelumnya juga terjadi aksi serangan teror bom di sejumlah negara. Hanya saja pelaku teror di Indonesia tergolong pengecut. Setelah melakukan serangan mereka tidur tanpa ada pernyataan atau tuntutan apa pun.
"Berbeda dengan sejumlah serangan teror di negara lain, pihak penyerang langsung menyatakan bertanggungjawab. Akibat serangan gelap ini, setiap kali muncul aksi teror selalu muncul isu atau spekulasi, aksi teror itu merupakan rekayasa untuk pencitraan," katanya.
Ujungnya, tambah Neta, berkembang polemik di kalangan anak bangsa, sementara para teroris terus beraksi dengan ganasnya. Maka itu, IPW berharap Polri tidak terpengaruh dengan polemik tersebut dan terus bekerja keras memburu dan menangkap otak pelaku teror.
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengatakan, IPW turut berduka atas serangan terhadap anggota Polri dan masyarakat itu. IPW mencatat pada Desember 2015 Mabes Polri pernah mengingatkan para Kapolda dan Kapolres agar meningkatkan kewaspadaan yang tinggi terhadap penjagaan markas komando maupun para personelnya atas serangan bom bunuh diri dari ransel maupun bom lempar.
"Setelah peringatan itu sempat terjadi beberapa kali serangan terhadap kantor polisi maupun anggota polisi di jalanan. Namun, korbannya tidak sebanyak dalam serangan teror bom di Kampung Melayu," ujarnya pada SINDOnews, Jumat (26/5/2017).
Menurutnya, serangan teror di Kampung Melayu merupakan serangan terbesar yang pernah dialami Polri dalam sejarah terorisme di Indonesia. Sebab, ada 3 polisi tewas dan 5 polisi luka serta 5 warga luka dalam serangan teror di Kampung Melayu.
Jika ada pihak-pihak tertentu yang menuding, kata dia, peristiwa Kampung Melayu itu sebagai sebuah rekayasa untuk pencitraan, tudingan itu terlalu naif. Dari fakta di lapangan, terlihat aksi itu sebuah serangan teror yang khusus ditujukan kepada anggota Polri.
"Momentum yang digunakan teroris itu rencana pawai obor menyambut Ramadan. Saat itu polisi berkumpul untuk menjaga keamanan dan kemudian diserang," katanya.
Dari kasus Kampung Melayu, bebernya, terlihat para teroris semakin agresif dan nekat melakukan perang terbuka terhadap Polri. Bagaimana pun hal ini perlu diantisipasi Polri agar anggotanya tidak kembali menjadi bulan bulanan teroris.
Neta menerangkan, jaringan dan otak serangan itu harus segera diungkap dan ditangkap. Sepertinya para pelaku bom bunuh diri itu juga korban karena bisa jadi bom itu diremot oleh aktor intelektual pelaku teroris. Selain itu bukan mustahil bom Kampung Melayu merupakan bagian kecil dari serangan aksi teror global.
Pasalnya, papar Neta, sebelumnya juga terjadi aksi serangan teror bom di sejumlah negara. Hanya saja pelaku teror di Indonesia tergolong pengecut. Setelah melakukan serangan mereka tidur tanpa ada pernyataan atau tuntutan apa pun.
"Berbeda dengan sejumlah serangan teror di negara lain, pihak penyerang langsung menyatakan bertanggungjawab. Akibat serangan gelap ini, setiap kali muncul aksi teror selalu muncul isu atau spekulasi, aksi teror itu merupakan rekayasa untuk pencitraan," katanya.
Ujungnya, tambah Neta, berkembang polemik di kalangan anak bangsa, sementara para teroris terus beraksi dengan ganasnya. Maka itu, IPW berharap Polri tidak terpengaruh dengan polemik tersebut dan terus bekerja keras memburu dan menangkap otak pelaku teror.
(ysw)