Dikaitkan dengan Chat Mesum, Kuasa Hukum: Ada Upaya Kriminalisasi Habib Rizieq
A
A
A
JAKARTA - Kuasa Hukum Habib Rizieq Shihab, Kapitra Ampera mengatakan, salah satu saksi yang juga dimintai keterangan dalam perkara chat berkonten pornografi, Fatimah Husein Assegaf alias Kak Ema keberatan dikaitkan dengan fitnah keji tersebut.
Kapitra menerangkan, kepada media Kak Ema juga menyatakan bahwa ia tidak mengetahui mengenai percakapan via telpon secara monolog yang diduga merupakan curhatan dari Firza Husain.
"Kak Emma juga menyatakan bahwa hubungan Habib Rizieq dan Firza adalah hubungan Pengajar dengan Murid, karena Firza kerap kali mengikuti pengajian Habib Rizieq, Di luar itu kak Ema tidak mengetahui apapun dan keberatan ia harus dikait-kaitkan dengan fitnah tersebut," kata Kapitra saat dihubungi SINDOnews, Sabtu (20/5/2017).
"Kepada media Kak Ema juga mengatakan bahwa selama proses BAP sebanyak 3 kali, para penyidik memberikan tekanan psikologis kepadanya agar membenarkan segala yang dituduhkan kepada Habib Rizieq yang ia sama sekali tidak mengetahui hal itu," sambungnya.
Kapitra menambahkan, tekanan yang dilakukan kepada saksi ini merupakan bentuk Kejahatan, dan melanggar ketentuan pasal 117 KUHAP, yang memberikan jaminan kepada saksi dalam memberikan keterangan kepada penyidik tanpa tekanan dari siapapun dan bentuk apapun.
"Sangat terang dan tidak terbantahkan, saksi telah membuktikan bahwa penyidik dengan segala upaya yang terstruktur dan sistematis berupaya mengkriminalisasi Habib Rizieq," terangnya.
Terhadap Habib Rizieq telah dilakukan pemanggilan sebagai saksi dalam perkara ini. Namun, oleh karena Habib Rizieq masih dalam kegiatan melaksanakan Ibadah Umrah, maka ia belum bisa hadir untuk memberikan keterangannya di depan penyidikan.
Andaipun pihak penyidik benar-benar membutuhkan keterangannya, KUHAP telah memberikan peluang sebagaimana ketentuan pasal 113 KUHAP mendatangi saksi untuk mengambil keterangannya. Sehingga tidak ada halangan untuk proses hukum tetap berjalan.
"Namun, perlulah dikaji seberapa urgent kebutuhan keterangan Habib Rizieq dalam perkara ini. Menurut ketentuan pasal 1 angka 27 KUHAP bahwa keterangan saksi adalah keterangan tentang apa dilihat, didengar, atau
dialami saksi tentang suatu tindak pidana, sementara Habib Rizieq tidak memiliki pengetahuan tentang dugaan chating berkonten pornografi tersebut," tambahnya.
"Maka, yang terjadi pada pemeriksaan Kak Emma, tentunya sangat mungkin pemeriksaan Habib Rizieq akan dilakukan dengan cara yang sama, dengan berbagai tekanan dan diarahkan agar ia membenarkan segala yang dituduhkan terhadapnya," kata Tim Advokasi GNPF MUI itu.
Kapitra menambahkan, penyidikan atas perkara ini juga tidak didasarkan atas laporan dari seseorang, siapa yang menjadi korban, dan kepentingan siapa dan apa yang terganggu atasnya.
"Hal ini menambah keyakinan bahwa ada invisible power yang berupaya untuk mengkriminalisasi Habib Rizieq. Jika mau bersikap adil, sangat banyak pada teknologi di media sosial, perilaku masyarakat bahkan public figure yang melanggar ketentuan UU Pornografi dan UU ITE, namun tidak dilakukan upaya penertiban sebagaimana yang dilakukan terhadap dugaan kasus ini," tegasnya.
Kapitra menerangkan, bahwa pada hakekatnya hukum bertujuan untuk mengatur kepentingan dan ketertiban masyarakat. Segala proses hukum terhadap dugaan Tindak Pidana ini diharapkan dapat diproses dengan seadil-adilnya, dalam koridor hukum agar tercapainya kepastian hukum.
"Hal ini mesti dijaga untuk mencari kebenaran yang berkeadilan (Secundum aequum et bonum) dan menghindari prasangka adanya Law Enforcement by order dalam kasus ini," ujar Kapitra.
Kapitra menerangkan, kepada media Kak Ema juga menyatakan bahwa ia tidak mengetahui mengenai percakapan via telpon secara monolog yang diduga merupakan curhatan dari Firza Husain.
"Kak Emma juga menyatakan bahwa hubungan Habib Rizieq dan Firza adalah hubungan Pengajar dengan Murid, karena Firza kerap kali mengikuti pengajian Habib Rizieq, Di luar itu kak Ema tidak mengetahui apapun dan keberatan ia harus dikait-kaitkan dengan fitnah tersebut," kata Kapitra saat dihubungi SINDOnews, Sabtu (20/5/2017).
"Kepada media Kak Ema juga mengatakan bahwa selama proses BAP sebanyak 3 kali, para penyidik memberikan tekanan psikologis kepadanya agar membenarkan segala yang dituduhkan kepada Habib Rizieq yang ia sama sekali tidak mengetahui hal itu," sambungnya.
Kapitra menambahkan, tekanan yang dilakukan kepada saksi ini merupakan bentuk Kejahatan, dan melanggar ketentuan pasal 117 KUHAP, yang memberikan jaminan kepada saksi dalam memberikan keterangan kepada penyidik tanpa tekanan dari siapapun dan bentuk apapun.
"Sangat terang dan tidak terbantahkan, saksi telah membuktikan bahwa penyidik dengan segala upaya yang terstruktur dan sistematis berupaya mengkriminalisasi Habib Rizieq," terangnya.
Terhadap Habib Rizieq telah dilakukan pemanggilan sebagai saksi dalam perkara ini. Namun, oleh karena Habib Rizieq masih dalam kegiatan melaksanakan Ibadah Umrah, maka ia belum bisa hadir untuk memberikan keterangannya di depan penyidikan.
Andaipun pihak penyidik benar-benar membutuhkan keterangannya, KUHAP telah memberikan peluang sebagaimana ketentuan pasal 113 KUHAP mendatangi saksi untuk mengambil keterangannya. Sehingga tidak ada halangan untuk proses hukum tetap berjalan.
"Namun, perlulah dikaji seberapa urgent kebutuhan keterangan Habib Rizieq dalam perkara ini. Menurut ketentuan pasal 1 angka 27 KUHAP bahwa keterangan saksi adalah keterangan tentang apa dilihat, didengar, atau
dialami saksi tentang suatu tindak pidana, sementara Habib Rizieq tidak memiliki pengetahuan tentang dugaan chating berkonten pornografi tersebut," tambahnya.
"Maka, yang terjadi pada pemeriksaan Kak Emma, tentunya sangat mungkin pemeriksaan Habib Rizieq akan dilakukan dengan cara yang sama, dengan berbagai tekanan dan diarahkan agar ia membenarkan segala yang dituduhkan terhadapnya," kata Tim Advokasi GNPF MUI itu.
Kapitra menambahkan, penyidikan atas perkara ini juga tidak didasarkan atas laporan dari seseorang, siapa yang menjadi korban, dan kepentingan siapa dan apa yang terganggu atasnya.
"Hal ini menambah keyakinan bahwa ada invisible power yang berupaya untuk mengkriminalisasi Habib Rizieq. Jika mau bersikap adil, sangat banyak pada teknologi di media sosial, perilaku masyarakat bahkan public figure yang melanggar ketentuan UU Pornografi dan UU ITE, namun tidak dilakukan upaya penertiban sebagaimana yang dilakukan terhadap dugaan kasus ini," tegasnya.
Kapitra menerangkan, bahwa pada hakekatnya hukum bertujuan untuk mengatur kepentingan dan ketertiban masyarakat. Segala proses hukum terhadap dugaan Tindak Pidana ini diharapkan dapat diproses dengan seadil-adilnya, dalam koridor hukum agar tercapainya kepastian hukum.
"Hal ini mesti dijaga untuk mencari kebenaran yang berkeadilan (Secundum aequum et bonum) dan menghindari prasangka adanya Law Enforcement by order dalam kasus ini," ujar Kapitra.
(ysw)