Masih Dirampungkan, Ini Materi Banding Ahok
A
A
A
JAKARTA - Tim kuasa hukum terpidana kasus penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) hingga saat ini masih melakukan perampungan memori banding dalam perkara tersebut. Dalam materi bandingnya itu, ada sekitar 22 poin yang sudah tercatat.
Salah seorang kuasa hukum Ahok, I Wayan Sudirta mengatakan, ada 22 point yang sudah tercatat dalam memori banding yang bakal diajukan ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Pertama, soal penahanan kliennya, kedua tentang pasal yang digunakan dalam kasus Ahok.
Di dalam Pasal 156a KUHP, yang mana judul undang-undangnya untuk pencegahan. Seharusnya, Ahok diberikan peringatan, tapi kliennya tidak mendapatkannya. Dalam sidang, jaksa menuntut Ahok dengan pasal 156, sedang hakim melandaskan vonisnya berdasarkan pasal 156a.
"Apakah memang ini (156a) yang terbukti bukan Pasal 156, karena kata jaksa Pasal 156. Kalau kata kita 156a dan 156 tidak terbukti keduanya," jelasnya saat dihubungi, Rabu (17/5/2017).
Ketiga, kata dia, unsur kesengajaan, yang mana unsur kesengajaan itu sulit untuk dibuktikan. Menurut dia, kliennya tak mungkin sengaja menghina Alquran da ulama karena Ahok memiliki keluarga dan saudara yang juga dari kalangan muslim.
"Sengaja saja sulit, apalagi niat. Kalau sengaja bisa diraba, kalau niat kan sesuatu yang tak tampak. Masa ada niat, wong dia mengumrohkan penjaga masjid, penjaga kuburan, membangun masjid juga," tuturnya.
Selain itu, kata dia, poin yang dimasukkan dalam memori bandingnya pun menyangkut alat-alat bukti, saksi, dan ahli. Bahkan, persoalan Buni Yani masuk dalam memori bandingnya karena dalam sidang pun, jaksa menyatakan Buni Yani lah yang membuat keresahan.
"Unggahan Buni Yani itu membuat masyarakat resah. Kenapa, karena unggahan itu berisi potongan. Kata pakai dihilangkan sehingga menimbulkan tafsiran yang membuat amarah. Ditambah komentarnya, orang jadi marah," katanya.
Dia menambahkan, poin selanjutnya terkait Pasal 50 KUHP. Orang yang melaksanakan UU itu seharusnya tidak dapat dihukum. Di Pulau Seribu, Ahok tengah melakukan tugasnya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui program budidaya ikan kerapu. Ahok lantas berpidato dengan mencontoh elite politik, namun pidato Ahok malah ditafsirkan telah menyerang agama dan ulama.
Salah seorang kuasa hukum Ahok, I Wayan Sudirta mengatakan, ada 22 point yang sudah tercatat dalam memori banding yang bakal diajukan ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Pertama, soal penahanan kliennya, kedua tentang pasal yang digunakan dalam kasus Ahok.
Di dalam Pasal 156a KUHP, yang mana judul undang-undangnya untuk pencegahan. Seharusnya, Ahok diberikan peringatan, tapi kliennya tidak mendapatkannya. Dalam sidang, jaksa menuntut Ahok dengan pasal 156, sedang hakim melandaskan vonisnya berdasarkan pasal 156a.
"Apakah memang ini (156a) yang terbukti bukan Pasal 156, karena kata jaksa Pasal 156. Kalau kata kita 156a dan 156 tidak terbukti keduanya," jelasnya saat dihubungi, Rabu (17/5/2017).
Ketiga, kata dia, unsur kesengajaan, yang mana unsur kesengajaan itu sulit untuk dibuktikan. Menurut dia, kliennya tak mungkin sengaja menghina Alquran da ulama karena Ahok memiliki keluarga dan saudara yang juga dari kalangan muslim.
"Sengaja saja sulit, apalagi niat. Kalau sengaja bisa diraba, kalau niat kan sesuatu yang tak tampak. Masa ada niat, wong dia mengumrohkan penjaga masjid, penjaga kuburan, membangun masjid juga," tuturnya.
Selain itu, kata dia, poin yang dimasukkan dalam memori bandingnya pun menyangkut alat-alat bukti, saksi, dan ahli. Bahkan, persoalan Buni Yani masuk dalam memori bandingnya karena dalam sidang pun, jaksa menyatakan Buni Yani lah yang membuat keresahan.
"Unggahan Buni Yani itu membuat masyarakat resah. Kenapa, karena unggahan itu berisi potongan. Kata pakai dihilangkan sehingga menimbulkan tafsiran yang membuat amarah. Ditambah komentarnya, orang jadi marah," katanya.
Dia menambahkan, poin selanjutnya terkait Pasal 50 KUHP. Orang yang melaksanakan UU itu seharusnya tidak dapat dihukum. Di Pulau Seribu, Ahok tengah melakukan tugasnya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui program budidaya ikan kerapu. Ahok lantas berpidato dengan mencontoh elite politik, namun pidato Ahok malah ditafsirkan telah menyerang agama dan ulama.
(mhd)