Pelapor Kasus Penistaan Agama Kecewa dengan Tuntutan Jaksa
A
A
A
PADANGSIDIMPUAN - Pelapor kasus penodaan agama yang dilakukan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ke Polres Padangsidimpuan kecewa dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). Karena, tuntutan satu tahun penjara dengan dua tahun masa percobaan tidak masuk akal.
Hal itu disampaikan oleh Muhammad Asroi Saputra, salah seorang pelapor kasus penistaan agama. Dia mengatakan, dalam dakwaan JPU sudah yakin, kalau Ahok terbukti melakukan penodaan agama dengan menyebut "dibohongi pakai Surat Al Maidah 51" saat bertemu dengan warga di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, pada 27 September 2016.
"Saya melihat penegakan hukum di negara ini telah rontok dan tidak realistis jika terdakwa yang telah membuat gaduh di bangsa ini hanya dituntut percobaan," ujar Asroi di Padangsidimpuan, Jumat (21/4/2017).
Dia juga menilai, kalau jaksa tidak profesional dalam menangani permasalahan tersebut. Padahal pada sidang sebelumnya sudah sangat yakin bahwa terdakwa Ahok terbukti melakukan penodaan agama.
"Saya menduga kekuatan tangan jahat yang menorehkan tinta di surat tuntutan JPU. Sehingga tertulis satu tahun penjara dengan (masa) percobaan dua tahun," ujarnya.
Dia berharap, majelis hakim selaku 'wakil Tuhan' di dunia ini, agar tetap menjunjung tinggi hukum dan keadilan. Pernyataan yang sama juga datang dari Ketua HMI Cabang Padangsidimpuan, Amiruddin Laoly.
Dia mengatakan, keputusan JPU tersebut mengindikasikan bahwa hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah. "Dalam kondisi yang sudah mulai kondusip, jangan lagi dipancing-pancing kemarahan umat Islam," ujarnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, dugaan adanya kejanggalan dalam proses pembacaan ketupusan JPU sudah terlihat ketika JPU beralasan tuntutan belum siap diketik.
"Di situ saja kita sudah curiga. Pada setiap sidang di pengadilan, hakim selalu memberi waktu kepada JPU untuk menyiapkan tuntutan sehingga alasan tuntutan belum siap diketik tak masuk akal," paparnya.
Menurut dia, kasus penistaan agama ini bukan masalah biasa. "Tindakan penistaan agama itu bukan tindak pidana ringan," katanya.
Hal itu disampaikan oleh Muhammad Asroi Saputra, salah seorang pelapor kasus penistaan agama. Dia mengatakan, dalam dakwaan JPU sudah yakin, kalau Ahok terbukti melakukan penodaan agama dengan menyebut "dibohongi pakai Surat Al Maidah 51" saat bertemu dengan warga di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, pada 27 September 2016.
"Saya melihat penegakan hukum di negara ini telah rontok dan tidak realistis jika terdakwa yang telah membuat gaduh di bangsa ini hanya dituntut percobaan," ujar Asroi di Padangsidimpuan, Jumat (21/4/2017).
Dia juga menilai, kalau jaksa tidak profesional dalam menangani permasalahan tersebut. Padahal pada sidang sebelumnya sudah sangat yakin bahwa terdakwa Ahok terbukti melakukan penodaan agama.
"Saya menduga kekuatan tangan jahat yang menorehkan tinta di surat tuntutan JPU. Sehingga tertulis satu tahun penjara dengan (masa) percobaan dua tahun," ujarnya.
Dia berharap, majelis hakim selaku 'wakil Tuhan' di dunia ini, agar tetap menjunjung tinggi hukum dan keadilan. Pernyataan yang sama juga datang dari Ketua HMI Cabang Padangsidimpuan, Amiruddin Laoly.
Dia mengatakan, keputusan JPU tersebut mengindikasikan bahwa hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah. "Dalam kondisi yang sudah mulai kondusip, jangan lagi dipancing-pancing kemarahan umat Islam," ujarnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, dugaan adanya kejanggalan dalam proses pembacaan ketupusan JPU sudah terlihat ketika JPU beralasan tuntutan belum siap diketik.
"Di situ saja kita sudah curiga. Pada setiap sidang di pengadilan, hakim selalu memberi waktu kepada JPU untuk menyiapkan tuntutan sehingga alasan tuntutan belum siap diketik tak masuk akal," paparnya.
Menurut dia, kasus penistaan agama ini bukan masalah biasa. "Tindakan penistaan agama itu bukan tindak pidana ringan," katanya.
(mhd)