Kuasa Hukum Ahok Minta JPU dan Hakim Persingkat Durasi Kesaksian Ahlinya

Rabu, 29 Maret 2017 - 16:28 WIB
Kuasa Hukum Ahok Minta...
Kuasa Hukum Ahok Minta JPU dan Hakim Persingkat Durasi Kesaksian Ahlinya
A A A
JAKARTA - Tim kuasa hukum terdakwa dugaan kasus penistaan agama, Basuk T Purnama (Ahok) mendesak majelis hakim dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk mempersingkat waktu kesaksian ahlinya di persidangan. Sebab, kuasa hukum Ahok khawatir semua saksinya tak bisa dihadirkan semua jika berlama-lama.

Sebelum ahli psikologi sosial yang juga Direktur Pusat Kajian Representasi Sosial dan Laboratorium Psikologi Sosial Eropa, Risa Permana Deli memberikan keterangan di sidang ke 16 ini, tim kuasa hukum terdakwa Ahok memberikan usul di persidangan.

Tim kuasa hukum Ahok menyebutkan, ahli yang hendak dihadirkannyabke persidangan masib ada enam orang lagi. Bila satu saksi memakan waktu hampir empat jam lamanya, seperti ahli bahasa Bambang Kaswanti Purwo, maka semua ahlinya tak bisa dihadirkan mengingat majelis hakim membatasi sidang hanya sampai pukul 24.00 WIB saja.

"Sisa ahli kami tinggal enam orang dengan ini. Satu ahli ini 1,5 jam. Kami mohon bantuan majelis dan memungkinkan satu ahli kita selesikan 1,5 jam untuk semua pihak, majelis hakim, penasihat hukum dan JPU," desak tim kuasa hukum Ahok di Kementan, Jakarta Selatan, Rabu (29/3/2017).

Menanggapi itu, Ketua JPU Ali Mukartono menerangkan, persidangan yang sesungguhnya itu mencari kebenaran materil sehingga tidak bisa dipatok oleh target waktu sebagaimana yang disampaikan tim kuasa hukum Ahok.

"Persidangan ini mencari kebenaran materil. Kalau ahli 1,5 jam sudah tercapai (memberikan keterangan) selesai. Kalau itu jangan kaku," kata Ali.

Ketua majelis hakim Dwiarso Budi Santiarto pun menyetujui keinginan kuasa hukum Ahok untuk memeriksa satu saksi sekitar 1,5 jam dengan catatan, bila ada ahli yang keterangannya perlu didalami, dia meminta untuk tetap dilanjutkan kesaksiannya itu.

"Kami prisnsipnya menyetujui, tapi kalau lewat sedikit mengejar penjelasan kita lanjutkan untuk kejernihan," kata Dwiarso.

Usai itu, tim kuasa hukum Ahok pun menghadirkan saksi ahli Psikologi Sosial, Risa Permana. Risa lantas berpendapat, dari segi psikologi sosial, apa yang dibicarakan Ahok di Kepulauan Seribu bukanlah menyangkut agama ataupun Pilkada.

"Yang dipersoalkan terdakwa bukan masalah agama, pilkada tapi dia mempersoalkan iklim pilkada," paparnya.

Risa menilai, dalam pidato Ahok tersebut, si pembicara mencoba menjelaskan soal iklim Pilkada yang akan dihadapi terdakwa. Adapun iklim Pilkada yang dimaksudkan bisa jadi tak sesuai dengan apa yang seharusnya berjalan. "Jadi ini soal iklim Pilkada," katanya.

Dia menganggap, selama ini tuduhan pada Ahok dipahami secara bias, banyak yang memahami masalah Ahok hanya seputar Pilkada, kata pakai dan agama. Padahal, ada konteks lain yang perlu dipertimbangkan untuk memahami pidato Ahok.

"Kita perlu melihat kalimat tersebut itu diucapkan, bagaimana diucapkan, bahkan reaksi masyarakat itu sendiri," jelasnya.

Maka itu, bebernya, dia menilai apa yang diucapkan Ahok di Kepulauan Seribu bukan bentuk penodaan agama. "Jadi mengutip Al Maidah bukan desakralisasi agama," imbuhnya.

Apalagi, tambah Risa, saat pidato warga puk bertepuk tangan menandakan penerimaan warga terhadap apa yang disampaikan Ahok.
(ysw)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1892 seconds (0.1#10.140)