Diduga Korupsi Rumah Tidak Layak Huni, Eks Ketua PNPM Bekasi Ditahan
A
A
A
BEKASI - Kejari Cikarang menahan mantan Ketua Unit Pelaksana Kerja (UPK) Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan Alamsyah. Alamsyah ditangkap terkait penyalahgunaan anggaran program Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu) tahun anggaran 2015 di Cikarang Timur.
Sebelum digiring ke Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Bulak Kapal, Bekasi Timur, Kota Bekasi, Alamsyah sempat diperiksa sebagai saksi pada pukul 10.00 WIB. Setelah empat jam diperiksa, penyidik menetapkan Alamsyah sebagai tersangka dan melakukan penahanan guna kepentingan penyelidikan.
"Kami titipkan tersangka selama 20 hari ke depan di Lapas Bulak Kapal," ujar Kasie Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Cikarang Rudy Panjaitan, Rabu (15/3/2017). Menurut dia, penahanan Alamsyah untuk memudahkan penyidikan dalam kasus Rutilahu yang merugikan negara miliaran rupiah.
Rudy mengatakan, Alamsyah sudah beberapa kali diperiksa sebagai saksi dalam kasus ini. Namun dalam penyelidikan terakhir, Alamsyah terbukti terlibat dalam dugaan penyalahgunaan anggaran Rutilahu sebesar Rp3 miliar. Adapun perbuatan tersangka merugikan negara sebesar Rp1 miliar.
Modus penyalahgunaannya adalah tersangka tidak menyetor uang sebesar Rp15 juta kepada masyarakat untuk digunakan dalam perbaikan rumah. Pelaku Alamsyah, malah mengelola keuangan itu secara mandiri.
Seharusnya, uang bantuan itu diterima warga langsung, yang terjadi malahan dikelola sendiri. Hingga saat ini, pihaknya belum bisa menjelaskan secara mendalam terkait kasus dugaan korupsi ini. Penyidik, masih melakukan pemeriksaan terhadap tersangka guna mengusut dugaan keterlibatan oknum lainnya.
Tim Penyidik Kejaksaan Negeri Cikarang, Dimas menambahkan, warga menyebut adanya pelanggaran dalam pengelolaan bantuan uang Rutilahu di Kecamatan Cikarang Timur. Dari laporan itu, petugas Kejari Cikarang kemudian memeriksa Alamsyah. "Pemeriksaan kali ini akhirnya membuktikan bahwa tersangka menyalahgunakan anggaran yang ada," katanya.
Akibat perbuatannya, Alamsyah kini dijerat Undang-Undang Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20/2001 Pasal 2 atau 3, Pasal 2 ayat (1) dengan hukuman penjara di atas lima tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta.
Sebelum digiring ke Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Bulak Kapal, Bekasi Timur, Kota Bekasi, Alamsyah sempat diperiksa sebagai saksi pada pukul 10.00 WIB. Setelah empat jam diperiksa, penyidik menetapkan Alamsyah sebagai tersangka dan melakukan penahanan guna kepentingan penyelidikan.
"Kami titipkan tersangka selama 20 hari ke depan di Lapas Bulak Kapal," ujar Kasie Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Cikarang Rudy Panjaitan, Rabu (15/3/2017). Menurut dia, penahanan Alamsyah untuk memudahkan penyidikan dalam kasus Rutilahu yang merugikan negara miliaran rupiah.
Rudy mengatakan, Alamsyah sudah beberapa kali diperiksa sebagai saksi dalam kasus ini. Namun dalam penyelidikan terakhir, Alamsyah terbukti terlibat dalam dugaan penyalahgunaan anggaran Rutilahu sebesar Rp3 miliar. Adapun perbuatan tersangka merugikan negara sebesar Rp1 miliar.
Modus penyalahgunaannya adalah tersangka tidak menyetor uang sebesar Rp15 juta kepada masyarakat untuk digunakan dalam perbaikan rumah. Pelaku Alamsyah, malah mengelola keuangan itu secara mandiri.
Seharusnya, uang bantuan itu diterima warga langsung, yang terjadi malahan dikelola sendiri. Hingga saat ini, pihaknya belum bisa menjelaskan secara mendalam terkait kasus dugaan korupsi ini. Penyidik, masih melakukan pemeriksaan terhadap tersangka guna mengusut dugaan keterlibatan oknum lainnya.
Tim Penyidik Kejaksaan Negeri Cikarang, Dimas menambahkan, warga menyebut adanya pelanggaran dalam pengelolaan bantuan uang Rutilahu di Kecamatan Cikarang Timur. Dari laporan itu, petugas Kejari Cikarang kemudian memeriksa Alamsyah. "Pemeriksaan kali ini akhirnya membuktikan bahwa tersangka menyalahgunakan anggaran yang ada," katanya.
Akibat perbuatannya, Alamsyah kini dijerat Undang-Undang Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20/2001 Pasal 2 atau 3, Pasal 2 ayat (1) dengan hukuman penjara di atas lima tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta.
(whb)