Pemisahan Aset TPST Bantar Gebang Milik DKI-GTJ Belum Rampung

Rabu, 15 Maret 2017 - 20:36 WIB
Pemisahan Aset TPST Bantar Gebang Milik DKI-GTJ Belum Rampung
Pemisahan Aset TPST Bantar Gebang Milik DKI-GTJ Belum Rampung
A A A
BEKASI - Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta menyebutkan pemisahan aset Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang antara PT Gedung Tua Jaya (GTJ) dengan Pemprov DKI Jakarta, berjalan alot. Padahal, TPST Bantar Gebang sudah diambil alih DKI Jakarta delapan bulan yang lalu.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Isnawa Adji mengatakan, sampai saat ini pemisahan aset itu belum rampung, dan DKI Jakarta masih berkordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)."Masih berjalan alot, menunggu BPKP," kata Isnawa saat uji emisi ratusan truk sampah di Bantar Gebang, Selasa (15/3).

Menurut Isnawa, GTJ masih menganggap aset tersebut adalah miliknya."Itu yang berjalan alot, makanya kita serahkan kepada BPKP untuk menyelesaikanya," ungkapnya.

Padahal, dalam kerja sama Build Operate and Transfer (BOT) yang terjalin antar-keduanya, bahwa aset yang dimiliki pengelola akan diserahkan ke DKI bila masa kontrak habis pada 2023 mendatang. Aset itu juga bisa diambil alih DKI, bilamana investasi yang ditanam perusahaan tersebut tidak memenuhi target.

Isnawa mengatakan, koordinasi dengan BPKP perlu dilakukan guna mempercepat proses pemisahan aset. Kendala pemisahan aset ini bukan ada di DKI Jakarta, tapi di pihak swasta.

Karena itu, dia meminta kepada pihak GTJ agar transparan dalam kepemilikan dokumen atas aset tersebut. Hingga kini, berkas aset itu masih dipegang oleh GTJ. "Kita juga minta bantuan Inspektorat DKI Jakarta, Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI Jakarta agar persoalan ini clear. Jadi nanti kelihatan, mana yang punya DKI dan mana yang punya GTJ," kata Isnawa.

Direktur PT Godang Tua Jaya (GTJ), Douglas Manurung mengatakan, persoalan pemisahan aset sudah pernah dibahas antar-kedua belah pihak. Hingga kini, lembaganya masih menunggu pembahasan lebih lanjut dengan DKI.

"Sampai sekarang kami belum diundang lagi oleh DKI untuk membahas aset ini. Kok tahu-tahu mereka malah berbicara di depan media," katanya.

Saat ditanya dokumen kepemilikan aset itu, Douglas enggan menjawabnya. Dia malah meminta DKI agar menghubungi perusahaannya langsung untuk membahas lebih dalam. "Ajak kami untuk membahas ulang soal aset itu. Sampai sekarang tidak ada pembahasan lagi, itu yang kami sesalkan, harusnya DKI memberitahu kami," ungkapnya.

Dalam pemutusan kontrak kerja itu, perusahannya mengaku rugi hingga ratusan miliar rupiah. Dia berdalih, telah menanamkan investasi senilai Rp500 miliar sejak kerja sama itu terjalin pada 5 Desember 2008 lalu. Sebetulnya, GTJ bisa saja mengajukan gugatan atas tudingan wanprestasi yang dilayangkan oleh DKI. Namun, NOEI tidak sepaham.

"Maka upaya gugatan itu urung dilakukan. Kami juga tidak tahu kenapa NOEI tidak mau ikut mendaftar gugatan itu," ucapnya.
(whb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6144 seconds (0.1#10.140)
pixels