PKB Miliki Risiko Besar Jika Dukung Ahok-Djarot
A
A
A
JAKARTA - Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) memiliki risiko besar jika mendukung pasangan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat pada putaran kedua Pilgub DKI Jakarta.
Ketua PBNU Hanief Saha Ghafur mengatakan, jika arah politik PKB dalam putaran kedua Pilgub DKI memilih Ahok-Djarot, maka akan berisiko besar ketimbang memilih Anies Rasyid Baswedan-Sandiaga Salahudin Uno. "Kalau PKB harus memilih Ahok itu risikonya jauh lebih besar. Walaupun nanti harus memilih Anies-Sandi, PKB harus hitung-hitungan dengan benar keuntungan apa yang akan didapat," kata Hanief dalam diskusi publik yang bertajuk 'PKB : Ahok atau Anies' di Kantor DKN Garda Bangsa, Tebet, Jakarta Selatan, Jumat (24/2/2017).
Menurut Hanief, partai harus menjadikan pemilihan pemimpin Ibu Kota saat ini, menjadi perbaikan PKB ke depannya. "Kita harus bisa melihat pemilihan gubernur saat ini harus bisa memprediksi langkah PKB ke depannya. Jangan kemudian pilihan PKB menjadikan blunder terhadap konstituen," ujarnya.
Dia menegaskan, dalam menentukan seorang pemimpin Jakarta harus melihat pengalamannya sebelum dia mencalonkan. "Yang paling penting dari seorang pemimpin, dilihat dari prestasi sebelumnya," ucapnya.
Sementara, Rumadi Ahmad dari Lakpesdam menuturkan, beberapa poin prespektif partai politik dalam memilih pemimpin nonmuslim itu tidak terlalu penting. "Partai yang Islam banget juga banyak berpasangan dengan calon yang nonmuslim. Saat ini itu sudah biasa," tuturnya.
Dia melanjutkan, dalam parpol hal itu sudah tidak menjadi persoalan. Karena partai itu masuk dalam konstitusi dan UU. Oleh karenanya, persoalan yang terkait dengan kepemimpinan nonmuslim tidak lagi jadi persoalan. "Sebenarnya ini bukan lah hal yang dibakukan," tegasnya.
Sebenarnya, sikap PKB lebih ringan karena tidak ada beban ideologi keagamaan dalam partai ini. "Kalau memang mau memilih maka silahkan pilih yang lebih bermanfaat bagi partai," ucapnya.
Ketua PBNU Hanief Saha Ghafur mengatakan, jika arah politik PKB dalam putaran kedua Pilgub DKI memilih Ahok-Djarot, maka akan berisiko besar ketimbang memilih Anies Rasyid Baswedan-Sandiaga Salahudin Uno. "Kalau PKB harus memilih Ahok itu risikonya jauh lebih besar. Walaupun nanti harus memilih Anies-Sandi, PKB harus hitung-hitungan dengan benar keuntungan apa yang akan didapat," kata Hanief dalam diskusi publik yang bertajuk 'PKB : Ahok atau Anies' di Kantor DKN Garda Bangsa, Tebet, Jakarta Selatan, Jumat (24/2/2017).
Menurut Hanief, partai harus menjadikan pemilihan pemimpin Ibu Kota saat ini, menjadi perbaikan PKB ke depannya. "Kita harus bisa melihat pemilihan gubernur saat ini harus bisa memprediksi langkah PKB ke depannya. Jangan kemudian pilihan PKB menjadikan blunder terhadap konstituen," ujarnya.
Dia menegaskan, dalam menentukan seorang pemimpin Jakarta harus melihat pengalamannya sebelum dia mencalonkan. "Yang paling penting dari seorang pemimpin, dilihat dari prestasi sebelumnya," ucapnya.
Sementara, Rumadi Ahmad dari Lakpesdam menuturkan, beberapa poin prespektif partai politik dalam memilih pemimpin nonmuslim itu tidak terlalu penting. "Partai yang Islam banget juga banyak berpasangan dengan calon yang nonmuslim. Saat ini itu sudah biasa," tuturnya.
Dia melanjutkan, dalam parpol hal itu sudah tidak menjadi persoalan. Karena partai itu masuk dalam konstitusi dan UU. Oleh karenanya, persoalan yang terkait dengan kepemimpinan nonmuslim tidak lagi jadi persoalan. "Sebenarnya ini bukan lah hal yang dibakukan," tegasnya.
Sebenarnya, sikap PKB lebih ringan karena tidak ada beban ideologi keagamaan dalam partai ini. "Kalau memang mau memilih maka silahkan pilih yang lebih bermanfaat bagi partai," ucapnya.
(whb)