Oknum Dishub Terkena OTT di Terminal Depok
A
A
A
DEPOK - Aparat Satuan Reskrim Polres Kota Depok melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terkait kasus dugaan pungutan liar alias pungli yang dilakukan oknum Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Depok. Dari hasil penggeledahan di Terminal Depok, Tim Saber Pungli Polresta Depok menyita uang yang diduga hasil pungli sebesar Rp10,5 juta.
Tim pun mengamankan satu pegawai negeri sipil (PNS) di Dinas Perhubungan Kota Depok golongan II C, yang berinisial AR. Oknum ini terbukti melakukan pungli kepada sopir angkot. Pelaku tertangkap tangan saat bertugas di Jalan Raya Parung Bingung ,Kecamatan Pancoran Mas.
"TKP-nya di Jalan Raya Parung Bingung, kami mengamankan AR. Dari tangan pelaku diamankan Rp52.000. Kemudian setelah ditangkap, kami melakukan pengembangan ke kantor UPT Terminal Depok dan di terminal berhasil menyita Rp10,5 juta," kata Wakil Kapolresta Depok AKBP Candra Kumara, Kamis (23/2/2017).
Chandra mengatakan, petugas mengutip retribusi di atas ketentuan. Seharusnya retibusi yang diambil hanya Rp500 setiap masuk Terminal Depok. Namun sopir dikutip Rp1.000. Alasan AR, kutipan sebesar itu akan dibagi dengan 'timer'.
"Dia sudah bertugas selama lima tahun sebagai petugas operator. Selama bertugas dia mengambil uang Rp1000 per angkot yang lewat. Padahal biaya retribusinya Rp500. Ada kelebihan Rp500 ini yang kami indikasikan pungutan liar," kata Candra yang juga Ketua Tim Saber Pungli Kota Depok.
Diketahuinya, praktik ini bermula ketika tim menerima laporan dari sopir angkot. Kemudian ditindaklanjuti dengan penggeledahan ke lokasi. Dari penuturan AR, uang pungli itu disetorkan ke beberapa saluran.
"Dia bilang disetor ke Kepala Dinas, Sekertaris Dinas. Ini yang kami juga kembangkan, apakah betul ada aliran ke sana," ungkapnya.
Pihaknya meyakini praktik tersebut terjadi karena terstruktur dan berlangsung sejak lama. Karena AR menuturkan dia hanya meneruskan apa yang sudah berjalan sebelum dia menjadi operator. Diyakini praktek ini tidak dilakukan seorang diri.
"Enggak mungkin dia bekerja sendiri. OTT di tempat pemungutan tempat retribusi," ucap Candra.
Dirinya memaparkan, jika satu angkot masuk dan bayar retribusi Rp1000 kemudian ada lima kali maka satu angkot Rp2.500. Dalam hitungan, potensi kebocoran dari retribusi siluman itu bisa mencapai miliaran rupiah dalam setahun.
Angka itu didapat dari jumlah angkot di Kota Depok ada 2.885 unit (data Dishub) x Rp2.500 = Rp7.212.500 per hari. Jika dikalikan 30 hari maka pendapatan mereka mencapai Rp216.375.000 per bulan atau Rp2.596.500.000 per tahun dari mengais uang receh para sopir angkot.
"Kita jerat pasal UU Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman minimal lima tahun hingga 20 tahun penjara," pungkasnya.
Sementara itu Kepala Dinas Perhubungan Kota Depok Gandara Budiana tidak bisa dikonfirmasi terkait kasus yang menyeret anak buahnya.
Tim pun mengamankan satu pegawai negeri sipil (PNS) di Dinas Perhubungan Kota Depok golongan II C, yang berinisial AR. Oknum ini terbukti melakukan pungli kepada sopir angkot. Pelaku tertangkap tangan saat bertugas di Jalan Raya Parung Bingung ,Kecamatan Pancoran Mas.
"TKP-nya di Jalan Raya Parung Bingung, kami mengamankan AR. Dari tangan pelaku diamankan Rp52.000. Kemudian setelah ditangkap, kami melakukan pengembangan ke kantor UPT Terminal Depok dan di terminal berhasil menyita Rp10,5 juta," kata Wakil Kapolresta Depok AKBP Candra Kumara, Kamis (23/2/2017).
Chandra mengatakan, petugas mengutip retribusi di atas ketentuan. Seharusnya retibusi yang diambil hanya Rp500 setiap masuk Terminal Depok. Namun sopir dikutip Rp1.000. Alasan AR, kutipan sebesar itu akan dibagi dengan 'timer'.
"Dia sudah bertugas selama lima tahun sebagai petugas operator. Selama bertugas dia mengambil uang Rp1000 per angkot yang lewat. Padahal biaya retribusinya Rp500. Ada kelebihan Rp500 ini yang kami indikasikan pungutan liar," kata Candra yang juga Ketua Tim Saber Pungli Kota Depok.
Diketahuinya, praktik ini bermula ketika tim menerima laporan dari sopir angkot. Kemudian ditindaklanjuti dengan penggeledahan ke lokasi. Dari penuturan AR, uang pungli itu disetorkan ke beberapa saluran.
"Dia bilang disetor ke Kepala Dinas, Sekertaris Dinas. Ini yang kami juga kembangkan, apakah betul ada aliran ke sana," ungkapnya.
Pihaknya meyakini praktik tersebut terjadi karena terstruktur dan berlangsung sejak lama. Karena AR menuturkan dia hanya meneruskan apa yang sudah berjalan sebelum dia menjadi operator. Diyakini praktek ini tidak dilakukan seorang diri.
"Enggak mungkin dia bekerja sendiri. OTT di tempat pemungutan tempat retribusi," ucap Candra.
Dirinya memaparkan, jika satu angkot masuk dan bayar retribusi Rp1000 kemudian ada lima kali maka satu angkot Rp2.500. Dalam hitungan, potensi kebocoran dari retribusi siluman itu bisa mencapai miliaran rupiah dalam setahun.
Angka itu didapat dari jumlah angkot di Kota Depok ada 2.885 unit (data Dishub) x Rp2.500 = Rp7.212.500 per hari. Jika dikalikan 30 hari maka pendapatan mereka mencapai Rp216.375.000 per bulan atau Rp2.596.500.000 per tahun dari mengais uang receh para sopir angkot.
"Kita jerat pasal UU Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman minimal lima tahun hingga 20 tahun penjara," pungkasnya.
Sementara itu Kepala Dinas Perhubungan Kota Depok Gandara Budiana tidak bisa dikonfirmasi terkait kasus yang menyeret anak buahnya.
(mhd)