Pengamat Sarankan Sidang Ahok Digelar Terbuka Terbatas
A
A
A
JAKARTA - Pengamat politik Emrus Sihombing menyarankan sidang kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Basuki T Purnama (Ahok) dilakukan dengan cara terbuka terbatas.
Emrus menuturkan, tingginya perhatian masyarakat dan banyaknya wacana publik terhadap proses peradilan ini maka perlu dirumuskan apakah sistem pengadilan terbuka atau tertutup. "Saya menyarankan sidang dugaan penistaan agama yang terkait dengan nama Ahok tetap dilakukan terbuka terbatas," kata Emrus melalui keterangan tertulis, Rabu (7/12/2016).
Emrus menjelaskan, penyelenggaraan sidang ini mempertimbangkan sosiologis, psikologis, dan komunikasi publik. Dari aspek sosilogis, Emrus menilai bisa menimbulkan interaksi dalam bentuk gesekan sosial di tengah masyarakat.
"Secara psikologis bisa memunculkan efek perasaan yang berbeda dari bermacam kalangan di dalam suatu komunitas tertentu. Perasaan yang berbeda dapat menimbulkan perilaku yang berbeda dari berbagai kalangan tehadap proses peradilan dugaan penistaan agama tersebut," kata Emrus.
Terakhir dari sudut komunikasi, penggunaan lambang verbal dan nonverbal dalam proses komunikasi di persidangan berpotensi menimbulkan persepsi yang berbedaan dan pemaknaan yang variatif pula dari setiap individu di dalam masyarakat.
"Perbedaan persepsi dan pemaknaan tersebut akan menimbulkan perilaku yang berbeda pula dari setiap individu atau suatu kelompok masyarakat dalam merespon proses peradilan dugaan penistaan agama tersebut," kata Emrus.
Emrus menuturkan, tingginya perhatian masyarakat dan banyaknya wacana publik terhadap proses peradilan ini maka perlu dirumuskan apakah sistem pengadilan terbuka atau tertutup. "Saya menyarankan sidang dugaan penistaan agama yang terkait dengan nama Ahok tetap dilakukan terbuka terbatas," kata Emrus melalui keterangan tertulis, Rabu (7/12/2016).
Emrus menjelaskan, penyelenggaraan sidang ini mempertimbangkan sosiologis, psikologis, dan komunikasi publik. Dari aspek sosilogis, Emrus menilai bisa menimbulkan interaksi dalam bentuk gesekan sosial di tengah masyarakat.
"Secara psikologis bisa memunculkan efek perasaan yang berbeda dari bermacam kalangan di dalam suatu komunitas tertentu. Perasaan yang berbeda dapat menimbulkan perilaku yang berbeda dari berbagai kalangan tehadap proses peradilan dugaan penistaan agama tersebut," kata Emrus.
Terakhir dari sudut komunikasi, penggunaan lambang verbal dan nonverbal dalam proses komunikasi di persidangan berpotensi menimbulkan persepsi yang berbedaan dan pemaknaan yang variatif pula dari setiap individu di dalam masyarakat.
"Perbedaan persepsi dan pemaknaan tersebut akan menimbulkan perilaku yang berbeda pula dari setiap individu atau suatu kelompok masyarakat dalam merespon proses peradilan dugaan penistaan agama tersebut," kata Emrus.
(whb)