Diduga Menipu Rp8 Miliar, WN Jerman Dibui

Rabu, 30 November 2016 - 00:53 WIB
Diduga Menipu Rp8 Miliar,...
Diduga Menipu Rp8 Miliar, WN Jerman Dibui
A A A
JAKARTA - Seorang WN Jerman, GD, dan istrinya IS harus duduk di kursi pesakitan menipu seorang WNI Yenny Sunaryo sebesar NZD 900.000 atau Rp8 miliar lebih. Uang hasil penipuan itu, mereka gunakan untuk membangun sebuah rumah di Selandia Baru.

Terungkapnya dugaan pencucian uang ketika Pengadilan Negeri Selatan melakukan sidang pertama kasus itu."Setoran modal Yenny digunakan pasangan Gordon-Ismayanti untuk membeli rumah di Selandia Baru. Kalau ini terbukti, jelas terdakwa bisa juga dituntut pasal pencucian uang oleh korban. Makanya nanti akan kami buktikan di persidangan," ungkap Jaksa Penuntut Umum (JPU) Umriani usai persidangan kemarin.

Sidang yang dipimpin Majelis Hakim Made Sutrisna ini mengagendakan kesaksian dari notaris I Gusti Putu Darmaja. Dalam persidangan, Gusti mengaku GD-IS kerap menunda mengurus pembentukan PT sebagai bagian kerja sama bisnis dengan Yenny dengan berbagai alasan.

Tanpa sebab, kemudian PT yang dijanjikan itu tidak pernah terwujud.
Kasus dugaan penipuan investasi itu berawal dari kerja sama yang ditawarkan pasangan suami istri GD dan IS kepada Yenny Sunaryo. Mereka mengajak Yenny untuk membangun Vila Kelapa Retreat II di Pekutatan, Negara, Bali Barat, setahun lalu.

Namun belakangan Yenny malah kehilangan haknya dalam investasi tersebut dan justru tidak dianggap memiliki bagian meski sudah menginvestasikan uang Rp8,5 miliar sesuai kesepakatan.

GD dan IS sendiri sudah berstatus sebagai terdakwa. Keduanya tidak ditahan dan hanya menjadi tahanan kota. Hal ini tidak lazim, mengingat dalam kasus penipuan biasanya terdakwa langsung ditahan di rumah tahanan. Apalagi status GD sebagai WNA memungkinkan pemilik paspor Jerman itu untuk kabur.

Pengacara Yenny, Tomy Alexander mengatakan, sebelum kasus ini bergulir di meja hijau kliennya sudah berusaha berkomunikasi dan mencari jalan tengah. Namun GD dan IS justru memutus seluruh akses komunikasi dan tidak bisa dihubungi.

Bahkan, GD dengan enteng menyebut nilai investasi yang diperlukan di luar dugaan sehingga memerlukan uang investasi yang lebih besar.
"Kan itu sangat tidak wajar, sudah menyepakati nominal investasi dalam proposal tapi di tengah jalan tiba-tiba bilang ada kesalahan penghitungan," kata Tomy.

Dia mengatakan, gelagat tidak bersahabat dari kedua pasangan itu juga dirasakan kliennya lantaran mereka selalu menolak untuk menandatangani perjanjian investasi meski uang sudah disetor kepada keduanya.

Tomy menyatakan, tercatat sudah ada empat notaris di Bali dan Jakarta yang sudah didatangi kliennya bersama kedua terdakwa untuk mengurus proyek tersebut. Namun semua itu urung terlaksana lantaran GD dan IS selalu berkelit dengan berbagai alasan.

"Apalagi setelah itu mereka susah dihubungi dan kami dapat informasi bahwa mereka baru saja membeli rumah di Selandia Baru, jadi patut diduga mereka melakukan tindak pidana yang merugikan klien saya," kata Tomy.

Akibat perbuatan tersebut, terdakwa GD dan IS dijerat dengan pasal berlapis. Mereka dianggap melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dan Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan. Pasangan suami-istri itu pun terancam hukuman empat tahun penjara.
(whb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1015 seconds (0.1#10.140)