Usai Kapolda, Kini ACTA Buat Maklumat Soal Demo
A
A
A
JAKARTA - Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) membuat maklumat merespons Maklumat Kapolda Metro Jaya tentang Penyampaian Pendapat di Muka Umum.
Wakil Ketua ACTA Ali Lubis menjelaskan, alasan mengeluarkan maklumat ACTA karena aksi unjuk rasa merupakan salah satu cara menyampaikan aspirasi yang dijamin oleh Undang-Undang.
"Unjuk rasa atau demo tidak memerlukan izin dari aparat penegak hukum. Demo merupakan salah satu bentuk menyampaikan pendapat yang dijamin konstitusi kita dan UU Nomor 9/1998. Untuk berdemo hanya perlu menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada pihak kepolisian," kata Ali Lubis di Markas ACTA, Jakarta Pusat, Rabu (23/11/2016).
"Pemberitahuan bersifat searah dari pihak yang memberitahu kepada pihak yang diberitahu. Maka tidak ada mekanisme atau pun yang memungkinkan penegak hukum untuk menolak atau tidak menerima pemberitahuan tersebut," lanjutnya.
Ali menuturkan, berdasarkan UU Nomor 9 Tahun 1998, tak ada pelarangan untuk menyampaikan aspirasi kepada pemimpin. Oleh karena itu, bagi siapa saja yang menghalangi unjuk rasa dapat diancam dengan pidana satu tahun penjara.
"Justru sebaliknya dengan pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum Polri bertanggungjawab memberikan perlindungan keamanan terhadap pelaku atau peserta penyampaian pendapat di muka umum," jelasnya.
Tak hanya itu, berdasarkan Pasal 9 ayat (2) UU Nomor 9/ 1998, tempat-tempat yang tidak diperbolehkan untuk berdemo hanyalah di lingkungan Istana Kepresidenan, tempat ibadah, instalasi militer, rumah sakit, pelabuhan udara dan laut, dan stasiun kereta api.
"Faktanya sudah ada ribuan demo yang digelar di jalan-jalan protokol sejak tahun 1998 tidak pernah dipersoalkan," tegasnya. Ali mengimbau agar masyarakat tidak takut dengan adanya maklumat dari Kapolda Metro Jaya M Iriawan lantaran demo merupakan tradisi.
"Demo adalah salah satu tradisi penting dalam demokrasi, jangan sampai ada aksi kriminalisasi terhadap aktivitas demo. ACTA akan berusaha sekuat tenaga membantu mereka yang merasa dikriminalisasi akibat ikut demo yang tidak melanggar hukum," ucapnya.
Wakil Ketua ACTA Ali Lubis menjelaskan, alasan mengeluarkan maklumat ACTA karena aksi unjuk rasa merupakan salah satu cara menyampaikan aspirasi yang dijamin oleh Undang-Undang.
"Unjuk rasa atau demo tidak memerlukan izin dari aparat penegak hukum. Demo merupakan salah satu bentuk menyampaikan pendapat yang dijamin konstitusi kita dan UU Nomor 9/1998. Untuk berdemo hanya perlu menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada pihak kepolisian," kata Ali Lubis di Markas ACTA, Jakarta Pusat, Rabu (23/11/2016).
"Pemberitahuan bersifat searah dari pihak yang memberitahu kepada pihak yang diberitahu. Maka tidak ada mekanisme atau pun yang memungkinkan penegak hukum untuk menolak atau tidak menerima pemberitahuan tersebut," lanjutnya.
Ali menuturkan, berdasarkan UU Nomor 9 Tahun 1998, tak ada pelarangan untuk menyampaikan aspirasi kepada pemimpin. Oleh karena itu, bagi siapa saja yang menghalangi unjuk rasa dapat diancam dengan pidana satu tahun penjara.
"Justru sebaliknya dengan pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum Polri bertanggungjawab memberikan perlindungan keamanan terhadap pelaku atau peserta penyampaian pendapat di muka umum," jelasnya.
Tak hanya itu, berdasarkan Pasal 9 ayat (2) UU Nomor 9/ 1998, tempat-tempat yang tidak diperbolehkan untuk berdemo hanyalah di lingkungan Istana Kepresidenan, tempat ibadah, instalasi militer, rumah sakit, pelabuhan udara dan laut, dan stasiun kereta api.
"Faktanya sudah ada ribuan demo yang digelar di jalan-jalan protokol sejak tahun 1998 tidak pernah dipersoalkan," tegasnya. Ali mengimbau agar masyarakat tidak takut dengan adanya maklumat dari Kapolda Metro Jaya M Iriawan lantaran demo merupakan tradisi.
"Demo adalah salah satu tradisi penting dalam demokrasi, jangan sampai ada aksi kriminalisasi terhadap aktivitas demo. ACTA akan berusaha sekuat tenaga membantu mereka yang merasa dikriminalisasi akibat ikut demo yang tidak melanggar hukum," ucapnya.
(whb)