Gelar Sajadah di MH Thamrin, PGN: Itu Jantung & Nadinya Lalu Lintas
A
A
A
JAKARTA - Demo lanjutan yang rencananya digelar pada 2 Desember (212) disepanjang Jalan Sudirman dan MH Thamrin, Jakarta Pusat dinilai bakal mengganggu aktivitas publik. Pasalnya, demo dengan tema gelar sajadah itu rencananya akan dilakukan di jalan protokol tersebut.
Ketua Umum Patriot Garuda Nusantara (PGN) KH Nuril Arifin Husein mengaku tidak sepakat, jika demo susulan 4 November (411) yang digelar dengan kemasan salat Jumat berjamaah disepanjang Jalan Sudirman-MH Thamrin. Karena, demo 212 dengan tema gelar sajadah dinilai akan menggangu aktivitas masyarakat.
"Sudah tahu itu adalah jantung dan nadinya lalu lintas. Kayak enggak ada tempat yang bagus saja," kata pria yang akrab disapa Gus Nuril dalam rilis yang diterima SINDOnews, Selasa (22/11/2016).
Pengasuh Pondok Pesantren Soko Tunggal Jakarta ini mengatakan, salat adalah komunikasi makhluk dengan sang pencipta. "Kalau salat untuk dipamer-pamerkan itu bukan salat, apalagi ganggu lalu lintas. Itu sama sekali tidak diajarkan nabi," kata Gus Nuril.
Meski begitu, dia mempersilakan umat muslim untuk melakukan demo pada 2 Desember 2016. Tetapi, dia meminta, agar peserta demo menyampaikan aspirasinya dengan cara yang baik. "Kalau demo yang enggak baik itu urusan polisi (dan) tentara," katanya.
Sementara itu, Ketua Setara Institute Hendardi mengatakan, penegakan hukum yang tengan berjalan di Bareskrim Mabes Polri tidak bisa diintervensi. "Tidak bisa proses peradilan ditekan sedemikian rupa sehingga penegak hukum tidak bekerja independen," katanya.
Menurut Hendardi, Polri sebagai penegak hukum adalah institusi demokrasi yang menjadi instrumen penegakan hukum, sehingga rule of law bisa ditegakkan. Karenanya, Polri harus segera menindak tegas.
"Polri harus menyusun langkah penegakan hukum pada kelompok yang main hakim sendiri (vigilante). Karena, tindakannya yang melawan hukum, menebar ancaman dan menebar kebencian yang melampaui batas," lanjutnya.
Sedangkan menurut Praktisi Hukum M Zakir Rasyidin, penyampaian pendapat di muka umum dibatasi oleh aturan-aturan. Zakir menyebut beberapa dasar hukum, antara lain tertuang dalam Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2012 tentang tata cara penyelenggaraan pelayanan, pengamanan dan penanganan perkara penyampaian pendapat di muka umum.
"Ada lagi Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM, Undang-undang Kepolisian Nomor 2 tahun 2002 Pasal 18 tentang Kepolisian dan Undang-undang nomor 22 tahun 2009 Pasal 28 tentang lalu lintas," kata Ketua Umum Majelis Advokat Muda Nasional Indonesia (Madani) ini.
Ketua Umum Patriot Garuda Nusantara (PGN) KH Nuril Arifin Husein mengaku tidak sepakat, jika demo susulan 4 November (411) yang digelar dengan kemasan salat Jumat berjamaah disepanjang Jalan Sudirman-MH Thamrin. Karena, demo 212 dengan tema gelar sajadah dinilai akan menggangu aktivitas masyarakat.
"Sudah tahu itu adalah jantung dan nadinya lalu lintas. Kayak enggak ada tempat yang bagus saja," kata pria yang akrab disapa Gus Nuril dalam rilis yang diterima SINDOnews, Selasa (22/11/2016).
Pengasuh Pondok Pesantren Soko Tunggal Jakarta ini mengatakan, salat adalah komunikasi makhluk dengan sang pencipta. "Kalau salat untuk dipamer-pamerkan itu bukan salat, apalagi ganggu lalu lintas. Itu sama sekali tidak diajarkan nabi," kata Gus Nuril.
Meski begitu, dia mempersilakan umat muslim untuk melakukan demo pada 2 Desember 2016. Tetapi, dia meminta, agar peserta demo menyampaikan aspirasinya dengan cara yang baik. "Kalau demo yang enggak baik itu urusan polisi (dan) tentara," katanya.
Sementara itu, Ketua Setara Institute Hendardi mengatakan, penegakan hukum yang tengan berjalan di Bareskrim Mabes Polri tidak bisa diintervensi. "Tidak bisa proses peradilan ditekan sedemikian rupa sehingga penegak hukum tidak bekerja independen," katanya.
Menurut Hendardi, Polri sebagai penegak hukum adalah institusi demokrasi yang menjadi instrumen penegakan hukum, sehingga rule of law bisa ditegakkan. Karenanya, Polri harus segera menindak tegas.
"Polri harus menyusun langkah penegakan hukum pada kelompok yang main hakim sendiri (vigilante). Karena, tindakannya yang melawan hukum, menebar ancaman dan menebar kebencian yang melampaui batas," lanjutnya.
Sedangkan menurut Praktisi Hukum M Zakir Rasyidin, penyampaian pendapat di muka umum dibatasi oleh aturan-aturan. Zakir menyebut beberapa dasar hukum, antara lain tertuang dalam Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2012 tentang tata cara penyelenggaraan pelayanan, pengamanan dan penanganan perkara penyampaian pendapat di muka umum.
"Ada lagi Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM, Undang-undang Kepolisian Nomor 2 tahun 2002 Pasal 18 tentang Kepolisian dan Undang-undang nomor 22 tahun 2009 Pasal 28 tentang lalu lintas," kata Ketua Umum Majelis Advokat Muda Nasional Indonesia (Madani) ini.
(mhd)