Bicara Kebhinekaan, Anggota DPD RI Sentil Ahok

Senin, 21 November 2016 - 23:29 WIB
Bicara Kebhinekaan, Anggota DPD RI Sentil Ahok
Bicara Kebhinekaan, Anggota DPD RI Sentil Ahok
A A A
YOGYAKARTA - Sekitar 150 mahasiswa dari berbagai kampus di Yogyakarta mengikuti Focus Group Discusion dengan tema 'Merajut ke-Indonesia-an dalam bingkai NKRI, Yuk bersama jaga Kebhinekaan. Diskusi hangat yang digelar Persatuan Wartawan Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta itu menghadirkan tiga panelis dari berbagai kalangan.

Ketiga pembicara itu mulai dari Andrie Irawan (Kepala Prodi Fakultas Hukum Universitas Cokroaminoto Yogyakarta), M Djadul Maulana (Pengasuh Pondok Pesantren Kali Opak yang juga representasi dari kalangan Nahdlatul Ulama), dan Afnan Hadikusumo (Anggota DPD RI dari DIY yang notabene dibesarkan oleh Muhammadiyah).

Andrie lebih banyak mengupas historis kebhinekaan bangsa Indonesia. Adanya perbedaan-perbedaan, baik dari suku, agama, ras, dan antar golongan melebur menjadi satu dalam bingkai tungkal ika. Dosen Hukum itu mengaku heran akhir-akhir ini justru muncul kembali upaya memeceh belah bangsa dengan beragam cara.

"Kenapa saat ini muncul kembali pribumi dan non pribumi. Indonesia tidak mengenal kotak-kotak, Jong Java, Sumatra, Batak, dan lainnya. Semua suku, adat, budaya dan agama melebur dalam bingkai kebhinekaan," katanya di Gedung PWI DIY, Senin (21/11/2016).

Menurutnya, Indonesia bisa menjadi bangsa besar yang indah dengan menjaga keberagaman dan perbedaan. Perbedaan satu sama lain saling mengisi dan menjadi fondasi persatuan, bukan pemisah. Dia sangat menyayangkan jika perbedaan-perbedaan yang ada justru memunculkan potensi konflik di masyarakat.

"Kita bangsa Indonesia bisa indah karena keragaman. Itu yang mestinya kita jaga betul, jangan saling bertikai, konflik, dikit-dikut bi'ah, dikit-dikit kafir, teliti kembali jika ada informasi yang menyesatkan, benar tidak informasi yang kita terima," urainya.

Djadul Maulana mengupas naskah tua sebelum NKRI berdiri. Saat masih banyak kerajaan di bumi nusantara, sudah terbentuk cikal bakal NKRI karena kerajaan-kerajaan itu melebur menjadi satu kerajaan besar yang menguasai sebagian besar wilayah Asia. Sebut saja kerjaan Majapahit yang begitu mampu menyatukan nusantara.

"Kebudayaan menjadi salah satu alat dalam merajut kebhinekaan yang berbeda. Bhineka Tunggal Ika sudah terbentuk jauh sebelum Indonesia merdeka. Jika ada yang ingin memecah belah Indonesia, artinya telah merusak sejarah kebudayaan yang lahir menumbuhkan negara," tandasnya.

Sementara Afnan lebih banyak menyampaikan tantangan yang dihadapi bangsa saat ini hingga masa depan. Menurut prediksi badan pangan dunia, kata dia, tahun 2025 dunia mengalami krisis pangan. Sangat ironi jika Indonesia yang memiliki banyak lahan untuk tanam justru dibiarkan begitu saja.

"Tahun 2025 tinggal sembilan tahun lagi. Jangan heran kalau sawah-sawah kita yang menanam justru orang luar (negeri), mereka tidak punya lahan, sementara lahan yang kita punya dibiarkan, tidak digarap dengan baik," tandasnya.

Afnan juga menyentil carut marut hukum di negeri ini. Penegakan hukum yang tidak konsisten justru membuat kepercayaan masyarakat pada negara bisa luntur. Dia memberi gambaran kasus-kasus fenomenal yang menyeret nama Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok. Bahkan, saat aksi demo besar pada 4 November lalu di Jakarta.

"Penegakan hukum harus konsisten, kalau tebang pilih ya seperti sekarang. Yang ribut gubernur yang binggung presiden, itu disana (Jakarta), bukan disini (Yogyakarta)," katanya disambut tawa audiens.

Menurutnya ada dua catatan penting dalam menjaga NKRI. Pertama, jangan masuk mencampuri urusan rumah orang karena itu prinsip. Dia kembali melihat kasus Ahok yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penistaan agama.

"Masalah hukum biarlah diproses, benar atau salah biarlah diproses sesuai aturan yang ada," katanya.

Kedua, kata Afnan, keteladan. Keteladanan pemimpin akan ditiru generasi selanjutnya. Ketika seorang pemimpin bicara kasar dan bahkan mencaci maki orang di hadapan banyak orang, menurut Afnan hal itu bukan memberi contoh kepimpinan yang bisa diteladani.

"Ketika jalan macet yang disalahkan jalannya, ketika banjir yang disalahkan airnya yang banyak. Pemimpin jangan seperti itu, harus bisa mencari solusi," ujarnya.
(ysw)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6757 seconds (0.1#10.140)