Survei LSI, Jadi Tersangka Membuat Ahok 'Babak Belur'
A
A
A
JAKARTA - Setelah Mabes Polri menetapkan status tersangka terhadap Basuki T Purnama (Ahok) dalam kasus penistaan agama, kondisi pasangan cagub nomor 2 dianggap sudah babak belur. Tak hanya elektabilitasnya yang merosot tajam, tingkat kesukaan terhadap Ahok juga merosot hingga di bawah 50 persen.
Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Ardian Sopa menerangkan, ada lima alasan kenapa elektabilitas Ahok merosot tajam. "Pertama karena efek surat Al Maidah ayat 51. Sejak video pidato Ahok di Kepulauan Seribu tersebar, muncul kontroversi dugaan penistaan agama," kata Ardian di kantor LSI, Jakarta Timur, Jumat (18/11/2016).
Ardian menjelaskan, kasus dugaan pensitaan agama ini menjadi perhatian publik. Bahkan survei LSI tentang kasus itu, 89,30 persen mengaku mengetahui kasus itu. Dari mereka yang pernah mendengar kasus itu, sebanyak 73,20 persen menyatakan Ahok bersalah.
"Mayoritas publik juga mendukung adaya proses hukum terhadap Ahok. Ibarat tinju, kasus surat Al Maidah ini pukulan upper cut yang hampir saja meng-KO Ahok," katanya. (Baca: Resmi, Ahok Tersangka Penistaan Agama)
Kedua, tingkat kesuakaan Ahok juga langsung menurun. Hingga survei yang dilakukan pada November 2016, tingkat kesukaan terhadap Ahok tinggal 48,30 persen. "Tingkat kesukaan yang merosot ini ibarat pukulan jeb beruntun dan berbahaya. Mustahil orang memilih calon yang tak disukainya," katanya.
Selanjutnya, responden yang disurvei LSI juga khawatir dengan gejolak sosial jika Ahok kembali memimpin Jakarta. "Terakhir berkembang psikologis tak aman jika Ahok tetap terpilih menjadi gubernur membuat masyarakat mengalihkan pilihannya," katanya.
Keempat, lanjut Ardian, cagub Agus dan Anies semakin menjadi pilihan untuk Jakarta yang stabil. Kedua pasangan ini mampu untuk menampilkan minimal citra damai, yang akan membuat Jakarta lebih stabil karena tidak adanya penolakan emosional. "Gaya dari masing-masing kandidat yang ramah, santun, lebih bisa diterima," ujarnya.
Terakhir, kata Ardian, citra buruk status tersangka. Selama ini semua pejabat yang menjadi tersangka diminta mundur dari jabatannya. "Ini tradisi yang sudah kuat, tradisi Good Governance. Mereka risih jika tokoh yang tersangka kok malah dikampanyekan menjadi pejabat," katanya.
Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Ardian Sopa menerangkan, ada lima alasan kenapa elektabilitas Ahok merosot tajam. "Pertama karena efek surat Al Maidah ayat 51. Sejak video pidato Ahok di Kepulauan Seribu tersebar, muncul kontroversi dugaan penistaan agama," kata Ardian di kantor LSI, Jakarta Timur, Jumat (18/11/2016).
Ardian menjelaskan, kasus dugaan pensitaan agama ini menjadi perhatian publik. Bahkan survei LSI tentang kasus itu, 89,30 persen mengaku mengetahui kasus itu. Dari mereka yang pernah mendengar kasus itu, sebanyak 73,20 persen menyatakan Ahok bersalah.
"Mayoritas publik juga mendukung adaya proses hukum terhadap Ahok. Ibarat tinju, kasus surat Al Maidah ini pukulan upper cut yang hampir saja meng-KO Ahok," katanya. (Baca: Resmi, Ahok Tersangka Penistaan Agama)
Kedua, tingkat kesuakaan Ahok juga langsung menurun. Hingga survei yang dilakukan pada November 2016, tingkat kesukaan terhadap Ahok tinggal 48,30 persen. "Tingkat kesukaan yang merosot ini ibarat pukulan jeb beruntun dan berbahaya. Mustahil orang memilih calon yang tak disukainya," katanya.
Selanjutnya, responden yang disurvei LSI juga khawatir dengan gejolak sosial jika Ahok kembali memimpin Jakarta. "Terakhir berkembang psikologis tak aman jika Ahok tetap terpilih menjadi gubernur membuat masyarakat mengalihkan pilihannya," katanya.
Keempat, lanjut Ardian, cagub Agus dan Anies semakin menjadi pilihan untuk Jakarta yang stabil. Kedua pasangan ini mampu untuk menampilkan minimal citra damai, yang akan membuat Jakarta lebih stabil karena tidak adanya penolakan emosional. "Gaya dari masing-masing kandidat yang ramah, santun, lebih bisa diterima," ujarnya.
Terakhir, kata Ardian, citra buruk status tersangka. Selama ini semua pejabat yang menjadi tersangka diminta mundur dari jabatannya. "Ini tradisi yang sudah kuat, tradisi Good Governance. Mereka risih jika tokoh yang tersangka kok malah dikampanyekan menjadi pejabat," katanya.
(ysw)