Politikus Golkar Minta Ahok Mundur dari Pilgub DKI
A
A
A
JAKARTA - Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) diminta mundur dari pencalonan Gubernur DKI Jakarta mendatang.
Gubernur DKI Jakarta itu diminta mengurungkan niatnya maju pada Pemilihgan Gubernur dan Wakil Gubernur (Pilgub) DKI karena telah menyandang status tersangka kasus penistaan agama.
"Selain mundur, dia (Ahok) juga tidak pantas lagi untuk menjadi pemimpin apapun di Republik ini," kata politikus Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia saat dihubungi Sindonews, Rabu (16/11/2016).
Sebagai orang yang selalu menggunakan istilah Pancasila, kata dia, Ahok seharusnya sadar perbuatannya bertentangan dengan Pancasila.
"Sebagai orang yang selalu menggunakan istilah Pancasila, seharusnya dia sadar telah melakukan perbuatan yang sangat bertentangan dengan Pancasila, malu, terpukul, dan mengundurkan diri," ujar Doli. (Baca juga: Jadi Tersangka, Ahok Bangga dan Merasa Top)
Setelah menjadi tersangka, kata dia, Ahok akan menjadi terdakwa. Hal itu didasarkan atas yurisprudensi kasus-kasus penistaan agama yang telah diputus oleh pengadilan pada masa lalu.
"Hanya kekuatan politik besar saja yang masih bisa melindunginya dari jerat peradilan hukum yang akan berjalan," ujar Doli.
Gubernur DKI Jakarta itu diminta mengurungkan niatnya maju pada Pemilihgan Gubernur dan Wakil Gubernur (Pilgub) DKI karena telah menyandang status tersangka kasus penistaan agama.
"Selain mundur, dia (Ahok) juga tidak pantas lagi untuk menjadi pemimpin apapun di Republik ini," kata politikus Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia saat dihubungi Sindonews, Rabu (16/11/2016).
Sebagai orang yang selalu menggunakan istilah Pancasila, kata dia, Ahok seharusnya sadar perbuatannya bertentangan dengan Pancasila.
"Sebagai orang yang selalu menggunakan istilah Pancasila, seharusnya dia sadar telah melakukan perbuatan yang sangat bertentangan dengan Pancasila, malu, terpukul, dan mengundurkan diri," ujar Doli. (Baca juga: Jadi Tersangka, Ahok Bangga dan Merasa Top)
Setelah menjadi tersangka, kata dia, Ahok akan menjadi terdakwa. Hal itu didasarkan atas yurisprudensi kasus-kasus penistaan agama yang telah diputus oleh pengadilan pada masa lalu.
"Hanya kekuatan politik besar saja yang masih bisa melindunginya dari jerat peradilan hukum yang akan berjalan," ujar Doli.
(dam)