Gelar Perkara Kasus Ahok Diminta Tak Direkayasa
A
A
A
JAKARTA - Gelar perkara penyelidikan kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) oleh Polri diminta tidak menghilangkan bukti yang ada. Gelar perkara yang transparan bukan hanya digelar secara terbuka ke masyarakat.
Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil berpendapat, niat Polri melakukan gelar perkara kasus itu secara terbuka disiarkan media massa perlu dipertimbangkan. Sebab, kata dia, penyelidikan maupun penyidikan bersifat rahasia dan sangat independen saat gelar perkara, berdasarkan aturan hukum acara.
"Yang khawatirkan ketika ini terbuka melibatkan banyak orang ditonton, penyidik bisa berubah jadi aktris, dan yang diperiksa bisa perankan dirinya sesuai dengan apa yang diinginkan masyarakat," ujar Nasir Djamil di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (7/11/2016).
Maka itu, dirinya meminta Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk mempertimbangkan kembali niat melakukan gelar perkara secara terbuka. "Yang kami inginkan secara transparan bukan seperti itu," katanya. (Baca: Resmi, MUI Menyatakan Ahok Lakukan Penistaan Agama)
Nasir melanjutkan, transparan itu artinya tidak menutup-nutupi bukti yang ada. "Jangan sampai yang seharusnya ada dihilangkan. Tidak ada malah dimunculkan, atau tidak berusaha dicari atau digali lebih dalam, transparan itu bagaimana semua bukti yang sudah ada dihadirkan dalam gelar perkara," katanya.
Kendati demikian, politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengapresiasi Polri yang memenuhi janji untuk memeriksa Ahok dalam kasus dugaan penistaan agama terkait surat Al Maidah 51. "Kita harap proses ini berjalan secara transparan, objektif, penuhi keinginan masyarakat, artinya ada aspek keadilan di sana," pungkasnya.
Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil berpendapat, niat Polri melakukan gelar perkara kasus itu secara terbuka disiarkan media massa perlu dipertimbangkan. Sebab, kata dia, penyelidikan maupun penyidikan bersifat rahasia dan sangat independen saat gelar perkara, berdasarkan aturan hukum acara.
"Yang khawatirkan ketika ini terbuka melibatkan banyak orang ditonton, penyidik bisa berubah jadi aktris, dan yang diperiksa bisa perankan dirinya sesuai dengan apa yang diinginkan masyarakat," ujar Nasir Djamil di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (7/11/2016).
Maka itu, dirinya meminta Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk mempertimbangkan kembali niat melakukan gelar perkara secara terbuka. "Yang kami inginkan secara transparan bukan seperti itu," katanya. (Baca: Resmi, MUI Menyatakan Ahok Lakukan Penistaan Agama)
Nasir melanjutkan, transparan itu artinya tidak menutup-nutupi bukti yang ada. "Jangan sampai yang seharusnya ada dihilangkan. Tidak ada malah dimunculkan, atau tidak berusaha dicari atau digali lebih dalam, transparan itu bagaimana semua bukti yang sudah ada dihadirkan dalam gelar perkara," katanya.
Kendati demikian, politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengapresiasi Polri yang memenuhi janji untuk memeriksa Ahok dalam kasus dugaan penistaan agama terkait surat Al Maidah 51. "Kita harap proses ini berjalan secara transparan, objektif, penuhi keinginan masyarakat, artinya ada aspek keadilan di sana," pungkasnya.
(ysw)