GNPF-MUI: Polisi Bohong, 1 Demonstran Meninggal Bukan karena Asma
A
A
A
JAKARTA - Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) menyebutkan, jika warga Cicurug, Tangerang, Banten, Syahrie Oemar (65) meninggal bukan karena penyakit asma.
Tapi Syahrie menjadi korban tembakan gas air mata aparat penegak hukum. Hal itu dikatakan, Ketua GNPF-MUI KH Bachtiar Nasir. Menurutnya, korban tidak memiliki riwayat penyakit asma.
"Kami malam ini akan ke rumah duka yang menjadi korban kemarin, Pak Syahrie warga Banten. Dan kami klarifikasi, dia tidak punya penyakit asma, istrinya bilang demikian. Sekali lagi, polisi bohong," kata Bachtiar Nasir di Senayan, Jakarta, kemarin.
Sebelumnya, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Awi Setiyono menyebutkan, Syahrie merupakan seorang guru ngaji. Dia meninggal saat dirawat di RSPAD Gatot Subroto setelah sempat ambruk di lokasi demo.
""Korban meninggal dunia karena asma, tidak ditemukan luka-luka atau tanda-tanda kekerasan pada tubuh korban," ujar Awi Setiyono.
Sementara Koordinator Medis GNPF-MUI Salim Assegaf mengungkapkan, kalau jumlah massa aksi Bela Islam II yang menjadi korban luka akibat tembakan gas air mata itu ada ratusan.
Mereka dilarikan ke RS Budi Kemuliaan, RSCM, dan RS lainnya. Umumnya, mereka terluka karena tembakan terkena gas air mata.
"Jumlah pasien dikatakan (Polri) dibawah 10-15 orang, faktanya itu di Budi Kemuliaan saja 165 orang, di RS lain 40 orang, lalu di RSCM juga ada yang harus dioperasi matanya dan ada yang dioperasi patah kaki," tuturnya.
Maka itu, beber Salim, dia pun menyindir pernyataan petinggi Polri yang menyebutkan, tembakan gas air mata itu tidak akan melukai massa, dia pun membantah pernyataan tersebut.
Lebih jauh, gas air mata pun bila masuk ke saluran pernapasan bisa membuat pembengkakan saluran pernapasan.
"Kalau niatnya preventif, harusnya itu (massa) diberikan ruang keluar, dari kasus yang kami tangani itu di RSCM, RSUD Tarakan, termasuk Ustaz Arifin Ilham. Selain kena gas air mata, dia ada benturan tumpul, kemungkinan peluru karet," tandasnya.
Tapi Syahrie menjadi korban tembakan gas air mata aparat penegak hukum. Hal itu dikatakan, Ketua GNPF-MUI KH Bachtiar Nasir. Menurutnya, korban tidak memiliki riwayat penyakit asma.
"Kami malam ini akan ke rumah duka yang menjadi korban kemarin, Pak Syahrie warga Banten. Dan kami klarifikasi, dia tidak punya penyakit asma, istrinya bilang demikian. Sekali lagi, polisi bohong," kata Bachtiar Nasir di Senayan, Jakarta, kemarin.
Sebelumnya, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Awi Setiyono menyebutkan, Syahrie merupakan seorang guru ngaji. Dia meninggal saat dirawat di RSPAD Gatot Subroto setelah sempat ambruk di lokasi demo.
""Korban meninggal dunia karena asma, tidak ditemukan luka-luka atau tanda-tanda kekerasan pada tubuh korban," ujar Awi Setiyono.
Sementara Koordinator Medis GNPF-MUI Salim Assegaf mengungkapkan, kalau jumlah massa aksi Bela Islam II yang menjadi korban luka akibat tembakan gas air mata itu ada ratusan.
Mereka dilarikan ke RS Budi Kemuliaan, RSCM, dan RS lainnya. Umumnya, mereka terluka karena tembakan terkena gas air mata.
"Jumlah pasien dikatakan (Polri) dibawah 10-15 orang, faktanya itu di Budi Kemuliaan saja 165 orang, di RS lain 40 orang, lalu di RSCM juga ada yang harus dioperasi matanya dan ada yang dioperasi patah kaki," tuturnya.
Maka itu, beber Salim, dia pun menyindir pernyataan petinggi Polri yang menyebutkan, tembakan gas air mata itu tidak akan melukai massa, dia pun membantah pernyataan tersebut.
Lebih jauh, gas air mata pun bila masuk ke saluran pernapasan bisa membuat pembengkakan saluran pernapasan.
"Kalau niatnya preventif, harusnya itu (massa) diberikan ruang keluar, dari kasus yang kami tangani itu di RSCM, RSUD Tarakan, termasuk Ustaz Arifin Ilham. Selain kena gas air mata, dia ada benturan tumpul, kemungkinan peluru karet," tandasnya.
(maf)