Tinjau Lokasi Penggusuran, Komnas HAM Nilai DKI Salahi Aturan
A
A
A
JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meninjau lokasi penggusuran di Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan (Jaksel). Komnas HAM pun menilai jika penggusuran itu melanggar proses hukum karena tindakan class action warga masih berlangsung di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Subkomisi Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Siane Indriani mengatakan, kedatangannya ke lokasi penggusuran itu untuk memantau proses penertiban di Bukit Duri. Dia menilai, penggusuran itu menyalahi aturan hukum.
"Pemprov (DKI Jakarta) tidak menghormati proses hukum yang sedang berlangsung, ini kan Pemprov yang melakukan pelanggaran hukum lalu di mana penegak hukum ketika penguasa melanggar," ujarnya di Jakarta, Rabu (28/9/2016).
Saat ini, kata Siane, proses persidangan perkara gugatan warga (class action) Bukit Duri menolak penggusuran dan menuntut penghentian normalisasi Sungai Ciliwung masih berlangsung. Maka itu, pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Pemprov dapat berakibat buruk bagi warga.
Pertama, masyarakat dapat mengalami rasa frustasi karena tidak adanya penegakan hukum yang adil. Kedua, masyarakat tidak akan lagi percaya pada hukum.
Siane menjelaskan, Komnas HAM sudah mengajukan permintaan penangguhan rencana penggusuran di RW10, RW11, dan RW12 kepada Pemprov DKI Jakarta hingga adanya putusan berkekuatan hukum tetap demi menghormati proses hukum yang tengah berlangsung.
Penangguhan ini, kata Siane, berdasarkan pada Pasal 89 ayat 3 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. "Kenyatannya, itu tidak ditaati, saya khawatir ini akan membuat masyarakat frustasi dan mereka tidak percaya kepada hukum lagi," tuturnya.
Siane menambahkan, penegak hukum seharusnya bertindak tegas ketika Pemprov DKI melakukan pelanggaran hukum seperti saat ini.
"Seharusnya ditindak secara hukum, polisi bertindak, anda (penguasa daerah dan Pemprov DKI) melanggar hukum. Harusnya adil kepada semua pihak. Karena kami melihat ada potensi pelanggaran HAM," katanya.
Subkomisi Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Siane Indriani mengatakan, kedatangannya ke lokasi penggusuran itu untuk memantau proses penertiban di Bukit Duri. Dia menilai, penggusuran itu menyalahi aturan hukum.
"Pemprov (DKI Jakarta) tidak menghormati proses hukum yang sedang berlangsung, ini kan Pemprov yang melakukan pelanggaran hukum lalu di mana penegak hukum ketika penguasa melanggar," ujarnya di Jakarta, Rabu (28/9/2016).
Saat ini, kata Siane, proses persidangan perkara gugatan warga (class action) Bukit Duri menolak penggusuran dan menuntut penghentian normalisasi Sungai Ciliwung masih berlangsung. Maka itu, pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Pemprov dapat berakibat buruk bagi warga.
Pertama, masyarakat dapat mengalami rasa frustasi karena tidak adanya penegakan hukum yang adil. Kedua, masyarakat tidak akan lagi percaya pada hukum.
Siane menjelaskan, Komnas HAM sudah mengajukan permintaan penangguhan rencana penggusuran di RW10, RW11, dan RW12 kepada Pemprov DKI Jakarta hingga adanya putusan berkekuatan hukum tetap demi menghormati proses hukum yang tengah berlangsung.
Penangguhan ini, kata Siane, berdasarkan pada Pasal 89 ayat 3 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. "Kenyatannya, itu tidak ditaati, saya khawatir ini akan membuat masyarakat frustasi dan mereka tidak percaya kepada hukum lagi," tuturnya.
Siane menambahkan, penegak hukum seharusnya bertindak tegas ketika Pemprov DKI melakukan pelanggaran hukum seperti saat ini.
"Seharusnya ditindak secara hukum, polisi bertindak, anda (penguasa daerah dan Pemprov DKI) melanggar hukum. Harusnya adil kepada semua pihak. Karena kami melihat ada potensi pelanggaran HAM," katanya.
(mhd)