JPO di Jakarta Tidak Aman bagi Pejalan Kaki
A
A
A
JAKARTA - Seluruh Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) di Jakarta dinilai tidak terpelihara dan tidak terawat. Pemprov DKI harus segera mensterilkan JPO dari utilitas lainnya.
Presidium Koalisi Pejalan Kaki, Ahmad Safrudin mengatakan, Jakarta sebagai ibu kota negara masih jauh dari kota-kota besar di negara berkembang yang ramah bagi pejalan kaki. Maka itu dia menyesalkan peristiwa jatuhnya raling dan kanopi JPO Pasar Minggu, Sabtu, 2 September yang menelan korban.
Sebagai komunitas pejalan kaki, dirinya belum melihat ada perawatan dan pemeliharaan di JPO oleh Pemprov DKI. Misalnya, kata dia JPO di depan Gedung Sarinah, Thamrin, Jakarta Pusat. Menurutnya, JPO yang berada di pusat kota itu sangat mengkhawatirkan.
"Kondisi JPO di Jakarta tidak didesain untuk keamanan dan kenyamanan pejalan kaki. Tidak bisa diakses penyandang difabel dan dibebani peruntukan lain. JPO dan trotoar dibuat khusus untuk pejalan kaki," ujar Ahmad melalui telepon, Minggu (25/9/2016).
Dia menuturkan, di kota-kota besar, JPO tidak direkomendasikan terkecuali untuk menghubungi jalan bebas hambatan, termasuk underpass dan fly over. Alasannya, JPO merupakan bentuk dikriminasi terhadap pejalan kaki. Di mana, pejalan kaki harus berjuang menaiki tangga, sementara penendara bermotor dimudahkan melintas tanpa hambatan.
Untuk JPO di jalan bebas hambatan, lanjut Ahmad, sebenarnya sudah ada beberapa yang ideal. Misalnya di jalan Gatot subroto, Jakarta selatan depan Gedung Smesco dan Kementrian Perindutrian. Hanya saja, kaum difabel kesulitan untuk mengakasesnya. (Baca: Aisyah Korban Tewas JPO Ambruk Baru Rayakan Ultah Bersama Ibu)
Seharusnya, kata dia, jalur tengah yang tidak bertangga dipindah ke sisi kiri atau kanan dengan lebar sesuai kursi roda. "Reklame dan Pedagang Kaki Lima (PKL) itu tidak boleh ada di JPO ataupun trotoar. Sekalinya ada itu di trotoar wisata. Itupun tidak boleh ganggu pejalan kaki. Ini semua salah pemerintah, kalau mau menata PKL ya siapkan lahannya," tuturnya.
Presidium Koalisi Pejalan Kaki, Ahmad Safrudin mengatakan, Jakarta sebagai ibu kota negara masih jauh dari kota-kota besar di negara berkembang yang ramah bagi pejalan kaki. Maka itu dia menyesalkan peristiwa jatuhnya raling dan kanopi JPO Pasar Minggu, Sabtu, 2 September yang menelan korban.
Sebagai komunitas pejalan kaki, dirinya belum melihat ada perawatan dan pemeliharaan di JPO oleh Pemprov DKI. Misalnya, kata dia JPO di depan Gedung Sarinah, Thamrin, Jakarta Pusat. Menurutnya, JPO yang berada di pusat kota itu sangat mengkhawatirkan.
"Kondisi JPO di Jakarta tidak didesain untuk keamanan dan kenyamanan pejalan kaki. Tidak bisa diakses penyandang difabel dan dibebani peruntukan lain. JPO dan trotoar dibuat khusus untuk pejalan kaki," ujar Ahmad melalui telepon, Minggu (25/9/2016).
Dia menuturkan, di kota-kota besar, JPO tidak direkomendasikan terkecuali untuk menghubungi jalan bebas hambatan, termasuk underpass dan fly over. Alasannya, JPO merupakan bentuk dikriminasi terhadap pejalan kaki. Di mana, pejalan kaki harus berjuang menaiki tangga, sementara penendara bermotor dimudahkan melintas tanpa hambatan.
Untuk JPO di jalan bebas hambatan, lanjut Ahmad, sebenarnya sudah ada beberapa yang ideal. Misalnya di jalan Gatot subroto, Jakarta selatan depan Gedung Smesco dan Kementrian Perindutrian. Hanya saja, kaum difabel kesulitan untuk mengakasesnya. (Baca: Aisyah Korban Tewas JPO Ambruk Baru Rayakan Ultah Bersama Ibu)
Seharusnya, kata dia, jalur tengah yang tidak bertangga dipindah ke sisi kiri atau kanan dengan lebar sesuai kursi roda. "Reklame dan Pedagang Kaki Lima (PKL) itu tidak boleh ada di JPO ataupun trotoar. Sekalinya ada itu di trotoar wisata. Itupun tidak boleh ganggu pejalan kaki. Ini semua salah pemerintah, kalau mau menata PKL ya siapkan lahannya," tuturnya.
(kur)