Kriminolog Ini Nilai Janggal Perampokan di Pondok Indah
A
A
A
JAKARTA - Indikasi motif perampokan di rumah mantan Direktur Exxon Mobile di kawasan Gedung Hijau, Pondok Indah, Jakarta Selatan pada Sabtu 3 September 2016 dinilai janggal. Salah satunya tentang dibuatkannya mi instan oleh Assiten Rumah Tangga (ART) korban.
Kriminolog Universitas Indonesia, Josias Simon mengatakan, aneh bila pelaku melakukan percobaan perampokan di pagi hari, tepatnya di hari libur, disaat sebagian orang masih berada di rumah. Apalagi dilakukan di kawasan perumahan elite, sekaliber Pondok Indah yang memiliki sistem keamanan lengkap dengan akses satu pintu.
"Lebih tepatnya ia menunggu momen, dimana yang dicari berada di rumah. Artinya, sebelum orang itu pergi kenapa dia bela-belain pagi hari," ucap Josias kepada Koran SINDO, Minggu (4/9/2016).
Indikasi lainnya terkait kasus ini, lanjut Josias sangat dimungkinkan lebih kepada bersifat ekonomis, seperti hutang piutang maupun janji antara korban dan pelaku.
Bila hal itu dimungkinkan, maka Josias meyakini, dua pelaku tersebut merupakan seorang debt collector yang disuruh oleh seseorang. "Ini yang semakin menguatkan motif yang ada," kata Josias.
Josias tak menampik, untuk memberikan kesan seram terhadap korbannya, penggunaan senjata pada kasus itu sangatlah dimungkinkan. Hanya saja untuk penggunaan semacam ini dibutuhkan ketenangan khusus. Salah-salah karena emosi meledak, pistol tersebut meletus, melukai korbannya, hingga menggagalkan skenario yang telah tersusun.
Pengunaan senjata yang ada, lanjut Josias sangatlah lumrah. Ketidak tegasaan pemerintah pusat dalam larangan senjata tajam membuat senjata api beredar luas. Ini terbukti dengan munculnya kasus jual beli senjata api yang melibatkan oknum paspampers.
"Artinya pembelian senjata bisa dilakukan dengan beberapa orang. Tanpa jabatan dan duit berlimpah mana mungkin mereka dapat senjata sekelas Walter, kecuali kalau ada yang meminjamkan," tutur Josias.
Sementara itu, Dirkrimum Polda Metro Jaya, Kombes Pol Rudy Heriyanto Adi Nugroho mengatakan, satu pelaku berinisial AJ, mengaku anggota TNI dan anggota Persatuan Menembak Indonesia (Perbakin). Saat ini pembuktian itu sedang diselidiki oleh timnya.
Pasalnya hasil penggeledahan yang dilakukan di rumah pelaku di kawasan Kota Tangerang, dua kartu itu belum juga ditemukan. "KTA masih kami cari, katanya ada di mobil yang dibawa temannya. Sedangkan yang Perbakin, ia belum bisa menunjukan kartu keanggotaanya," terang Rudy saat dikonfirmasi.
Temuan adanya senjata berjenis Walther berkaliber 32 semakin membuktikan keterlibatan anggota TNI. Pasalnya, senjata organik ini kerap digunakan oleh TNI.
Dandim 0504 Jakarta Selatan, Letkol Inf Ade Rony Wijaya tak menampik akan penggunaan senjata itu. Hanya saja terkait senjata itu, Rony mengatakan, organik yang digunakan TNI berwarna hitam, sementara penemuan di tempat kejadian berwana coklat.
Untuk menguatkan hal itu, Rudy masih melakukan pencarian. Dua instansi besar, yakni Mabes TNI dan Mabes Polri mengaku bahwa senjata itu tidak terdaftar di catatan dua instansi tersebut.
Kriminolog Universitas Indonesia, Josias Simon mengatakan, aneh bila pelaku melakukan percobaan perampokan di pagi hari, tepatnya di hari libur, disaat sebagian orang masih berada di rumah. Apalagi dilakukan di kawasan perumahan elite, sekaliber Pondok Indah yang memiliki sistem keamanan lengkap dengan akses satu pintu.
"Lebih tepatnya ia menunggu momen, dimana yang dicari berada di rumah. Artinya, sebelum orang itu pergi kenapa dia bela-belain pagi hari," ucap Josias kepada Koran SINDO, Minggu (4/9/2016).
Indikasi lainnya terkait kasus ini, lanjut Josias sangat dimungkinkan lebih kepada bersifat ekonomis, seperti hutang piutang maupun janji antara korban dan pelaku.
Bila hal itu dimungkinkan, maka Josias meyakini, dua pelaku tersebut merupakan seorang debt collector yang disuruh oleh seseorang. "Ini yang semakin menguatkan motif yang ada," kata Josias.
Josias tak menampik, untuk memberikan kesan seram terhadap korbannya, penggunaan senjata pada kasus itu sangatlah dimungkinkan. Hanya saja untuk penggunaan semacam ini dibutuhkan ketenangan khusus. Salah-salah karena emosi meledak, pistol tersebut meletus, melukai korbannya, hingga menggagalkan skenario yang telah tersusun.
Pengunaan senjata yang ada, lanjut Josias sangatlah lumrah. Ketidak tegasaan pemerintah pusat dalam larangan senjata tajam membuat senjata api beredar luas. Ini terbukti dengan munculnya kasus jual beli senjata api yang melibatkan oknum paspampers.
"Artinya pembelian senjata bisa dilakukan dengan beberapa orang. Tanpa jabatan dan duit berlimpah mana mungkin mereka dapat senjata sekelas Walter, kecuali kalau ada yang meminjamkan," tutur Josias.
Sementara itu, Dirkrimum Polda Metro Jaya, Kombes Pol Rudy Heriyanto Adi Nugroho mengatakan, satu pelaku berinisial AJ, mengaku anggota TNI dan anggota Persatuan Menembak Indonesia (Perbakin). Saat ini pembuktian itu sedang diselidiki oleh timnya.
Pasalnya hasil penggeledahan yang dilakukan di rumah pelaku di kawasan Kota Tangerang, dua kartu itu belum juga ditemukan. "KTA masih kami cari, katanya ada di mobil yang dibawa temannya. Sedangkan yang Perbakin, ia belum bisa menunjukan kartu keanggotaanya," terang Rudy saat dikonfirmasi.
Temuan adanya senjata berjenis Walther berkaliber 32 semakin membuktikan keterlibatan anggota TNI. Pasalnya, senjata organik ini kerap digunakan oleh TNI.
Dandim 0504 Jakarta Selatan, Letkol Inf Ade Rony Wijaya tak menampik akan penggunaan senjata itu. Hanya saja terkait senjata itu, Rony mengatakan, organik yang digunakan TNI berwarna hitam, sementara penemuan di tempat kejadian berwana coklat.
Untuk menguatkan hal itu, Rudy masih melakukan pencarian. Dua instansi besar, yakni Mabes TNI dan Mabes Polri mengaku bahwa senjata itu tidak terdaftar di catatan dua instansi tersebut.
(mhd)