Tertib Lalu Lintas Disarankan Masuk Kurikulum Pendidikan
A
A
A
JAKARTA - Stakeholder pendidikan berharap tertib lalu lintas dapat masuk dalam kurikulum pendidikan anak-anak. Ini dilakukan sebagai upaya menekan angka kecelakaan lalu lintas.
Untuk diketahui pada 2010 lalu, Polri menandatangani MoU dengan Kementerian Pendidikan agar anak-anak usia dini memahami tertib lalu. Namun, upaya memasukkan tertib lalu lintas ke kurikulum pendidikan ini hanya sebatas formalitas saja.
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Pol Syamsul Bahri mengatakan, hingga Agustus 2016 Polda Metro Jaya mencatat 400 orang telah meninggal dunia sejak awal tahun. Angka ini meningkat bila merujuk dari angka tahun lalu.
Tingginya angka kecelakaan lalu lintas ini bermula dari pelanggaran lalu lintas yang dilakukan pengguna kendaraan pribadi dan umum. Salah satunya penggunaan ponsel saat mengemudikan kendaraan.
Tingginya mobilisasi kendaraan bermotor juga menjadi penyebab kecelakaan lalu lintas. Syamsul menilai kondisi Jakarta sangat tak sebanding, dari ruas jalan yang ada, jumlah kendaraan saat ini sudah mencapai 19 juta kendaraan selama setahun.
"Semakin tinggi kendaraan, semakin tinggi angka pelanggaran," papar Syamsul dalam Seminar HUT Lalu Lintas ke-61 di Hotel The Hermitage, Jakarta Pusat pada Rabu 24, Agustus 2016.
Sekalipun saat ini, Polda Metro Jaya bersama dengan Dinas Perhubungan DKI Jakarta telah melakukan berbagai upaya mengurangi angka lalu lintas. Namun melihat dari peningkatan jumlah kendaraan, peran masyarakat dalam tertib berlalu lintas masih sangat dibutuhkan.
"Untuk pendidikan anak usia dini dalam mengenal tertib berlalu lintas harus dilakukan segera. Pengenalan tentang rambu lalu lintas di usia dini harus dilakukan di rumah dan sekolah," ujarnya. Menurut Syamsul, pola doktrinisasi semacam ini akan dapat diingat.
Guru Besar Pendidikan dan Duta UNESCO Prof Arief Rahman mengakui pendidikan di Indonesia sangatlah keliru. Pengembangan potensi diri tidak dilakukan secara spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, dan kecerdasan. Sehingga pengembangan kurikulum tak berjalan maksimal.
Padahal melalui pendidikan baik, karakter seseorang bisa muncul. Sehingga etika dengan sendirinya akan timbul, target suatu pendidikan bisa tercapai, salah satunya tertib lalu lintas.
Arief mengakui, dalam tertib berlalu lintas, etika harus dilakukan. "Jadi dengan sendiri etika berlalu lintas timbul. Masyarakat menjadi tertib berlalu lintas," tuturnya.
Psikolog pendidikan dan Anak Nona Pooroe Utomo menambahkan, pendidikan keamanan di jalan raya memainkan peran penting dalam membentuk sikap dan perilaku anak. Kondisi ini dapat mendorong mereka untuk menjadi pengguna jalan yang bertanggung jawab.
Hingga tahun 2010-2015 lalu, setidaknya 176.000 anak-anak di bawah umur menjadi korban kecelakaan di jalan. Artinya setiap harinya, di Indonesia 85 anak-anak di bawah 15 tahun telah menjadi korban.
Sementara masih di tahun yang sama, 27.000 anak-anak memicu terjadi kecelakaan jalanan. "Ini harus dilakukan secepatnya. Pendidikan tertib lalu lintas, dapat mengurangi angka pelanggaran dan kecelakaan," tutupnya.
Untuk diketahui pada 2010 lalu, Polri menandatangani MoU dengan Kementerian Pendidikan agar anak-anak usia dini memahami tertib lalu. Namun, upaya memasukkan tertib lalu lintas ke kurikulum pendidikan ini hanya sebatas formalitas saja.
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Pol Syamsul Bahri mengatakan, hingga Agustus 2016 Polda Metro Jaya mencatat 400 orang telah meninggal dunia sejak awal tahun. Angka ini meningkat bila merujuk dari angka tahun lalu.
Tingginya angka kecelakaan lalu lintas ini bermula dari pelanggaran lalu lintas yang dilakukan pengguna kendaraan pribadi dan umum. Salah satunya penggunaan ponsel saat mengemudikan kendaraan.
Tingginya mobilisasi kendaraan bermotor juga menjadi penyebab kecelakaan lalu lintas. Syamsul menilai kondisi Jakarta sangat tak sebanding, dari ruas jalan yang ada, jumlah kendaraan saat ini sudah mencapai 19 juta kendaraan selama setahun.
"Semakin tinggi kendaraan, semakin tinggi angka pelanggaran," papar Syamsul dalam Seminar HUT Lalu Lintas ke-61 di Hotel The Hermitage, Jakarta Pusat pada Rabu 24, Agustus 2016.
Sekalipun saat ini, Polda Metro Jaya bersama dengan Dinas Perhubungan DKI Jakarta telah melakukan berbagai upaya mengurangi angka lalu lintas. Namun melihat dari peningkatan jumlah kendaraan, peran masyarakat dalam tertib berlalu lintas masih sangat dibutuhkan.
"Untuk pendidikan anak usia dini dalam mengenal tertib berlalu lintas harus dilakukan segera. Pengenalan tentang rambu lalu lintas di usia dini harus dilakukan di rumah dan sekolah," ujarnya. Menurut Syamsul, pola doktrinisasi semacam ini akan dapat diingat.
Guru Besar Pendidikan dan Duta UNESCO Prof Arief Rahman mengakui pendidikan di Indonesia sangatlah keliru. Pengembangan potensi diri tidak dilakukan secara spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, dan kecerdasan. Sehingga pengembangan kurikulum tak berjalan maksimal.
Padahal melalui pendidikan baik, karakter seseorang bisa muncul. Sehingga etika dengan sendirinya akan timbul, target suatu pendidikan bisa tercapai, salah satunya tertib lalu lintas.
Arief mengakui, dalam tertib berlalu lintas, etika harus dilakukan. "Jadi dengan sendiri etika berlalu lintas timbul. Masyarakat menjadi tertib berlalu lintas," tuturnya.
Psikolog pendidikan dan Anak Nona Pooroe Utomo menambahkan, pendidikan keamanan di jalan raya memainkan peran penting dalam membentuk sikap dan perilaku anak. Kondisi ini dapat mendorong mereka untuk menjadi pengguna jalan yang bertanggung jawab.
Hingga tahun 2010-2015 lalu, setidaknya 176.000 anak-anak di bawah umur menjadi korban kecelakaan di jalan. Artinya setiap harinya, di Indonesia 85 anak-anak di bawah 15 tahun telah menjadi korban.
Sementara masih di tahun yang sama, 27.000 anak-anak memicu terjadi kecelakaan jalanan. "Ini harus dilakukan secepatnya. Pendidikan tertib lalu lintas, dapat mengurangi angka pelanggaran dan kecelakaan," tutupnya.
(whb)