DKI Mengakui Swakelola TPST Bantar Gebang Belum Optimal
A
A
A
BEKASI - Pemprov DKI Jakarta menilai swakelola TPST Bantar Gebang masih belum optimal. Sebab, gundukan sampah di zona I yang menjadi lokasi pembuangan sampah ketinggiannya mencapai 40 meter.
Bahkan, tumpukan sampah tersebut juga tidak dilapisi cover soil dan berimbas bau sampah menyeruak hingga ke dalam kantor pengelola dan luar TPST.”Masih transisi jadi belum optimal,” ungkap Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Syaiful Hidayat di TPST Bantar Gebang, Kota Bekasi, Kamis 4 Agustus 2016 kemarin .
Djarot menilai hal ini ini sangat wajar bila ada kekurangan dalam pengelolaan TPST. Untuk itu, evaluasi masa transisi ini akan dilakukan selama tiga bulan ke depan.
Setelah itu, kata dia, instansinya akan menentukan keputusan yang mendasar dalam rangka menyiapkan sistem pengelolaan TPST tersebut. Meski begitu, DKI Jakarta tengah melakukan berbagai upaya penyempurnaan dalam pengelolaan TPST.
Salah satunya pengerahan alat berat yang dipinjam dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) serta Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mengerjakan proyek DKI.”Kebutuhan alat berat cukup banyak, padahal semua sudah difungsikan di sini,” ujarnya.
Djarot mengatakan, DKI Jakarta akan memfokuskan penataan sampah dengan cover soil secepatnya. Sehingga, ke depannya penataan di TPST Bantar Gebang bisa kembali tertata dan berjalan seperti biasanya.
Kanit Pengelola Sampat Terpadu (UPST) Dinas Kebersihan DKI Jakarta Asep Kuswanto menambahkan, tengah mengupayakan untuk meminjam 10 ekskavator ke Kementerian PUPR. Hingga kini sebanyak 27 alat berat telah difungsikan di TPST Bantar Gebang.
”Kami mengajukan pinjaman 10 alat berat, semoga dapat terwujud, dan secepatnya bisa digunakan di TPST Bantar Gebang,” ujarnya. Meski begitu, lanjut dia, Pemprov DKI berencana membeli 30 alat berat menggunakan APBD Perubahan 2016 ini.
Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta, Isnawa Adji menuturkan, tengah memverifikasi jumlah bekas pegawai dari pengelola lama. Sebab mereka akan dijadikan Pekerja Harian Lepas (PHL) dengan upah sebesar Rp3,1 juta per bulan.
”Data awal jumlah pegawai 381 jiwa kemudian bertambah karena kami melakukan pendataan ulang menjadi 465 jiwa,” tuturnya. Selain diberi upah yang layak, kata dia, kesehatan para pegawai juga telah terlindungi Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Sosial (BPJS).
Bahkan, tumpukan sampah tersebut juga tidak dilapisi cover soil dan berimbas bau sampah menyeruak hingga ke dalam kantor pengelola dan luar TPST.”Masih transisi jadi belum optimal,” ungkap Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Syaiful Hidayat di TPST Bantar Gebang, Kota Bekasi, Kamis 4 Agustus 2016 kemarin .
Djarot menilai hal ini ini sangat wajar bila ada kekurangan dalam pengelolaan TPST. Untuk itu, evaluasi masa transisi ini akan dilakukan selama tiga bulan ke depan.
Setelah itu, kata dia, instansinya akan menentukan keputusan yang mendasar dalam rangka menyiapkan sistem pengelolaan TPST tersebut. Meski begitu, DKI Jakarta tengah melakukan berbagai upaya penyempurnaan dalam pengelolaan TPST.
Salah satunya pengerahan alat berat yang dipinjam dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) serta Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mengerjakan proyek DKI.”Kebutuhan alat berat cukup banyak, padahal semua sudah difungsikan di sini,” ujarnya.
Djarot mengatakan, DKI Jakarta akan memfokuskan penataan sampah dengan cover soil secepatnya. Sehingga, ke depannya penataan di TPST Bantar Gebang bisa kembali tertata dan berjalan seperti biasanya.
Kanit Pengelola Sampat Terpadu (UPST) Dinas Kebersihan DKI Jakarta Asep Kuswanto menambahkan, tengah mengupayakan untuk meminjam 10 ekskavator ke Kementerian PUPR. Hingga kini sebanyak 27 alat berat telah difungsikan di TPST Bantar Gebang.
”Kami mengajukan pinjaman 10 alat berat, semoga dapat terwujud, dan secepatnya bisa digunakan di TPST Bantar Gebang,” ujarnya. Meski begitu, lanjut dia, Pemprov DKI berencana membeli 30 alat berat menggunakan APBD Perubahan 2016 ini.
Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta, Isnawa Adji menuturkan, tengah memverifikasi jumlah bekas pegawai dari pengelola lama. Sebab mereka akan dijadikan Pekerja Harian Lepas (PHL) dengan upah sebesar Rp3,1 juta per bulan.
”Data awal jumlah pegawai 381 jiwa kemudian bertambah karena kami melakukan pendataan ulang menjadi 465 jiwa,” tuturnya. Selain diberi upah yang layak, kata dia, kesehatan para pegawai juga telah terlindungi Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Sosial (BPJS).
(whb)