Bima Arya Didesak Segera Putuskan Relokasi Terminal Baranangsiang
A
A
A
BOGOR - Relokasi Terminal Baranangsiang, Kota Bogor yang direncanakan sejak 2011 terus molor alias terkatung-katung dari rencana pembangunan yang sudah termaktub dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan Panjang. Pasalnya, hingga saat ini, Pemkot Bogor belum bisa memastikan kapan pemindahan terminal terbesar dan tertua di Kota Hujan itu dapat direalisasikan.
Kondisi tersebut dipertanyakan pihak Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Bahkan BPJT bersama Kementerian Pekerjaan Umum mendesak Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto agar segera mengambil keputusan terkait relokasi tersebut, karena menyangkut proyek nasional penyelenggaraan transportasi massal berupa Light Rail Transit (LRT).
Kepala BPTJ Elly Sinaga mengatakan, Kemenhub dan Kementerian Pekerjaan Umum dalam waktu dekat ini, sudah akan membuat perencanaan jalur LRT sesi II dari Cibubur-Bogor. Namun, hingga kini Pemkot Bogor dan pemerintah pusat masih tarik ulur dalam menentukan lokasi stasiun akhir LRT di Bogor.
"Kami berharap cepat diputuskan, karena kalau makin lama problemnya kian sulit. Mudah-mudahan pak wali bisa langsung memutuskan itu, sehingga kami cepat action," kata Elly Sinaga usai rapat koordinasi terkait program penyelenggaraan transportasi massal di Balai Kota Bogor.
Kegamangan Pemkot Bogor dalam menentukan lokasi stasiun akhir LRT di koridor II (Cibubur-Bogor), dikarenakan berbenturan dengan proyek daerah yakni revitalisasi Terminal Baranangsiang yang rencananya akan dibangun secara terpadu dengan pusat komersial (mal dan hotel). Bahkan, pihak ketiga yang sudah banyak berinvestasi untuk revitalisasi Terminal Baranangsiang sempat geram, karena kerap mendapat penolakan dari warga, pedagang dan pengemudi jasa angkutan.
“Terkendalanya proyek revitalisasi Terminal Barangsiang selain karena menuai polemik terkait peruntukannya, juga dikarenakan adanya proyek LRT dari pemerintah pusat. Bahkan Pemkot Bogor bersikukuh Tanah Baru sebagai lokasi pembangunan stasiun akhir LRT. Sedangkan pemerintah pusat menghendaki lokasinya di Terminal Baranangsiang. Bagi kami bisa saja ke Tanah Baru, tetapi kalau sekarang waktunya sudah tidak memungkinkan," ujarnya.
Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto mengatakan penentuan Tanah Baru sebagai lokasi proyek pembangunan stasiun akhir LRT untuk menghindari kesemrawutan di pusat kota. "Soal pembangunan stasiun di Tanah Baru juga kami juga masih menunggu keputusan dari kementerian," katanya.
Bima menuturkan, pihaknya hingga saat ini terus berusaha dalam memutuskan lokasi stasiun akhir LRT dan revitalisasi Terminal Baranangsiang dapat berjalan sesuai harapan tanpa berbenturan dengan sejumlah aturan dan perundang-undangan. Bima melanjutkan, lahan yang akan dibebaskan di Tanah Baru untuk relokasi Terminal Baranangsiang dan pembangunan stasiun akhir LRT itu seluas 5 hektare dengan alokasi anggarannya diperkirakan menghabiskan dana Rp 10 miliar.
Menurutnya, jika pemerintah mempersilakan gagasan Pemkot, pihaknya akan langsung bekerja melakukan pembebasan tanah di Tanah Baru.“Tetapi jika pemerintah menilai hal itu bertentangan dengan UU maka kegiatan tidak akan dilaksanakan. Jadi anggaran sebesar Rp10 miliar itu belum dieksekusi, masih dipegang, yang jelas kita masih menunggu arahan pemerintah pusat untuk segera dieksekusi atau tidak. Ini masih kita koordinasikan," pungkasnya.
Kondisi tersebut dipertanyakan pihak Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Bahkan BPJT bersama Kementerian Pekerjaan Umum mendesak Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto agar segera mengambil keputusan terkait relokasi tersebut, karena menyangkut proyek nasional penyelenggaraan transportasi massal berupa Light Rail Transit (LRT).
Kepala BPTJ Elly Sinaga mengatakan, Kemenhub dan Kementerian Pekerjaan Umum dalam waktu dekat ini, sudah akan membuat perencanaan jalur LRT sesi II dari Cibubur-Bogor. Namun, hingga kini Pemkot Bogor dan pemerintah pusat masih tarik ulur dalam menentukan lokasi stasiun akhir LRT di Bogor.
"Kami berharap cepat diputuskan, karena kalau makin lama problemnya kian sulit. Mudah-mudahan pak wali bisa langsung memutuskan itu, sehingga kami cepat action," kata Elly Sinaga usai rapat koordinasi terkait program penyelenggaraan transportasi massal di Balai Kota Bogor.
Kegamangan Pemkot Bogor dalam menentukan lokasi stasiun akhir LRT di koridor II (Cibubur-Bogor), dikarenakan berbenturan dengan proyek daerah yakni revitalisasi Terminal Baranangsiang yang rencananya akan dibangun secara terpadu dengan pusat komersial (mal dan hotel). Bahkan, pihak ketiga yang sudah banyak berinvestasi untuk revitalisasi Terminal Baranangsiang sempat geram, karena kerap mendapat penolakan dari warga, pedagang dan pengemudi jasa angkutan.
“Terkendalanya proyek revitalisasi Terminal Barangsiang selain karena menuai polemik terkait peruntukannya, juga dikarenakan adanya proyek LRT dari pemerintah pusat. Bahkan Pemkot Bogor bersikukuh Tanah Baru sebagai lokasi pembangunan stasiun akhir LRT. Sedangkan pemerintah pusat menghendaki lokasinya di Terminal Baranangsiang. Bagi kami bisa saja ke Tanah Baru, tetapi kalau sekarang waktunya sudah tidak memungkinkan," ujarnya.
Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto mengatakan penentuan Tanah Baru sebagai lokasi proyek pembangunan stasiun akhir LRT untuk menghindari kesemrawutan di pusat kota. "Soal pembangunan stasiun di Tanah Baru juga kami juga masih menunggu keputusan dari kementerian," katanya.
Bima menuturkan, pihaknya hingga saat ini terus berusaha dalam memutuskan lokasi stasiun akhir LRT dan revitalisasi Terminal Baranangsiang dapat berjalan sesuai harapan tanpa berbenturan dengan sejumlah aturan dan perundang-undangan. Bima melanjutkan, lahan yang akan dibebaskan di Tanah Baru untuk relokasi Terminal Baranangsiang dan pembangunan stasiun akhir LRT itu seluas 5 hektare dengan alokasi anggarannya diperkirakan menghabiskan dana Rp 10 miliar.
Menurutnya, jika pemerintah mempersilakan gagasan Pemkot, pihaknya akan langsung bekerja melakukan pembebasan tanah di Tanah Baru.“Tetapi jika pemerintah menilai hal itu bertentangan dengan UU maka kegiatan tidak akan dilaksanakan. Jadi anggaran sebesar Rp10 miliar itu belum dieksekusi, masih dipegang, yang jelas kita masih menunggu arahan pemerintah pusat untuk segera dieksekusi atau tidak. Ini masih kita koordinasikan," pungkasnya.
(whb)