Ibu Penggergaji Anak Divonis Satu Tahun Penjara
A
A
A
JAKARTA - Majelis hakim menjatuhkan vonis satu tahun penjara terhadap ibu penggergaji Anak, Sharon Rose Lease. Sharon ditetapkan melanggar UU Perlindungan Anak pasal 80 ayat 1 dan UU Nomor 35 tahun 2014 dengan hukuman satu tahun penjara.
Sidang sendiri hanya berlangsung satu jam, dimulai pukul 15.00 WIB dan berakhir sekitar pukul 16.00 WIB. Sidang dipimpin Majelis Hakim Nelson Sianturi, dihadiri pengacara terdakwa dan ibu Sharon.
Dalam persidangan, Ketua Majelis Hakim Nelson Sianturi mengatakan, hakim telah melihat bukti-bukti luka sayatan, hasil Visum dari RS Pertamina akan adanya bekas luka sayatan di tangan anak terdakwa.
Maka itu, hakim menyimpulkan kalau unsur kekerasan terhadap anak telah terpenuhi, meski terdakwa menyangkal semua perbuatan penganiayaan pada anaknya itu.
"Menimbang terdakwa menyangkal tak pernah memukul, menyundut rokok, dan menggoreskan benda tajam. Padahal, terdakwa mengaku memukul korban lima kali dan dua kali memukul saksi (kakak korban) itu sudah menjadi bukti dan simpulan terdakwa telah menganiaya korban dan saksi," ujarnya di PN Jaksel, Senin (16/5/2016).
Dia menjelaskan, setelah menimbang terdakwa terbukti melakukan kekerasan fisik pada anaknya itu. Maka, nota pembelaan terdakwa ditolak seluruhnya.
Selain itu, menimbang korban mengalami trauma hebat, maka majelis hakim pun menjatuhkan hukuman dengan berat pada Sharon. "Terdakwa, Sharon Rose dijatuhkan pidana selama satu tahun dan denda Rp 60 juta, dan memerintahkan terdakwa berada di tahanan," tuturnya.
Sementara itu, terdakwa Sharon menyebutkan, dia sejatinya hanya korban laporan KPAI belaka, polisi, dan pemberitaan media. Pasalnya, dia tetap tak mengakui semua perbuatannya yang telah menggergaji anaknya hingga mengalami luka serius.
"Saya pikir-pikir (untuk banding), saya ini korban dari laporan saja, korban pemberitaan. Saya tidak salah kok. Soal luka-luka, itu materi penyidikan jadi tanya pengacara saya saja," ketusnya meninggalkan ruangan sidang.
Kuasa hukum Sharon, Willy Watu mengungkapkan, vonis yang diberikan hakim pada kliennya itu memang lebih berat dari dakwaan JPU yang menjeratnya selama 3 bulan belaka. (Baca: Sadis, Ibu Dicipulir Tega Gergaji Tangan Anak Kandungnya)
Maka itu, dia pun mempertanyakan vonis hakim. Pasalnya, fakta di lapangan itu seharusnya tak bisa membuat kliennya dihukum.
"Mungkin hakim dengar soal kekerasan ini di luar lalu dikaitkan dengan kasus ini. Padahal, faktanya tak begitu," paparnya.
Sidang sendiri hanya berlangsung satu jam, dimulai pukul 15.00 WIB dan berakhir sekitar pukul 16.00 WIB. Sidang dipimpin Majelis Hakim Nelson Sianturi, dihadiri pengacara terdakwa dan ibu Sharon.
Dalam persidangan, Ketua Majelis Hakim Nelson Sianturi mengatakan, hakim telah melihat bukti-bukti luka sayatan, hasil Visum dari RS Pertamina akan adanya bekas luka sayatan di tangan anak terdakwa.
Maka itu, hakim menyimpulkan kalau unsur kekerasan terhadap anak telah terpenuhi, meski terdakwa menyangkal semua perbuatan penganiayaan pada anaknya itu.
"Menimbang terdakwa menyangkal tak pernah memukul, menyundut rokok, dan menggoreskan benda tajam. Padahal, terdakwa mengaku memukul korban lima kali dan dua kali memukul saksi (kakak korban) itu sudah menjadi bukti dan simpulan terdakwa telah menganiaya korban dan saksi," ujarnya di PN Jaksel, Senin (16/5/2016).
Dia menjelaskan, setelah menimbang terdakwa terbukti melakukan kekerasan fisik pada anaknya itu. Maka, nota pembelaan terdakwa ditolak seluruhnya.
Selain itu, menimbang korban mengalami trauma hebat, maka majelis hakim pun menjatuhkan hukuman dengan berat pada Sharon. "Terdakwa, Sharon Rose dijatuhkan pidana selama satu tahun dan denda Rp 60 juta, dan memerintahkan terdakwa berada di tahanan," tuturnya.
Sementara itu, terdakwa Sharon menyebutkan, dia sejatinya hanya korban laporan KPAI belaka, polisi, dan pemberitaan media. Pasalnya, dia tetap tak mengakui semua perbuatannya yang telah menggergaji anaknya hingga mengalami luka serius.
"Saya pikir-pikir (untuk banding), saya ini korban dari laporan saja, korban pemberitaan. Saya tidak salah kok. Soal luka-luka, itu materi penyidikan jadi tanya pengacara saya saja," ketusnya meninggalkan ruangan sidang.
Kuasa hukum Sharon, Willy Watu mengungkapkan, vonis yang diberikan hakim pada kliennya itu memang lebih berat dari dakwaan JPU yang menjeratnya selama 3 bulan belaka. (Baca: Sadis, Ibu Dicipulir Tega Gergaji Tangan Anak Kandungnya)
Maka itu, dia pun mempertanyakan vonis hakim. Pasalnya, fakta di lapangan itu seharusnya tak bisa membuat kliennya dihukum.
"Mungkin hakim dengar soal kekerasan ini di luar lalu dikaitkan dengan kasus ini. Padahal, faktanya tak begitu," paparnya.
(ysw)