Pembangunan Jembatan Semanggi Kontraproduktif dengan Transportasi Massal
A
A
A
JAKARTA - Pemprov DKI Jakarta akan melakukan groundbreaking pembangunan jalan layang Semanggi pada 8 April mendatang. Pembangunan jalan layang Semanggi dinilai bukti dari ketidakseriusan Pemprov DKI menata transportasi massal.
Pengamat perkotaan Universitas Trisakti dari Nirwono Joga mengatakan, pembangunan jalan layang Semanggi hanya menguntungkan dan menyenangkan pengguna kendaraan pribadi. Hal tersebut sangat kontraproduktif mengajak masyarakat untuk beralih ke transportasi massal.
Terlebih, kata dia, pembangunan tersebut merusak konsep jembatan Semanggi sebagai ikon cagar budaya Ibu Kota seperti yang tertuang dalam Undang-Undang No 11/2010 tentang Benda Cagar Budaya,
"Keberadaan jalan layang Semanggi mengurangi macet 50% itu pembohongan publik. Ini menunjukkan Pemprov DKI setengah hati membangun transportasi massal," kata Nirwono Joga saat dihubungi Kamis 31 Maret 2016 kemarin.
Nirwono menjelaskan, pembangunan jalan layang Semanggi tidak akan mengurangi kemacetan dan pengendara tetap akan menggunakan kendaran pribadi selama pola transportasi makro belum terwujud. Sebaiknya, Pemprov fokus terhadap pembatasan kendaraan pribadi Sudirman-Thamrin-Gatot Subroto-MT Haryono melalui Electronik Road Pricing (ERP), 3 in 1, dan pelarangan sepeda motor.
Selain itu, lanjut Nirwono, Pemprov DKI juga fokus untuk mengoptimalkan bus Transjakarta, Light Rail Transit (LRT), MRT, jalur pejalan kaki dan pesepeda untuk jarak dekat.
Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengatakan, pembangunan jalan layang Semanggi itu merupakan sejarah sipil pertama Indonesia yang memasang (bridge case) membentang sepanjang 800 meter di atas jembatan Semanggi. Menurut Ahok, jalan layang Semanggi dapat mengurangi banyak kemacetan.
Namun saat ditanya persentasinya, dia meminta agar bertanya kepada polisi. Mantan Bupati Belitung Timur itu menyebutkan, dana pembangunan jalan layang Semanggi sebesar Rp300 miliar.
Pengamat perkotaan Universitas Trisakti dari Nirwono Joga mengatakan, pembangunan jalan layang Semanggi hanya menguntungkan dan menyenangkan pengguna kendaraan pribadi. Hal tersebut sangat kontraproduktif mengajak masyarakat untuk beralih ke transportasi massal.
Terlebih, kata dia, pembangunan tersebut merusak konsep jembatan Semanggi sebagai ikon cagar budaya Ibu Kota seperti yang tertuang dalam Undang-Undang No 11/2010 tentang Benda Cagar Budaya,
"Keberadaan jalan layang Semanggi mengurangi macet 50% itu pembohongan publik. Ini menunjukkan Pemprov DKI setengah hati membangun transportasi massal," kata Nirwono Joga saat dihubungi Kamis 31 Maret 2016 kemarin.
Nirwono menjelaskan, pembangunan jalan layang Semanggi tidak akan mengurangi kemacetan dan pengendara tetap akan menggunakan kendaran pribadi selama pola transportasi makro belum terwujud. Sebaiknya, Pemprov fokus terhadap pembatasan kendaraan pribadi Sudirman-Thamrin-Gatot Subroto-MT Haryono melalui Electronik Road Pricing (ERP), 3 in 1, dan pelarangan sepeda motor.
Selain itu, lanjut Nirwono, Pemprov DKI juga fokus untuk mengoptimalkan bus Transjakarta, Light Rail Transit (LRT), MRT, jalur pejalan kaki dan pesepeda untuk jarak dekat.
Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengatakan, pembangunan jalan layang Semanggi itu merupakan sejarah sipil pertama Indonesia yang memasang (bridge case) membentang sepanjang 800 meter di atas jembatan Semanggi. Menurut Ahok, jalan layang Semanggi dapat mengurangi banyak kemacetan.
Namun saat ditanya persentasinya, dia meminta agar bertanya kepada polisi. Mantan Bupati Belitung Timur itu menyebutkan, dana pembangunan jalan layang Semanggi sebesar Rp300 miliar.
(whb)