Pemerintah Diminta Tak Gegabah Tutup Transportasi Berbasis Online
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah diminta tidak gegabah dalam merespon permintaan ratusan pengemudi dari Paguyuban Pengemudi Angkutan Darat (PPAD) untuk menutup transportasi berbasis aplikasi. Karena, pemerintah harus mendengarkan aspirasi dari masyarakat.
"Pemerintah harus cermat dan jangan gegabah mengambil keputusan apalagi sampai merugikan rakyat. Pemerintah diminta mendengarkan suara rakyat bukan suara korporasi atau kelompok kepentingan bisnis. Pemerintah harus mendengarkan aspirasi masyarakat soal angkutan umum berbasis online," kata M Niko Kapisan, masyarakat pengguna transportasi online kepada Sindonews, Selasa (15/3/2016).
Seyogianya, kata Niko, pemerintah juga memperhatikan manfaat positif yang didapat masyarakat tentang keberadaan angkutan umum berbasis online itu. Menurut dia, seharusnya keberadaan angkutan umum online itu dijadikan motivasi pemerintah untuk membenahi angkutan umum yang ada saat ini.
"Saat ini mereka yang menggunakan jasa tersebut sangat bermanfaat sekali, baik itu secara efisiensi biaya, kenyamanan, dan efektivitas. Harusnya ini yang menjadi tantangan bagi perusahaan taksi untuk melakukan evolusi pelayanan, agar mereka tidak kalah pada persaingan ini baik secara biaya jasa dan pelayanan mereka harus introspeksi diri agar dicintai masyarakat penggunanya," tutur pria yang juga Ketua Umum PN GMII ini.
Menurut dia, seharusnya ini jadi tantangan teknologi dan perkembangan bagi sebuah perusahaan jasa kalau ingin menjadi besar. Rakyat adalah suara terbesar yang harus di dengarkan.
"Di beberapa kota besar di dunia juga pernah terjadi aksi seperti ini, dan pemerintah mengeluarkan kebijakan tetap mengizinkan jasa transportasi berbasis online beroperasi tetapi dengan menyesuaikan regulasi yang dibuat baru oleh pemerintah bagi jasa seperti ini," katanya. (Baca: Anggota DPR Sebut Uber dan Grab Car Salahi Aturan)
Meski demikian, Niko memastikan, dirinya tidak membela ataupun mendukung perusahaan angkutan umum berbasis online itu. Kritikan ini dilakukan untuk perbaikan angkutan umum ke depan. (Baca: Ini Alasan Taksi Online Disukai Warga Jakarta)
"Saya bukan membela perusahaan jasa berbasis online dan mengesampingkan perusahaan taksi. Tapi ini pandangan kritis masyarakat terhadap sebuah pelayanan jasa transportasi taksi vs berbasis aplikasi online," kata Ketua DPP KNPI ini.
Maka itu, Niko juga meminta, agar Menteri Perhubungan (Menhub) Ignasius Jonan mendengarkan suara rakyat. Karena, suara rakyat jauh lebih besar ketimbang yang demo kemarin. "Jadi harus hati-hati mengeluarkan kebijakan ini," pungkasnya. (Baca: Menteri Kominfo Kaji Usulan Bloklir Aplikasi Grab & Uber Taksi)
"Pemerintah harus cermat dan jangan gegabah mengambil keputusan apalagi sampai merugikan rakyat. Pemerintah diminta mendengarkan suara rakyat bukan suara korporasi atau kelompok kepentingan bisnis. Pemerintah harus mendengarkan aspirasi masyarakat soal angkutan umum berbasis online," kata M Niko Kapisan, masyarakat pengguna transportasi online kepada Sindonews, Selasa (15/3/2016).
Seyogianya, kata Niko, pemerintah juga memperhatikan manfaat positif yang didapat masyarakat tentang keberadaan angkutan umum berbasis online itu. Menurut dia, seharusnya keberadaan angkutan umum online itu dijadikan motivasi pemerintah untuk membenahi angkutan umum yang ada saat ini.
"Saat ini mereka yang menggunakan jasa tersebut sangat bermanfaat sekali, baik itu secara efisiensi biaya, kenyamanan, dan efektivitas. Harusnya ini yang menjadi tantangan bagi perusahaan taksi untuk melakukan evolusi pelayanan, agar mereka tidak kalah pada persaingan ini baik secara biaya jasa dan pelayanan mereka harus introspeksi diri agar dicintai masyarakat penggunanya," tutur pria yang juga Ketua Umum PN GMII ini.
Menurut dia, seharusnya ini jadi tantangan teknologi dan perkembangan bagi sebuah perusahaan jasa kalau ingin menjadi besar. Rakyat adalah suara terbesar yang harus di dengarkan.
"Di beberapa kota besar di dunia juga pernah terjadi aksi seperti ini, dan pemerintah mengeluarkan kebijakan tetap mengizinkan jasa transportasi berbasis online beroperasi tetapi dengan menyesuaikan regulasi yang dibuat baru oleh pemerintah bagi jasa seperti ini," katanya. (Baca: Anggota DPR Sebut Uber dan Grab Car Salahi Aturan)
Meski demikian, Niko memastikan, dirinya tidak membela ataupun mendukung perusahaan angkutan umum berbasis online itu. Kritikan ini dilakukan untuk perbaikan angkutan umum ke depan. (Baca: Ini Alasan Taksi Online Disukai Warga Jakarta)
"Saya bukan membela perusahaan jasa berbasis online dan mengesampingkan perusahaan taksi. Tapi ini pandangan kritis masyarakat terhadap sebuah pelayanan jasa transportasi taksi vs berbasis aplikasi online," kata Ketua DPP KNPI ini.
Maka itu, Niko juga meminta, agar Menteri Perhubungan (Menhub) Ignasius Jonan mendengarkan suara rakyat. Karena, suara rakyat jauh lebih besar ketimbang yang demo kemarin. "Jadi harus hati-hati mengeluarkan kebijakan ini," pungkasnya. (Baca: Menteri Kominfo Kaji Usulan Bloklir Aplikasi Grab & Uber Taksi)
(mhd)