Mengenal Buyung Pelukis Badan Truk, Teman Kecil Sultan Yogyakarta X
A
A
A
JAKARTA - Kalimat-kalimat seperti, Pulang Malu Gak Pulang Rindu, Doa Ibu, Cinta Sopir Sebatas Parkir, Beratnya Rindumu Tak Seberat Muatanku, mungkin tak asing lagi telinga masyarakat. Kalimat tersebut kerap dijumpai berada di belakang truk-truk yang melintas ruas jalan.
Kalimat-kalimat ini pun terlihat indah karena dihiasi dengan aneka gambar dan warna. Kalimat dan gambar yang merupakan lukisan truk selain sebagai penanda, juga bisa menjadi hiburan semata di jalan.
Namun, tidak jarang kata-kata dan gambar yang ditampilkan berbau-bau seks dan keintiman. Akibatnya banyak orang kurang senang melihat apalagi membaca lukisan di badan truk itu. Kali ini Sindonews mengajak pembaca mengenal salah satu seniman pembuat lukisan badan truk.
Sang pelukis tersebut ialah Suwarno alias Buyung (70) seorang pelukis badan truk yang sudah membuka usahanya itu di Pasar Induk Beras, Cipinang Jakarta Timur sejak tahun 1970. Pria kelahiran Yogyakarta 19 Agustus 1945 itu menceritakan, sebelum menjadi pelukis truk dirinya melukis foto orang untuk dibuatkan siluet atau seni lukis biasa di Kawasan Jatinegara.
Setelah pindah ke Pasar Induk Beras Cipinang, Buyung mencoba menuangkan idenya melalui badan truk sebagai kanvas. Dalam berkarya, ada satu pedoman wajib bagi dirinya yakni tidak mau menerima order tulisan atau gambar mengandung pornografi.
"Saya orang Yogyakarta, tulisan dan gambar pornografi itu enggak sesuai dengan pribadi saya. Dan itu pun mengganggu pengguna jalan di belakang truk, risih. Saya kasih pesan ke mereka sopir truk, sudah lah enggak perlu gambar-gambar kayak itu. Kita ini orang Indonesia, enggak begitu budayanya," kata Buyung kepada Sindonews beberapa waktu lalu.
Buyung juga enggan menerima tulisan atau gambar horor dan mistis. Lantaran pernah suatu konsumen memesan tulisan darah manis dengan gambar trisula kuburan di truk. "Setelah selesai di lukis, truk itu jalan berangkat dan kecelakaan. Walaupun singkat namanya cuma kan berat yah maknanya. Ya, kebetulan atau tidak, namanya musibah itu kan dari Yang Maha Kuasa. Jadi setelah itu saya enggak mau permintaan itu," tambahnya.
Kini Buyung sudah tak lagi melukis, keahlihannya ini turun ke anaknya bernama Mawardi. Pria yang dikarunia enam anak dan empat cucu itu kini terbaring lemah di atas tempat tidur di sebuah rumah sederhana di Gang Remaja 1 No 3b RT 03/03, Cipinang Besar Utara, Jatinegara, Jakarta Timur.
Buyung mendapatkan serangan jantung setelah ditinggal istri tercintanya beberapa tahun lalu. Badannya yang kurus dan tangan gemetar namun tidak menyurutkan niatnya untuk bisa sembuh seperti sediakala dan tidak akan pernah pensiun dari dunia seni lukis yang sudah puluhan tahun digeluti.
"Sekarang untuk melukis sudah gemetar, cuma kadang saya kabur dari rumah pakai sepeda ke sana. Bagi saya enggak ada istilah gantung kuas (pensiun), ini kan hobi. Sekarang sudah enggak bisa, sepeda saya yang buat sehari-harinya ke sana ditinggal di Pasar Induk supaya saya gak kabur," kata pria yang mengaku sebagai teman kecil Sri Sultan Hamengku Buwono X itu.
Kalimat-kalimat ini pun terlihat indah karena dihiasi dengan aneka gambar dan warna. Kalimat dan gambar yang merupakan lukisan truk selain sebagai penanda, juga bisa menjadi hiburan semata di jalan.
Namun, tidak jarang kata-kata dan gambar yang ditampilkan berbau-bau seks dan keintiman. Akibatnya banyak orang kurang senang melihat apalagi membaca lukisan di badan truk itu. Kali ini Sindonews mengajak pembaca mengenal salah satu seniman pembuat lukisan badan truk.
Sang pelukis tersebut ialah Suwarno alias Buyung (70) seorang pelukis badan truk yang sudah membuka usahanya itu di Pasar Induk Beras, Cipinang Jakarta Timur sejak tahun 1970. Pria kelahiran Yogyakarta 19 Agustus 1945 itu menceritakan, sebelum menjadi pelukis truk dirinya melukis foto orang untuk dibuatkan siluet atau seni lukis biasa di Kawasan Jatinegara.
Setelah pindah ke Pasar Induk Beras Cipinang, Buyung mencoba menuangkan idenya melalui badan truk sebagai kanvas. Dalam berkarya, ada satu pedoman wajib bagi dirinya yakni tidak mau menerima order tulisan atau gambar mengandung pornografi.
"Saya orang Yogyakarta, tulisan dan gambar pornografi itu enggak sesuai dengan pribadi saya. Dan itu pun mengganggu pengguna jalan di belakang truk, risih. Saya kasih pesan ke mereka sopir truk, sudah lah enggak perlu gambar-gambar kayak itu. Kita ini orang Indonesia, enggak begitu budayanya," kata Buyung kepada Sindonews beberapa waktu lalu.
Buyung juga enggan menerima tulisan atau gambar horor dan mistis. Lantaran pernah suatu konsumen memesan tulisan darah manis dengan gambar trisula kuburan di truk. "Setelah selesai di lukis, truk itu jalan berangkat dan kecelakaan. Walaupun singkat namanya cuma kan berat yah maknanya. Ya, kebetulan atau tidak, namanya musibah itu kan dari Yang Maha Kuasa. Jadi setelah itu saya enggak mau permintaan itu," tambahnya.
Kini Buyung sudah tak lagi melukis, keahlihannya ini turun ke anaknya bernama Mawardi. Pria yang dikarunia enam anak dan empat cucu itu kini terbaring lemah di atas tempat tidur di sebuah rumah sederhana di Gang Remaja 1 No 3b RT 03/03, Cipinang Besar Utara, Jatinegara, Jakarta Timur.
Buyung mendapatkan serangan jantung setelah ditinggal istri tercintanya beberapa tahun lalu. Badannya yang kurus dan tangan gemetar namun tidak menyurutkan niatnya untuk bisa sembuh seperti sediakala dan tidak akan pernah pensiun dari dunia seni lukis yang sudah puluhan tahun digeluti.
"Sekarang untuk melukis sudah gemetar, cuma kadang saya kabur dari rumah pakai sepeda ke sana. Bagi saya enggak ada istilah gantung kuas (pensiun), ini kan hobi. Sekarang sudah enggak bisa, sepeda saya yang buat sehari-harinya ke sana ditinggal di Pasar Induk supaya saya gak kabur," kata pria yang mengaku sebagai teman kecil Sri Sultan Hamengku Buwono X itu.
(whb)