Eks Petani Jadi Bos Penipuan SMS Beromzet Rp210 Juta/Bulan
A
A
A
JAKARTA - Bos komplotan penipu via SMS diketahui berlatarbelakang kelas menengah bawah. Pelaku Effendi alias Lekkeng alias Kenz (35) dari sebelumnya hanya petani kini melesat jadi bos penipuan dengan omzet Rp210 juta per bulan.
Effendi mengaku mengelola usaha penipuannya seperti perusahaan. Hanya dalam waktu dua tahun hasilnya pelaku memiliki rumah mewah, dua mobil dan empat sepeda motor.
Tidak hanya itu, pelaku juga sudah dua kali menikah dan punya dua anak dari istri keduanya. Effendi menuturkan, mulai belajar menipu dari orang-orang di desanya sejak lima tahun lalu di Kabupaten Wajo, hanya sebagai sampingan saat sedang tak bertani.
"Banyak disana yang mengelola usaha penipuan seperti ini," kata Effendi. Tapi kemudian baru 2 tahun belakangan Effendi mengelola usahanya sendiri dan merekrut anak-anak buahnya.
Ada perbedaan antara penipuan yang dilakukan sindikat Sulawesi dengan sindikat Palembang. Penipu sindikat Sulawesi jarang memakai modus mengelabui korbannya dengan cara menelepon dan menyebut anak atau kerabat korban sakit dan butuh dana cepat, atau pun menyebut anak korban tertangkap polisi dan minta uang penebus.
Sindikat Sulawesi, lebih banyak beroperasi dengan modus penipuan via SMS dengan meminta pulsa dengan berlagak sebagai 'mama', atau pun mengirim SMS dan meminta seolah-olah agar penerima SMS mentransfer uang ke sebuah rekening. "Kalau yang menelepon dan mengaku-ngaku anak korban sakit atau tertangkap polisi lalu minta uang, itu khas kelompok Palembang," ujar Effendi.
Sebelumnya, dirinya pernah lakukan penipuan dengan modus mama minta pulsa, tapi sekarang tak lagi karen di mengaku penipuan model itu sudah ketinggala Jaman. Bahkan sejak membuka usaha penipuannya sendiri 2 tahun lalu dengan modal Rp 30 Juta, Effendi memilih modus khas Sulawesi yang sudah lama Ia pelajari.
Dia mengirim SMS dengan nomor korban yang acak dan SMS itu berisi meminta si penerima mentransfer uang ke sebuah rekening. Setiap hari kelompok Effendi mengirim sebanyak 6.000 pesan singkat lalu ada saja orang yang tertipu. Setiap hari Ia bisa mendapat Rp 3 Juta - Rp 7 Juta. Dalam sebulan Ia bisa menghasilkan uang Rp 210 Juta.
Effendi menceritakan, sejak membuka usahanya sendiri, dirinya tak mau menaruh kantor-nya di kampung halaman. Dia ingin tak satu pun tetangganya tahu apa yang dilakukan, sehingga saat pulang dia bisa mengaku sebagai pengusaha biasa.
Effendi memilih sebuah kontrakan di kawasan Lembang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Dia punya lima anak buah, seluruhnya dilatih sendiri. Sampai saat tertangkap, Effendi mengaku sudah beberapa kali berganti anak buah.
"Saya pilih Bandung karena udaranya dingin dan sinyal selalu penuh disana," kata Effendi. Semua anak buahnya berasal dari kampung halamannya.
Beberapa adalah petani-petani muda yang sudah malas bertani di lahan orang. Dia menurunkan semua cara menipunya ke anak buahnya. Dia membagi anak buahnya dalam beberapa tugas.
Ada yang bertugas melobi orang-orang yang mempercayai isi SMS penipuan tersebut sampai korban mentransfer uang. Effendi memakai sistem pembagian hasil dengan anak buahnya. Anak buah yang bertugas melobi korban sampai mentransfer akan mendapat bagi hasil sebesar 25% dari uang yang ditransfer korban.
Kemudian anak buah yang mengambil uang di ATM akan mendapat bagi hasil sebesar 7% dan sisanya untuk Effendi. Effendi sendiri bertugas mencari rekening penampung. Dia mengaku membeli rekening penampung itu dari seseorang.
Rekening penampung itu akan dibuang setelah 2 atau 3 kali terpakai. Fungsi rekening penampung itu hanya tempat untuk para korban mentransfer uang. Setelah itu uang ditarik, lalu dananya dimasukkan ke rekening Effendi dengan cara menyetor di bank ataupun ATM.
Effendi mengaku mengelola usaha penipuannya seperti perusahaan. Hanya dalam waktu dua tahun hasilnya pelaku memiliki rumah mewah, dua mobil dan empat sepeda motor.
Tidak hanya itu, pelaku juga sudah dua kali menikah dan punya dua anak dari istri keduanya. Effendi menuturkan, mulai belajar menipu dari orang-orang di desanya sejak lima tahun lalu di Kabupaten Wajo, hanya sebagai sampingan saat sedang tak bertani.
"Banyak disana yang mengelola usaha penipuan seperti ini," kata Effendi. Tapi kemudian baru 2 tahun belakangan Effendi mengelola usahanya sendiri dan merekrut anak-anak buahnya.
Ada perbedaan antara penipuan yang dilakukan sindikat Sulawesi dengan sindikat Palembang. Penipu sindikat Sulawesi jarang memakai modus mengelabui korbannya dengan cara menelepon dan menyebut anak atau kerabat korban sakit dan butuh dana cepat, atau pun menyebut anak korban tertangkap polisi dan minta uang penebus.
Sindikat Sulawesi, lebih banyak beroperasi dengan modus penipuan via SMS dengan meminta pulsa dengan berlagak sebagai 'mama', atau pun mengirim SMS dan meminta seolah-olah agar penerima SMS mentransfer uang ke sebuah rekening. "Kalau yang menelepon dan mengaku-ngaku anak korban sakit atau tertangkap polisi lalu minta uang, itu khas kelompok Palembang," ujar Effendi.
Sebelumnya, dirinya pernah lakukan penipuan dengan modus mama minta pulsa, tapi sekarang tak lagi karen di mengaku penipuan model itu sudah ketinggala Jaman. Bahkan sejak membuka usaha penipuannya sendiri 2 tahun lalu dengan modal Rp 30 Juta, Effendi memilih modus khas Sulawesi yang sudah lama Ia pelajari.
Dia mengirim SMS dengan nomor korban yang acak dan SMS itu berisi meminta si penerima mentransfer uang ke sebuah rekening. Setiap hari kelompok Effendi mengirim sebanyak 6.000 pesan singkat lalu ada saja orang yang tertipu. Setiap hari Ia bisa mendapat Rp 3 Juta - Rp 7 Juta. Dalam sebulan Ia bisa menghasilkan uang Rp 210 Juta.
Effendi menceritakan, sejak membuka usahanya sendiri, dirinya tak mau menaruh kantor-nya di kampung halaman. Dia ingin tak satu pun tetangganya tahu apa yang dilakukan, sehingga saat pulang dia bisa mengaku sebagai pengusaha biasa.
Effendi memilih sebuah kontrakan di kawasan Lembang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Dia punya lima anak buah, seluruhnya dilatih sendiri. Sampai saat tertangkap, Effendi mengaku sudah beberapa kali berganti anak buah.
"Saya pilih Bandung karena udaranya dingin dan sinyal selalu penuh disana," kata Effendi. Semua anak buahnya berasal dari kampung halamannya.
Beberapa adalah petani-petani muda yang sudah malas bertani di lahan orang. Dia menurunkan semua cara menipunya ke anak buahnya. Dia membagi anak buahnya dalam beberapa tugas.
Ada yang bertugas melobi orang-orang yang mempercayai isi SMS penipuan tersebut sampai korban mentransfer uang. Effendi memakai sistem pembagian hasil dengan anak buahnya. Anak buah yang bertugas melobi korban sampai mentransfer akan mendapat bagi hasil sebesar 25% dari uang yang ditransfer korban.
Kemudian anak buah yang mengambil uang di ATM akan mendapat bagi hasil sebesar 7% dan sisanya untuk Effendi. Effendi sendiri bertugas mencari rekening penampung. Dia mengaku membeli rekening penampung itu dari seseorang.
Rekening penampung itu akan dibuang setelah 2 atau 3 kali terpakai. Fungsi rekening penampung itu hanya tempat untuk para korban mentransfer uang. Setelah itu uang ditarik, lalu dananya dimasukkan ke rekening Effendi dengan cara menyetor di bank ataupun ATM.
(whb)