DKI Kebut Pembebasan 90 Lahan Ruang Terbuka Hijau
A
A
A
JAKARTA - Sejumlah ruas area Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Jakarta hilang terkena proyek pembangunan jalan dan transportasi Mass Rapid Transit (MRT). Sementara, pembebasan 90 titik lahan dikebut untuk dijadikan RTH.
Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta, Ratna Diah Kurniati mengatakan, jumlah RTH yang sebelumnya mencapai sekitar 10% dari luas wilayah daratan DKI Jakarta sekitar 661,52 Km2 memang berkurang akibat terkena proyek pembangunan jalan dan MRT.
Namun, kata dia, pihaknya masih menginventarisasikan kehilangan RTH tersebut sembari membebaskan lahan yang telah direncanakan pada 2015 ini. Untuk itu, dia belum dapat menyebutkan berapa total RTH yang hilang tersebut.
"Tahun ini kami rencanakan untuk membebaskan 90 lahan. Untuk lahan yang hilang terkena pembangunan nanti akan dikembalikan ditempat semula apabila proyek sudah selesai dilaksanakan. Sementara ini akan digantikan oleh 90 pembebasan lahan tersebut," kata Ratna saat dihubungi, Minggu (20/9/2015).
Ratna menjelaskan, untuk membebaskan 90 titik lahan yang direncanakan pada 2015 ini, pihaknya mendapatkan anggaran sebesar Rp2,2 triliun. Sejauh ini, anggaran tersebut baru terserap Rp71 miliar yang sudah digunakan untuk membayar lima titik tanah, di antaranya yaitu di Pondok Rangon, Jakarta Timur, Gang Rukun, Jakarta Selatan, di Kembangan, Jakarta Barat, Kebagusan 1 Jakarta Selatan, dan Jalan Muara Raya, Jakarta Selatan.
Kendati demikian, Ratna optimis jika 90 lahan yang direncanakan tersebut akan dibebaskan hingga akhir tahun ini dan penyerapan anggaran berjalan maksimal.
"Sampai saat ini sudah 49 lahan yang tengah dalam tahap negoisasi dengan anggaran sebesar Rp 1,4 Triliun. 39 titik diantaranya sudah mendapatkan Surat Keputusan (SK) Gubernur," jelasnya.
Ratna menuturkan, proses pembebasan lahan itu bukan berdiri sendiri di Dinas Pertamanan dan Pemakaman, melainkan ada instansi lainya yang terlibat, seperti Dinas Penataan Kota, Badan pertanahan nasional dan menjadi lebih penting adalah persetujuan ahli waris yang kerap menjadi kendala dalam pembebasan lahan.
"Kami kan sudah merencanakan dan melakukan survei, lalu kami ajukan ke Dinas penataan kota untuk dilakukan survei pemetaan trase kemudian di kirimkan ke BPN. Nah BPN nanti mengukur semuanya, terakhir diajukan ke Gubernur untuk SK-nya. Nah, kadang lamanya itu saat warga ahli waris satu tidak setuju dengan lainnya," jelasnya.
Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta, Ratna Diah Kurniati mengatakan, jumlah RTH yang sebelumnya mencapai sekitar 10% dari luas wilayah daratan DKI Jakarta sekitar 661,52 Km2 memang berkurang akibat terkena proyek pembangunan jalan dan MRT.
Namun, kata dia, pihaknya masih menginventarisasikan kehilangan RTH tersebut sembari membebaskan lahan yang telah direncanakan pada 2015 ini. Untuk itu, dia belum dapat menyebutkan berapa total RTH yang hilang tersebut.
"Tahun ini kami rencanakan untuk membebaskan 90 lahan. Untuk lahan yang hilang terkena pembangunan nanti akan dikembalikan ditempat semula apabila proyek sudah selesai dilaksanakan. Sementara ini akan digantikan oleh 90 pembebasan lahan tersebut," kata Ratna saat dihubungi, Minggu (20/9/2015).
Ratna menjelaskan, untuk membebaskan 90 titik lahan yang direncanakan pada 2015 ini, pihaknya mendapatkan anggaran sebesar Rp2,2 triliun. Sejauh ini, anggaran tersebut baru terserap Rp71 miliar yang sudah digunakan untuk membayar lima titik tanah, di antaranya yaitu di Pondok Rangon, Jakarta Timur, Gang Rukun, Jakarta Selatan, di Kembangan, Jakarta Barat, Kebagusan 1 Jakarta Selatan, dan Jalan Muara Raya, Jakarta Selatan.
Kendati demikian, Ratna optimis jika 90 lahan yang direncanakan tersebut akan dibebaskan hingga akhir tahun ini dan penyerapan anggaran berjalan maksimal.
"Sampai saat ini sudah 49 lahan yang tengah dalam tahap negoisasi dengan anggaran sebesar Rp 1,4 Triliun. 39 titik diantaranya sudah mendapatkan Surat Keputusan (SK) Gubernur," jelasnya.
Ratna menuturkan, proses pembebasan lahan itu bukan berdiri sendiri di Dinas Pertamanan dan Pemakaman, melainkan ada instansi lainya yang terlibat, seperti Dinas Penataan Kota, Badan pertanahan nasional dan menjadi lebih penting adalah persetujuan ahli waris yang kerap menjadi kendala dalam pembebasan lahan.
"Kami kan sudah merencanakan dan melakukan survei, lalu kami ajukan ke Dinas penataan kota untuk dilakukan survei pemetaan trase kemudian di kirimkan ke BPN. Nah BPN nanti mengukur semuanya, terakhir diajukan ke Gubernur untuk SK-nya. Nah, kadang lamanya itu saat warga ahli waris satu tidak setuju dengan lainnya," jelasnya.
(mhd)