Uang PHL Dinas Pertamanan DKI Ditilep Oknum Pegawai

Rabu, 19 Agustus 2015 - 03:45 WIB
Uang PHL Dinas Pertamanan...
Uang PHL Dinas Pertamanan DKI Ditilep Oknum Pegawai
A A A
JAKARTA - Kebijakan Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama untuk memutus mata rantai perbudakan pekerja harian lepas (PHL) tetap diacuhkan pejabat di Dinas Pertamanan Provinsi DKI Jakarta.

Niat tulus Basuki yang langsung mengirim gaji PHL melalui rekening pribadi ditilep lewat modus baru.

Direktur Eksekutif Gerakan Manispestasi Rakyat (Gemitra) Sabam Pakpahan telah melaporkan dugaan perampokan uang negara itu ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta pekan lalu.

Sabam menyebutkan, kerugian keuangan negara di Dinas Pertamanan dengan memperalat PHL sejak April hingga Juli 2015 untuk setiap kecamatan sebesar Rp583 juta.

Di Jakarta terdapat 44 kecamatan maka total uang negara yang ditilep dengan menggunakan modus PHL Dinas Pertamanan sebesar Rp25 miliar.

"Gemitra minta Kejati DKI mengusut tuntas kasus ini. Ini perampokan duit rakyat dengan memperalat orang-orang miskin ibukota. Ini tak berprikemanusiaan," katanya.

Sabam mendesak, Gubernur Ahok segera memecat Kepala Dinas Pertamanan Ratna Diah. Hal itu, kata Sabam, sudah sangat mempermalukan Pemprov DKI yang berupaya menekan korupsi.

Calon tenaga PHL pembersihan taman di Dinas Pertamanan Kasda (55) mengaku, telah direkrut sebagai Tenaga PHL untuk Perawatan Taman di wilayah Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur. Selain Kasda, ada 53 calon PHL lainnya yang sudah mendaftar.

Hambali selaku perekrut calon PHL di Kecamatan Ciracas mengungkapkan, awalnya dirinya diminta Dinas Pertamanan untuk merekrut PHL sebanyak 54 orang di wilayah itu.

Hambali pun mencari tenaga kerja yang diminta dan melampirkan data-data calon tenaga kerja serta menyisipkan biaya untuk pembuatan SKCK sebesar Rp100.000 per orang.

Pada 7 Juli 2015, calon PHL itu diundang oleh pegawai Dinas Pertamanan bernama Taufik Heru untuk hadir di kantor Dinas Pertamanan dan Pemakaman Provinsi DKI Jakarta yang berada di Jalan KS Tubun Jakarta.

Sesampainya di dinas itu, sebanyak 54 calon PHL dari Ciracas dikumpulkan di salah satu ruangan untuk dipertemukan kepada pegawai Bank DKI

Setelah selesai berbuka puasa bersama, satu persatu calon tenaga kerja disuruh menghadap dan menunjukkan bukti KTP masing-masing kepada petugas Bank DKI.

"Setelah mereka dap ternyata langsung dibuatkan Buku Tabungan dan kartu ATM Bank DKI malam itu juga. Selanjutnya buku tabungan dikumpulkan oleh Taufik Heru dengan alasan untuk disimpan kembali dan digunakan pada saat mereka telah aktif bekerja di Dinas Pertamanan," ungkap Hambali.

Hambali menceritakan, esoknya, persisnya 8 Juli 2015, Taufik Heru datang kekediaman Hambali di Ciracas, untuk meminta kehadiran calon PHL.

Taufik Heru pada saat itu hanya meminta calon tenaga kerja sebanyak 11 orang diantaranya Imin, Andri Syahputra, Kasda , Ahmad Nur, dan Agus Ardiansyah.

Selang dua hari berkutnya, dengan menaiki mobil Dinas Pertamanan yang dibawa Taufik Heru, para calon PHL dibawa menuju Bank DKI Tugu Cimanggis, Depok.

Sesampainya di Bank DKI tersebut Taufik memberikan Buku Tabungan Bank DKI kepada masing-masing PHL secara bergilir untuk pencairan uang sesuai jumlah uang sesuai petunjuk Taufik yang mengaku saat itu sebagai PNS utusan Kepala Dinas Pertamanan Ratna Diah Kumiati.

"Jumlah uang yang kami ambil itu ada yang Rp6,3 juta, Rp6,7 juta. Tergantung perintah pak Taufiknya," katanya.

Setelah calon PHL ambil duitnya dari bank, Taufik kembali mengumpulkan semua duit dan buku tabungan dengan alasan uang tersebut akan dikembalikan ke Dinas Pertamanan.

Calon PHL kemudian diberikan uang oleh Taufik masing-masing sebesar Rp300.000 sambil berpesan agar mereka tutup mulut dan jangan diberitahu ke Hambali.

Besoknya hal serupa juga diberlakukan Taufik ke PHL selanjutnya. Namun hanya calon PHL hanya diberikan uang capek Rp200.000.

Hingga kini, 54 PHL di Kecamatan Ciracas belum bekerja sama sekali namun sudah mendapatkan gaji sejak April 2015. Gaji per bulan yang dialokasikan Pemprov DKI untuk PHL sebesar Rp2,7 juta per bulan.

Lebih jauh Kasda menceritakan, "Seumur hidup saya belum pernah melihat duit sebesar itu. Eh, rupanya cuma dikasih Rp300.000," ucap Kasda.

Sampai saat ini, orangtua renta umur itu sama sekali tidak memegang buku tabungan bank DKI.

Kasda mengaku kini ketakutan karena dia hanya ambil duit dari Bank DKI sebesar Rp6,7 juta namun hanya diberikan Taufik Rp300.000.

"Saya dan teman-teman takut dipanggil KPK. KPK kan tidak ada ampun bagi koruptor. Kita kan cuma ambil duitnya dan langsung dikasih lagi ke pak Taufik," katanya.

Kasda mengungkapkan, pembuatan buku tabungan Bank DKI sudah aneh sejak awal dan dilakukan pada malam hari.

Pembuatan buku tabungan dilakukan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Petamburan yang berjarak ratusan meter dari kantor Dinas Pertamanan Pemprov DKI Jakarta.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7767 seconds (0.1#10.140)