Diduga Larang SOTR, Ratusan Santri Geruduk Kantor Bima Arya
A
A
A
BOGOR - Ratusan santri dari berbagai pondok pesantren menggelar aksi protes di Balai Kota Bogor Jalan Ir H Juanda, Kota Bogor dini hari pagi. Mereka memprotes kebijakan Wali Kota Bima Arya yang diduga melarang masyarakat memberikan makan sahur bagi kaum duafa di jalanan atau Sahur on The Road (SOTR).
Para santri menilai sikap Bima Arya tidak mencerminkan jiwa sosial dan saling membantu antarsesama, khususnya bagi mereka yang kurang mampu. Sehingga kebijakan tersebut ditentang kalangan ulama dan santri sejumlah pondok pesantren di Kota Bogor.
Ratusan santri yang berasal dari beberapa pondok pesantren itu memadati depan pintu gerbang masuk Balai Kota Bogor, tepatnya di Jalan Ir. H. Djuanda sekira pukul 03.00 WIB. Sambil memainkan gas kendaraan dan membunyikan klakson kendaraan bermotor.
Mereka meminta Bima Arya mengklarifikasi maksud dari larangan tersebut. Bima yang saat itu usai melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke salah satu tempat hiburan malam, langsung disambangi oleh para pimpinan dari pondok pesantren.
Untuk menghindari hal yang tak diinginkan, saat itu juga Bima mengakomodir mereka dan menyambut perwakilan pimpinan santri ini dengan melakukan pertemuan tertutup di sebuah ruangan di Gedung Balai Kota Bogor.
Mereka membicarakan soal pelarangan SOTR yang menurut para santri tidak tepat. Sekitar 20 menit, akhirnya Bima dan pimpinan santri keluar ruangan.
"Dalam pertemuan tadi kita mempertanyakan soal larangan tersebut. Saya tegaskan SOTR ini bagian dari ibadah, kita berbagi antar sesama di bulan Ramadan ini dengan sasaran yang tepat dan tertib lalu lintas," kata Mahdi bin Hamzah Assegaf salah seorang pimpinan santri usai pertemuan, Minggu (5/7/2015).
Sementara, Bima menuturkan tidak melarang siapapun untuk beribadah, yang penting dilakukan dengan cara yang tertib dan tepat sasaran. Dia juga mengimbau kepada para santri untuk tidak membawa anak di bawah umur untuk mengikuti SOTR.
Sebab, banyak dari rombongan santri yang SOTR masih di bawah umur dan tidak menggunakan helm. "Kita tampilkan wajah islam yang ramah dan sama-sama perangi maksiat di Kota Bogor," tandasnya.
Para santri menilai sikap Bima Arya tidak mencerminkan jiwa sosial dan saling membantu antarsesama, khususnya bagi mereka yang kurang mampu. Sehingga kebijakan tersebut ditentang kalangan ulama dan santri sejumlah pondok pesantren di Kota Bogor.
Ratusan santri yang berasal dari beberapa pondok pesantren itu memadati depan pintu gerbang masuk Balai Kota Bogor, tepatnya di Jalan Ir. H. Djuanda sekira pukul 03.00 WIB. Sambil memainkan gas kendaraan dan membunyikan klakson kendaraan bermotor.
Mereka meminta Bima Arya mengklarifikasi maksud dari larangan tersebut. Bima yang saat itu usai melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke salah satu tempat hiburan malam, langsung disambangi oleh para pimpinan dari pondok pesantren.
Untuk menghindari hal yang tak diinginkan, saat itu juga Bima mengakomodir mereka dan menyambut perwakilan pimpinan santri ini dengan melakukan pertemuan tertutup di sebuah ruangan di Gedung Balai Kota Bogor.
Mereka membicarakan soal pelarangan SOTR yang menurut para santri tidak tepat. Sekitar 20 menit, akhirnya Bima dan pimpinan santri keluar ruangan.
"Dalam pertemuan tadi kita mempertanyakan soal larangan tersebut. Saya tegaskan SOTR ini bagian dari ibadah, kita berbagi antar sesama di bulan Ramadan ini dengan sasaran yang tepat dan tertib lalu lintas," kata Mahdi bin Hamzah Assegaf salah seorang pimpinan santri usai pertemuan, Minggu (5/7/2015).
Sementara, Bima menuturkan tidak melarang siapapun untuk beribadah, yang penting dilakukan dengan cara yang tertib dan tepat sasaran. Dia juga mengimbau kepada para santri untuk tidak membawa anak di bawah umur untuk mengikuti SOTR.
Sebab, banyak dari rombongan santri yang SOTR masih di bawah umur dan tidak menggunakan helm. "Kita tampilkan wajah islam yang ramah dan sama-sama perangi maksiat di Kota Bogor," tandasnya.
(whb)