Ini Kata Pengamat Soal Taksi Uber
A
A
A
JAKARTA - Pemprov DKI Jakarta harus berani mengeluarkan terobosan terkait transportasi umum di Jakarta. Keberadaan Taksi Uber menjadi bukti transportasi di Ibu Kota tidak manusiawi.
Sehingga dimanfaatkan pengusaha jasa transportasi walaupn tindakan tersebut ilegal. Pengamat kebijakan publik Gigih Guntoro Publik mengatakan, keberadaan taksi Uber yang bermodalkan aplikasi internet merupakan bukti pemerintah tidak bisa menyediakan transportasi yang manusiawi.
Hal ini ditangkap oleh pengusaha jasa transportasi untuk memberikan apa yang tidak bisa diberikan oleh pemerintah, sehingga banyak masyarakat yang lebih memilih menggunakan taksi Uber.
Namun yang harus diperhatikan adalah keberadaan taksi Uber merupakan suatu tindakan curang dalam dunia usaha. Contohnya keberadaan taksi Uber hanya bermodalkan aplikasi internet, pemilik kendaraan bisa berprofesi sebagai taksi.
Artinya ada pengabaian kedaulatan hukum negara Indonesia. Gigih menuturkan, dalam hal ini negara dirugikan. Dengan tidak membuka kantor di Indonesia otomatis pengusaha aplikasi tidak membayar pajak.
Padahal perusahaan tersebut bergerak di Jakarta. Untuk satu aplikasi saja kerugian negara bisa mencapai Rp200 miliar per bulan. Dengan demikian sudah semestinya pemerintah memberikan tindakan kepada pengusaha aplikasi tersebut. "Jangan sudah tidak bisa menyediakan transportasi yang manusiawi, pemerintah juga akan kehilangan pajak dari pengelolaan perusahaan taksi gelap, jika demikan sama saja rugi dua kali," tuturnya Jumat 19 Juni kemarin.
Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti Yayat Supriyatna mengatakan, ini merupakan konsekuensi dari keterbukaan informasi. Keberadaan media sosial sedikit banyak membantu peran pemerintah dalam hal melayani masyarakatnya.
Namun yang harus menjadi perhatian masyarakat adalah tentang keselamatan. Banyaknya jasa transportasi yang hanya bermodalkan kemudahan aplikasi seharusnya membuat pemerintah untuk bisa mengikuti perkembangan zaman.
Artinya ketika sudah terbukti membantu pemerintah seharusnya pemerintah bisa mendesak pengelola aplikasi tersebut untuk membuat kantor, agar tercipta persaingan bisnis yang fair. "Jika tidak ada tindakan atas banyaknya taksi gelap maka pemerintah juga yang dirugikan. Ini harus bisa menjadi momen memperbaiki sistem transportasi ibukota mengikuti perkembangan zaman," tuturnya.
Sehingga dimanfaatkan pengusaha jasa transportasi walaupn tindakan tersebut ilegal. Pengamat kebijakan publik Gigih Guntoro Publik mengatakan, keberadaan taksi Uber yang bermodalkan aplikasi internet merupakan bukti pemerintah tidak bisa menyediakan transportasi yang manusiawi.
Hal ini ditangkap oleh pengusaha jasa transportasi untuk memberikan apa yang tidak bisa diberikan oleh pemerintah, sehingga banyak masyarakat yang lebih memilih menggunakan taksi Uber.
Namun yang harus diperhatikan adalah keberadaan taksi Uber merupakan suatu tindakan curang dalam dunia usaha. Contohnya keberadaan taksi Uber hanya bermodalkan aplikasi internet, pemilik kendaraan bisa berprofesi sebagai taksi.
Artinya ada pengabaian kedaulatan hukum negara Indonesia. Gigih menuturkan, dalam hal ini negara dirugikan. Dengan tidak membuka kantor di Indonesia otomatis pengusaha aplikasi tidak membayar pajak.
Padahal perusahaan tersebut bergerak di Jakarta. Untuk satu aplikasi saja kerugian negara bisa mencapai Rp200 miliar per bulan. Dengan demikian sudah semestinya pemerintah memberikan tindakan kepada pengusaha aplikasi tersebut. "Jangan sudah tidak bisa menyediakan transportasi yang manusiawi, pemerintah juga akan kehilangan pajak dari pengelolaan perusahaan taksi gelap, jika demikan sama saja rugi dua kali," tuturnya Jumat 19 Juni kemarin.
Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti Yayat Supriyatna mengatakan, ini merupakan konsekuensi dari keterbukaan informasi. Keberadaan media sosial sedikit banyak membantu peran pemerintah dalam hal melayani masyarakatnya.
Namun yang harus menjadi perhatian masyarakat adalah tentang keselamatan. Banyaknya jasa transportasi yang hanya bermodalkan kemudahan aplikasi seharusnya membuat pemerintah untuk bisa mengikuti perkembangan zaman.
Artinya ketika sudah terbukti membantu pemerintah seharusnya pemerintah bisa mendesak pengelola aplikasi tersebut untuk membuat kantor, agar tercipta persaingan bisnis yang fair. "Jika tidak ada tindakan atas banyaknya taksi gelap maka pemerintah juga yang dirugikan. Ini harus bisa menjadi momen memperbaiki sistem transportasi ibukota mengikuti perkembangan zaman," tuturnya.
(whb)