Lindungi Kesehatan Masyarakat, Pakar Kesehatan Dukung Regulasi BPA di Kemasan Plastik

Jum'at, 23 September 2022 - 15:37 WIB
loading...
Lindungi Kesehatan Masyarakat, Pakar Kesehatan Dukung Regulasi BPA di Kemasan Plastik
Sejumlah pakar kesehatan sepakat, BPA sangat berbahaya bagi manusia. BPA dapat memicu kanker, gangguan saraf, kelahiran prematur, autisme, dan lain-lain. Foto: Ilustrasi/SINDOnews/Dok
A A A
JAKARTA - Pemerintah perlu segera mengesahkan Rancangan Perubahan Peraturan Kepala BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, khususnya pelabelan Bisfenol-A (BPA) pada galon guna ulang. Hal itu penting mengingat zat BPA berbahaya bagi kesehatan manusia.

Sejumlah pakar kesehatan sepakat, BPA sangat berbahaya bagi manusia. Dari hasil berbagai penelitian menunjukkan BPA dapat memicu kanker, gangguan saraf, kelahiran prematur, autisme, dan lain-lain.

“Bagi bayi, balita dan janin tentu saja berbahaya. Sebab bayi, balita dan janin belum memiliki sistem imunitas yang sempurna. Itu sebabnya dalam sebuah penelitian, bayi lahir bisa sudah terpapar BPA dikarenakan ibunya terpapar BPA," ujar dosen dan peneliti Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB Nugraha Edhi Suyatma, Jumat (23/9/2022).



Menurut dia, pemerintah harus melihat hasil - hasil penelitian bahaya BPA dan mendengarkan masukan para pakar. Wacana BPOM memberi label BPA akan membuat masyarakat aman. Untuk itu, niat mulia itu harus didukung.

"Sebenarnya wacana BPOM ini kan membuat masyarakat Indonesia aman. Niat mulia ini patut kita hargai. Pernyataan zat BPA belum masuk dalam karsiogenik itu pendapat pribadi dan tidak mewakili institusi IPB,” ucapnya.

Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono berpendapat regulasi pelabelan BPA harus segera diwujudkan demi melindungi kesehatan dan keselamatan publik. Pandu mewanti-wanti agar kalangan industri tak perlu berlebihan dalam merespons regulasi tersebut.

"BPA berpotensi membahayakan kesehatan dan keselamatan publik. Di samping itu, regulasi pelabelan BPA justru menjadi upaya dalam mengedukasi masyarakat," kata Pandu.

Pandu mengingatkan bahaya BPA yang fungsinya menjadikan plastik keras dan jernih tembus pandang. Tetapi bisa berpindah ke makanan atau minuman. Banyak penelitian menunjukkan kandungan BPA sudah ditemukan pada cairan kemih dan pada binatang.



“Kekhawatiran bahaya BPA bersifat global. Di banyak negara, terdapat regulasi yang mengatur kemasan pangan tidak diperbolehkan menggunakan wadah yang mengandung BPA. Di beberapa negara bahkan ada kewajiban pelabelan Free BPA atau bebas BPA. Tujuannya untuk mengedukasi masyarakat," katanya.

Pandu menambahkan, penelitian dan riset mutakhir menunjukkan BPA juga dapat berdampak pada gangguan hormon kesuburan pria maupun wanita.

"Kandungan ini juga dapat memicu penyakit seperti diabetes dan obesitas, gangguan jantung, penyakit ginjal, kanker hingga gangguan perkembangan anak," ujarnya.

Dekan Fakultas Farmasi Unair Surabaya, Junaedi Khotib berpandangan, BPA akan menimbulkan kerusakan yang kompleks dengan melibatkan jalur hormonal dan epigenetik.

Meski sampai saat ini, kuantitasi gangguan pada model tikus secara invivo belum dapat ditranslasikan ke dalam model dosis-response yang sangat jelas pada manusia.

Menurutnya, hal ini harus menjadi pemikiran dan peringatan akan adanya gangguan kesehatan yang akan terjadi ketika terdapat paparan BPA dan berdampak serius pada kesehatan manusia baik secara fisik maupun mental.

"Potensi dampak merugikan BPA pada diferensiasi dan fungsi otak sangat besar dan kompleks, karena perubahan yang dihasilkan kemudian dapat menyebabkan perubahan organik maupun perilaku organisme," katanya.
(thm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2656 seconds (0.1#10.140)