Pro Kontra SIKM, Surat Telanjur Dibuat tapi Tak Ada Pemeriksaan Ketat

Jum'at, 03 Juli 2020 - 06:20 WIB
loading...
Pro Kontra SIKM, Surat Telanjur Dibuat tapi Tak Ada Pemeriksaan Ketat
Foto: dok/SINDOnews
A A A
JAKARTA - “Akhirnya semua penantian panjang saya terbayarkan.” Kalimat ungkapan rasa lega yang mendalam itu terucap dari Nino Erdy, warga Kota Bandung, Jawa Barat, kemarin. Nino begitu lega dan tak kuasa menahan rasa bahagianya. Sebab kemarin adalah hari pertama dia akhirnya bertemu dengan anak serta istrinya setelah berpisah hampir lima bulan lamanya lantaran wabah corona.

Sehari-hari, Nino bekerja di perkantoran di kawasan Jakarta Pusat. Apa mau dikata. Saat wabah dinyatakan resmi melanda Jakarta pada Februari lalu, rutinitas pulang kampung sebulan sekali ke Bandung sirna. Kangen, sedih, pilu setiap hari menjadi perasaan yang campur aduk menderanya.

Apalagi sejak Pemprov DKI Jakarta memberlakukan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), impian pulang kampung seolah harus jauh-jauh dibuang. Ramadan, Lebaran tahun ini pun terpaksa dia jalani sendiri di Jakarta tanpa kehangatan keluarga. “Keinginan pulang kampung tak pernah padam, tapi situasi yang tak memungkinkan,” ujar Nino. (Baca: DKI Tolak 76,9 Persen Permohonan SIKM)

Keinginannya pulang makin terjal karena Pemprov DKI Jakarta juga memberlakukan syarat ketat dengan kewajiban surat izin keluar masuk (SIKM) bagi warga yang ingin meninggalkan ibu kota atau masuk sejak 22 Mei lalu. Syarat itu membuat Nino berpikir lagi jika nekat untuk pulang. Sebab bisa saja dia gagal mengantongi SIKM karena persoalan syarat seperti tes corona likelihood metric (CLM) maupun syarat administratif lainnya.

Hingga dua pekan lalu, Pemprov DKI tercatat menolak 72.000 permohonan SIKM dan menerbitkan 57.000 SIKM. Bersyukur, Senin (29/6) lalu, SIKM akhirnya berhasil dia peroleh agar perjalanan pulang atau balik ke Jakarta tak terkendala.

Tapi Nino kecewa. SIKM yang dia punyai justru seolah tak berguna. ”Pihak travel tidak menanyai syarat itu, di perjalanan juga tak ada sama sekali pemeriksaan,” ujarnya.

Tak hanya Nino, Lukman, pekan lalu berhasil pulang pergi dari Jakarta ke Kabupaten Kuningan, Jawa Barat tanpa mengantongi syarat perjalanan apapun, termasuk SIKM. Dia mengaku tak ada yang berubah dengan perjalanannya saat pandemi ini. ”Yang berbeda hanya tarif bus yang sedikit naik. Tapi kenaikan wajar karena belum normal,” kata pekerja yang juga sempat tertahan tiga bulan tidak bisa pulang kampung.

Tak berfungsinya SIKM di lapangan ini tak ayal membuat banyak pihak mempertanyakan. Bahkan, saat rapat dengar pendapat dengan Komisi V DPR pada Rabu (1/7), Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi tegas meminta SIKM lebih baik dicabut. (Baca juga: Pemprov DKI Bantah Pengendara Pribadi bebas SIKM)

Bagi Menhub, syarat SIKM percuma. Sebab syarat itu hanya dikenakan bagi pengguna pesawat, kereta api (KA) dan bus antar kota antar provinsi (AKAP). Sedang para pengguna kendaraan pribadi bisa bebas melenggang. "SIKM ini memang kewenangan dari Pemda DKI. Saya sudah memberikan catatan pada tim Gugus Tugas, itu sekalian ditiadakan saja," tegas Budi.

Selain tak memberikan aspek keadilan, pengawasan SIKM di lapangan tampak lemah. Nyatanya, penumpang bus AKAP ataupun travel selama ini seperti yang dialami Nino dan Lukman tak pernah mendapat pemeriksaan petugas.

Namun di tengah ketidakefektifan itu, Pemprov DKI Jakarta tetap berdalih bahwa SIKM tetap harus dijalankan demi ikhtiar memutus rantai persebaran virus Covid-19. Pemprov DKI Jakarta pun membantah jika kendaraan pribadi tidak turut diperiksa SIKM.

Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo mengatakan, untuk kendaraan pribadi, pihaknya melakukan penyekatan di Jalan arteri. Bahkan pengawasan juga dilakukan gugus tugas hingga tingkat RT/RW.

Sayangnya, Syafrin enggan berkomentar lebih jauh perihal teknis pengawasan gugus tugas di tingkat RW ataupun di Jalan arteri. Syafrin menegaskan pihaknya tetap mengikuti aturan yang tertuang dalam Keppres 12/2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Covid-19 sebagai Bencana Nasional. Dengan dasar ini, warga dari luar Jabodetabek juga tetap harus memiliki SIKM selama pemerintah masih menetapkan status keadaan darurat bencana nasional. (Lihat videonya: Begal Motor Menangis dan Cium Kaki Ibunya Saat Dijenguk)

Sejumlah anggota DPRD DKI Jakarta pun menilai SIKM masih menjadi penting dalam usaha mengendalikan persebaran Covid-19. "SIKM itu penting selama wabah Covid-19 di Jakarta belum turun," kata Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta Purwanto.

Dia menjelaskan, Pemprov DKI Jakarta memiliki kebijakan untuk menentukan kapan SIKM dihapus. Dia berharap dengan tetap diberlakukan SIKM, Pemprov DKI Jakarta melakukan pengawasan ketat terhadap SIKM itu sendiri. "Kalau memang masalah efektivitas kendaraan pribadi dan kendaraan umum, saya rasa tinggal masalah teknis saja. Tapi SIKM jangan dihapus," terangnya. (Bima Setiyadi/Hakim)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1897 seconds (0.1#10.140)