IKN Pindah ke Kaltim, Golkar DKI Gelar Diskusi Bahas Status Jakarta
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar DKI Jakarta Ahmed Zaki Iskandar menyatakan hasil diskusi kelompok terfokus mengenai sistem Pemerintahan Jakarta setelah Ibu Kota Negara (IKN) dipindah ke Kalimantan Timur akan disampaikan kepada Komisi II DPR RI. Nantinya Komisi II DPR dan pemerintah pusat akan membahas Undang-Undang mengenai status Provinsi Jakarta.
Hal ini disampaikan Zaki pada diskusi kelompok terfokus atau focus group discussion (FGD) di Kantor DPD Golkar DKI, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (22/3/2022).
Bertindak sebagai narasumber utama adalah Pakar Pemerintahan Otonomi Daerah Prof Dr Ryaas Rasyid, Guru Besar IPDN Prof Dr Sadu Wasistiono MS, dan Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia. Acara dihadiri pula fungsionaris Partai Golkar, perwakilan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, legislatif, hingga perwakilan partai.
"Kami sebagai partai politik sangat menyambut saran, masukan, kritik terhadap perkembangan dari Undang-Undang (UU) Provinsi Jakarta nantinya. Ini akan disampaikan ke Komisi II. Mereka akan membahas UU Provinsi Jakarta, apakah menjadi provinsi umum atau tetap menjadi provinsi khusus," ujar Zaki.
Menurut Zaki, ada sejumlah kemungkinan terkait sistem Pemerintahan Jakarta setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengesahkan UU Nomor 2 tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) Indonesia dari Daerah Khusus Ibu (DKI) Jakarta ke Kalimantan Timur pada 15 Februari 2022 lalu.
Saat ini pemerintahan di Jakarta masih dipegang Gubernur karena UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan DKI Jakarta sebagai IKN belum dicabut. Karena itu Pemerintah Kota (Pemkot) dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) hanya berstatus administratif sehingga jabatan wali kota dan bupati masih dipegang PNS eselon II.
Bila daerah tingkat dua yakni Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Barat, Jakarta Utara, Jakarta Selatan, dan Kabupaten Kepulauan Seribu berstatus daerah otonom maka kepala daerah yaitu wali kota atau bupati akan dipilih secara langsung oleh rakyat melalui Pilkada. Selama ini wali kota dan bupati di Jakarta atas penunjukan Gubernur DKI Jakarta dan mereka tidak mengelola anggaran penerimaan dan belanja daerah (APBD).
Sedangkan bila daerah tingkat dua menjadi daerah otonom, perlu dibentuk lembaga legislatif atau DPRD tingkat dua. Pemilihan bisa dimulai pada Pilkada 2024 atau Pilkada 2029.
"Tapi mungkin 2024 belum siap. Yang jelas mesti membuka peluang atau opsi lain agar pengelolaan Jakarta lebih baik di masa mendatang," ujar politisi yang juga Bupati Tangerang ini.
Pakar Pemerintahan Otonomi Daerah Prof Dr Ryaas Rasyid mengingatkan bahwa sistem pemerintahan di Jakarta sejak zaman penjajahan Belanda adalah pemerintahan tunggal. Artinya, segala kebijakan diatur di tingkat provinsi dari yang awalnya dipimpin wali kota hingga sekarang menjadi gubernur.
Hal ini disampaikan Zaki pada diskusi kelompok terfokus atau focus group discussion (FGD) di Kantor DPD Golkar DKI, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (22/3/2022).
Bertindak sebagai narasumber utama adalah Pakar Pemerintahan Otonomi Daerah Prof Dr Ryaas Rasyid, Guru Besar IPDN Prof Dr Sadu Wasistiono MS, dan Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia. Acara dihadiri pula fungsionaris Partai Golkar, perwakilan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, legislatif, hingga perwakilan partai.
"Kami sebagai partai politik sangat menyambut saran, masukan, kritik terhadap perkembangan dari Undang-Undang (UU) Provinsi Jakarta nantinya. Ini akan disampaikan ke Komisi II. Mereka akan membahas UU Provinsi Jakarta, apakah menjadi provinsi umum atau tetap menjadi provinsi khusus," ujar Zaki.
Menurut Zaki, ada sejumlah kemungkinan terkait sistem Pemerintahan Jakarta setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengesahkan UU Nomor 2 tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) Indonesia dari Daerah Khusus Ibu (DKI) Jakarta ke Kalimantan Timur pada 15 Februari 2022 lalu.
Saat ini pemerintahan di Jakarta masih dipegang Gubernur karena UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan DKI Jakarta sebagai IKN belum dicabut. Karena itu Pemerintah Kota (Pemkot) dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) hanya berstatus administratif sehingga jabatan wali kota dan bupati masih dipegang PNS eselon II.
Bila daerah tingkat dua yakni Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Barat, Jakarta Utara, Jakarta Selatan, dan Kabupaten Kepulauan Seribu berstatus daerah otonom maka kepala daerah yaitu wali kota atau bupati akan dipilih secara langsung oleh rakyat melalui Pilkada. Selama ini wali kota dan bupati di Jakarta atas penunjukan Gubernur DKI Jakarta dan mereka tidak mengelola anggaran penerimaan dan belanja daerah (APBD).
Sedangkan bila daerah tingkat dua menjadi daerah otonom, perlu dibentuk lembaga legislatif atau DPRD tingkat dua. Pemilihan bisa dimulai pada Pilkada 2024 atau Pilkada 2029.
"Tapi mungkin 2024 belum siap. Yang jelas mesti membuka peluang atau opsi lain agar pengelolaan Jakarta lebih baik di masa mendatang," ujar politisi yang juga Bupati Tangerang ini.
Pakar Pemerintahan Otonomi Daerah Prof Dr Ryaas Rasyid mengingatkan bahwa sistem pemerintahan di Jakarta sejak zaman penjajahan Belanda adalah pemerintahan tunggal. Artinya, segala kebijakan diatur di tingkat provinsi dari yang awalnya dipimpin wali kota hingga sekarang menjadi gubernur.